Taliban Perintahkan LSM di Afghanistan Pecat Pegawai Perempuan
Para pegawai perempuan tak boleh bekerja oleh Taliban.
REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Pemerintahan Afghanistan di bawah kepemimpinan Taliban pada Sabtu (24/12) memerintahkan semua organisasi non-pemerintah (LSM) lokal dan asing untuk memecat karyawan perempuan. Pengumuman itu disampaikan oleh Kementerian Ekonomi dalam sebuah surat edaran.
Larangan ini dikonfirmasi oleh juru bicara Kementerian Ekonomi di bawah Taliban, Abdulrahman Habib. Dia mengatakan, para pegawai perempuan tidak diizinkan bekerja sampai pemberitahuan lebih lanjut. Alasan larangan ini karena beberapa pegawai tidak mematuhi interpretasi pemerintah tentang aturan berpakaian Islami bagi perempuan.
Belum diketahui apakah perintah itu akan berpengaruh pada badan-badan PBB, yang memiliki kehadiran besar di Afghanistan untuk memberikan layanan di tengah krisis kemanusiaan. Ketika ditanya apakah aturan tersebut mencakup pegawai perempuan di badan-badan PBB? Habib mengatakan, surat itu berlaku untuk organisasi di bawah badan koordinasi organisasi kemanusiaan Afghanistan, yang dikenal sebagai ACBAR. Badan itu tidak termasuk PBB, tetapi mencakup lebih dari 180 LSM lokal dan internasional.
Namun, PBB sering berkomunikasi dan berkoordinasi dengan LSM yang terdaftar di Afghanistan untuk melaksanakan pekerjaan kemanusiaan.
Pekerja bantuan kemanusiaan mengatakan, pekerja perempuan sangat penting dalam organisasi untuk memastikan kaum perempuan dapat mengakses bantuan.
Larangan ini terjadi beberapa hari setelah Taliban melarang perempuan mengakses pendidikan ke jenjang universitas. Larangan ini memicu kecaman global, termasuk negara-negara Islam dan memicu beberapa protes serta kritik keras di dalam Afghanistan.
Sebelumnya Menteri Pendidikan Tnggi di bawah pemerintahan Taliban, Nida Mohammad Nadim, pada Kamis (22/12) membela keputusannya untuk melarang perempuan mengakses perguruan tinggi. Keputusan kontroversial ini telah memicu reaksi global.
Nadim mengatakan, larangan yang dikeluarkan awal pekan ini diperlukan untuk mencegah pencampuran gender di universitas. Dia meyakini beberapa mata pelajaran yang diajarkan di kampus melanggar prinsip-prinsip Islam. Dia mengatakan larangan itu berlaku sampai pemberitahuan lebih lanjut.
Dalam sebuah wawancara dengan televisi Afghanistan, Nadim menolak kecaman internasional yang meluas, termasuk dari negara-negara mayoritas Muslim seperti Arab Saudi, Turki dan Qatar. Nadim mengatakan, orang asing harus berhenti mencampuri urusan dalam negeri Afghanistan.
Nadim merupakan mantan gubernur provinsi, kepala polisi dan komandan militer. Nadim diangkat menjadi menteri oleh pemimpin tertinggi Taliban pada Oktober. Sebelumnya, dia berjanji untuk menghapus sekolah sekuler.
Nadim menentang pendidikan perempuan. Dia berpendapat perempuan yang mengenyam pendidikan bertentangan dengan nilai-nilai Islam dan Afghanistan. Alasan lain Nadim melarang perempuan mengakses pendidikan tinggi adalah mereka tidak mematuhi aturan berpakaian dan mempelajari mata pelajaran serta kursus tertentu.
Nadim menambahkan, pemerintahan Taliban sedang berupaya untuk memperbaiki masalah tersebut. Menurutnya, universitas akan dibuka kembali untuk perempuan setelah beberapa masalah diselesaikan.
“Kami mengatakan kepada gadis-gadis untuk memakai jilbab yang benar, tetapi mereka tidak melakukannya dan mereka mengenakan gaun seperti mereka akan pergi ke upacara pernikahan,” kata Nadim.
“Para perempuan belajar tentang pertanian dan teknik, tetapi ini tidak sesuai dengan budaya Afghanistan. Anak perempuan harus belajar, tetapi tidak di bidang yang bertentangan dengan Islam dan kehormatan Afghanistan," ujar Nadim.