Beda BRIN dan BMKG, Info Prakiraan Cuaca Seharusnya tak Buat Resah Masyarakat

Pemerintah perlu berlakukan satu pintu diseminasi informasi terukur cuaca ekstrem.

Darwin Fatir/Antara
Pegawai Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menujukkan sirkulasi cuaca. Indonesia kemungkinan dilanda cuaca ekstrem hingga awal Januari 2023. (ilustrasi)
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Wahyu Suryana, Nawir Arsyad Akbar, Dessy Suciati Saputri, Fauziah Mursid

Baca Juga


Peringatan dari peneliti klimatologi pada Pusat Riset Iklim dan Atmosfer, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Erma Yulihastin, lewat akun Twitter miliknya @EYulihastin pada Senin (26/12/2022), sempat membuat heboh jagat maya di Tanah Air. Ermi menyebut wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tanggerang dan Bekasi (Jabodetabek) berpotensi mengalami banjir besar pada Rabu (28/12/2022).

"Siapa pun anda yang tinggal di Jabodetabek dan khususnya Tangerang atau Banten, mohon bersiap dengan hujan ekstrem dan badai dahsyat pada 28 Desember 2022," tulis Erma.

Erma menjelaskan, badai dahsyat dari laut akan dipindahkan ke darat melalui dua jalur yakni dari barat melalui angin baratan yang membawa hujan badai dari laut (westerly burst). Selain itu juga dipindahkan dari utara melalui angin permukaan yang kuat (northerly, CENS).

"Maka Banten dan Jakarta-Bekasi akan menjadi lokasi sentral tempat serangan badai tersebut dimulai sejak siang hingga malam hari pada 28 Desember 2022," tuturnya.

Namun, berbeda dengan BRIN, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) kemarin memprediksi Jabodetabek memang akan terjadi hujan ekstrem, namun bukan badai dahsyat seperti yang disebut Erma. Faktanya, pada 28 Desember 2022, Jabodetabek masih aman karena intensitas hujan ringan-sedang.

 

Anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi PKS, Suryadi Jaya Purnama merasa, pemerintah perlu berlakukan satu pintu diseminasi informasi terukur tentang cuaca ekstrem. Yakni, melalui BMKG sesuai UU 31/2009 tentang Meteorologi Klimatologi dan Geofisika.

"Jangan sampai karena perbedaan informasi menimbulkan keresahan di tengah masyarakat," kata Suryadi, Rabu (28/12).

Meski begitu, ia mengapresiasi pemerintah yang telah melakukan berbagai langkah antisipasi terhadap cuaca ekstrem ini terkait mudik Natal dan Tahun Baru. Yang mana, disampaikan saat Raker dengan Komisi V DPR RI pada 13 Desember lalu.

Kementerian PUPR menyelesaikan Bendungan Ciawi dan Bendungan Sukamahi sebagai bendungan kering sebagai pengendali banjir. Lalu, Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (BNPP) atau Basarnas melaksanakan pula Siaga SAR Khusus Nataru 2023.

Dengan menempatkan personel dan alat utama lokasi-lokasi strategis yang rawan kecelakaan/bencana pelabuhan, ruas jalan tol, bandara, terminal bus dan tempat wisata. BNPB turut berencana akan menerapkan teknologi modifikasi cuaca (TMC).

Hal ini untuk mengurangi potensi banjir akibat hujan ekstrem. Dengan berbagai persiapan pemerintah untuk mengantisipasi hujan ekstrem saat Nataru yang sudah baik, diseminasi informasi soal cuaca oleh pemerintah diminta lebih baik lagi.

"Masyarakat tidak perlu menjadi resah, sehingga terganggu aktivitas perekonomiannya. Pemudik Nataru tidak perlu kebingungan dalam membuat rencana perjalanannya," ujar Suryadi.

Wakil Ketua Komisi VII DPR Eddy Soeparno juga melihat tidak adanya koordinasi antara BRIN dan BMKG dalam menyampaikan prakiraan cuaca pada 28 Desember 2022. Eddy menyinggung, BRIN yang merupakan mitra Komisi VII memprakirakan bahwa hari ini akan terjadi badai.

"Daripada kedua lembaga negara ini kemudian mengeluarkan statement yang tidak sejalan dan akibatnya membuat kebingungan di publik, bahkan keresahan di publik. Maka sebaiknya masing-masing kemudian berkoordinasi untuk kemudian mengeluarkan statement yang dapat meredam keresahan publik," ujar Eddy saat dihubungi, Rabu.

Ia mengatakan, warga Jabodetabek terlanjur khawatir dengan pernyataan BRIN soal adanya badai pada hari ini. Padahal, BMKG sudah menyampaikan perbedaan istilah antara badai dan hujan lebat.

"Menurut hemat kami, maka sebaiknya masing-masing, BRIN maupun BMKG menjelaskan kepada publik apa alasannya, pertimbangannya mereka mengatakan bahwa, satu akan ada badai, dua tidak akan ada (badai), cuma hanya hujan besar saja," ujar Eddy.

"Agar bisa masyarakat bisa maklum dan paham tentang kondisi aktual dari perkiraan cuaca sesungguhnya," sambung Sekretaris Jenderal Partai Amanat Nasional (PAN) itu.

 

Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta masyarakat agar terus memantau dan mengikuti informasi cuaca dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Sehingga masyarakat diharapkan bisa mengantisipasi potensi terjadinya cuaca ekstrem.

“Ikuti semua informasi dan ikuti semua yang disampaikan oleh BMKG,” kata Jokowi di Istana Negara, Jakarta, Rabu (28/12/2022).

Sebelumnya pada Selasa sore, BMKG memperbarui potensi cuaca ekstrem sepekan ke depan mulai 28 Desember hingga awal Januari 2023. Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan, berdasarkan pantauan BMKG, dinamika atmosfer di sekitar Indonesia masih berpotensi signifikan terhadap peningkatan curah hujan di beberapa wilayah mulai hari ini hingga 2 Januari 2023 dan melemah pada 5-6 Januari.

"Kondisi dinamika atmosfer yang dapat memicu peningkatan curah hujan tersebut antara lain, masih sama dengan 21 Desember, namun intensitas semakin menguat," kata Dwikorita dalam konferensi persnya yang dikutip secara daring, Selasa.

Dwikorita menyebut terdapat beberapa fenomena yang memicu peningkatan cuaca ekstrem yakni aktivitas Monsun Asia yang cukup signifikan dalam beberapa hari terakhir dan disertai adanya seruakan dingin dari Dataran Tinggi Tibet di Asia dan fenomena aliran lintas ekuator yang dapat meningkatkan pertumbuhan awan hujan secara signifikan di wilayah Indonesia bagian barat, tengah dan selatan.

Dwikorita mengatakan, dampak munculnya fenomena seruakan dingin disertai arus lintas ekuatorial dapat berdampak secara tidak langsung pada peningkatan curah hujan. Begitu juga kecepatan angin di sekitar wilayah Indonesia bagian selatan ekuator.

"Sesuai pada prediksi 21 Desmber 2022 lalu, kecepatan angin yang tinggi ini sudah terjadi, dapat mencapai lebih dari 40 knots, itu sudah terjadi dan masih dapat terus terjadi," katanya.

Berdasarkan pantauan BMKG, fenomena tersebut terlihat di titik di wilayah Indonesia barat dan selatan pada 28 Desember yang berdampak di wilayah Jawa Timur dan sebagian Jawa Tengah. Kemudian semakin meluas dan pekat pada 29 Desember yang menunjukkan intensitas semakin tinggi dan semakin besar pula potensi untuk menjadi cuaca ekstrem.

"Tanggal 29 itu meluas bahkan masuk ke Jabar, Sumatera bagian selatan, barat, dan juga masih ada di sebagian Jateng, Jatim, sampai ke Nusa Tenggara, barat, timur sampai ke selatan Papua," kata Dwikorita.

"Dan masih kuat atau semakin kuat, tanggal 30 Desember juga masih kuat, bahkan 1 Januari hampir menutupi seluruh wilayah Indonesia, peta Indonesia hampir tidak terlihat tertutup warna hijau tua pekat," tambahnya.

Dwikorita melanjutkan, fenomena Mosun Asia tersebut kemudian mulai berkurang pada 4 Januari mulai berkurang. Tetapi, masih menutupi sebagian wilayah sumatera, Laut Natuna, dan juga wilayah Jawa Barat, Banten, wilayah Indonesia selatan, yaitu Jawa Timur, sampai Nusa Tenggara dan Laut Arafuru.

"Mulai mereda tanggal 5-10 Januari mulai mereda, berkurang, jadi ini gambaran sekilas kondisi cuaca akibat fenomena ini tadi, ada Monsun Asia, seruakan udara dingin dan aliran lintas ekuator," ujarnya.

Dia melanjutkan, fenomena itu diprediksi mengakibatkan hujan lebat hingga ekstrem mulai Rabu (28/12/2022) hari ini sampai 6 januari. "Mulai melemah 6 januari dan seterusnya," katanya.

 

Tips berkendara di musim hujan. - (republika)

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler