Perempuan di Sejumlah Kota Afghanistan Protes Larangan Berkuliah Taliban

Aksi serupa turut berlangsung di ibu kota Kabul.

EPA-EFE/STRINGER
Taliban berjaga di luar Universitas Kabul di Kabul, Afghanistan, 21 Desember 2022. Taliban yang berkuasa telah melarang perempuan untuk kuliah di Afghanistan, menurut perintah yang dikeluarkan pada 20 Desember 2022. Setelah mendapatkan kembali kekuasaan, Taliban awalnya bersikeras bahwa hak-hak perempuan tidak akan diberikan. terhalang, sebelum melarang anak perempuan di atas usia 12 tahun untuk bersekolah awal tahun ini. Utusan PBB untuk Afghanistan, Roza Otunbayeva, sekali lagi mengutuk penutupan sekolah menengah untuk anak perempuan, sebuah langkah yang katanya berarti tidak akan ada lagi siswa perempuan yang memenuhi syarat untuk masuk universitas dalam waktu dua tahun.
Rep: Kamran Dikarma Red: Muhammad Fakhruddin

REPUBLIKA.CO.ID,KABUL -- Kaum perempuan di sejumlah kota di Afghanistan menggelar aksi unjuk rasa menentang kebijakan Taliban melarang perempuan di negara tersebut berkuliah, Sabtu (24/12). Dalam aksinya mereka menggemakan bahwa pendidikan adalah hak semua orang.

Baca Juga


Aksi unjuk rasa tersebut berlangsung di Kabul, Nangarhar, Takhar, dan Herat. “Belasan perempuan menggelar aksi protes di provinsi Herat Barat pada Sabtu menentang perintah Taliban yang melarang pelajar perempuan mengejar pendidikan tinggi,” kata Khaama Press dalam laporannya.

Video yang beredar di media sosial memperlihatkan bagaimana para perempuan peserta aksi meneriakkan slogan “Pendidikan adalah hak kami” dan “Pendidikan untuk semua atau tidak sama sekali”. Sementara itu di provinsi Takhar, aksi protes terhadap Taliban digelar oleh sekelompok mahasiswa perempuan. Mereka pun turut menyuarakan tentang pendidikan adalah hak mereka.

Aksi serupa turut berlangsung di ibu kota Kabul. Puluhan dosen pria di Universitas Kabul dilaporkan telah mengundurkan diri dari posisinya sebagai pengajar. Selain bentuk protes terhadap Taliban, tindakan itu pun wujud solidaritas terhadap kaum perempuan di Afghanistan. “Saya tidak ingin terus bekerja di suatu tempat di mana ada diskriminasi terorganisir terhadap gadis-gadis lugu dan berbakat di negara ini oleh mereka yang berkuasa," kata Obaidullah Wardak, seorang profesor di Universitas Kabul, dilaporkan laman Al Arabiya, Jumat (23/12).

Menurut Wardak, kebijakan Taliban melarang perempuan Afghanistan berkuliah tidak adil dan tidak bermoral. Pada Selasa (20/12) lalu, Kementerian Pendidikan Tinggi Afghanistan yang dikelola Taliban memutuskan menangguhkan akses bagi kaum perempuan di sana untuk menempuh pendidikan di perguruan tinggi. Menteri Pendidikan Tinggi Taliban Nida Mohammad Nadim mengatakan, larangan itu diperlukan guna mencegah percampuran gender di universitas. Dia meyakini beberapa mata kuliah yang diajarkan di kampus melanggar prinsip-prinsip Islam.

“Para perempuan belajar tentang pertanian dan teknik, tetapi ini tidak sesuai dengan budaya Afghanistan. Anak perempuan harus belajar, tetapi tidak di bidang yang bertentangan dengan Islam dan kehormatan Afghanistan," kata Nadim dalam sebuah wawancara dengan stasiun televisi Afghanistan, Kamis lalu (22/12).

Dia menjelaskan, pemerintahan Taliban sedang berusaha mengatur ulang hal tersebut. Jika pengaturan baru sudah tersedia, kaum perempuan di Afghanistan akan diizinkan kembali untuk berkuliah. Nadim pun menolak kecaman yang telah dilayangkan sejumlah negara terkait pelarangan berkuliah bagi perempuan yang kini tengah diterapkan, termasuk dari sejumlah negara Muslim. Ia mengatakan, pihak asing harus berhenti mencampuri urusan dalam negeri Afghanistan.

Sejumlah negara Muslim seperti Arab Saudi, Qatar, Pakistan, Turki, termasuk Indonesia, telah mengkritik langkah Taliban melarang kaum perempuan Afghanistan berkuliah. 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler