Keistimewaan Kaligrafi dalam Seni Islam
IHRAM.CO.ID, Kaligrafi sering disebut sebagai 'seninya seni Islam' (the art of Islamic).Kualifikasi ini memang pantas karena kaligrafi mencerminkan kedalaman makna seni yang esensinya berasal dari nilai dan konsep keimanan. Oleh sebab itu, kaligrafi berpengaruh besar terhadap bentuk ekspresi seni yang lain. Hal ini diakui oleh para sarjana Barat yang banyak mengkaji seni Islam, seperti Martin Lings, Titus Burckhardt, Annemarie Schimmel, dan Thomas W Arnold.
Keistimewaan lain kaligrafi dalam seni Islam adalah sebagai bentuk pengejawantahan firman Allah dan karya seni yang sangat berkaitan dengan Alquran dan hadis. Karena, sebagian besar tulisan indah dalam bahasa Arab menampilkan ayat Alquran atau hadis Nabi Muhammad SAW. Di samping itu, kaligrafi merupakan satu-satunya seni Islam yang dihasilkan murni oleh orang Islam sendiri, tidak seperti jenis seni Islam lain (seperti arsitektur, seni lukis, dan ragam hias) yang banyak mendapat pengaruh dari seni dan seniman non-Muslim. Karena itu, tidak mengherankan jika sepanjang sejarah, penghargaan kaum Muslim terhadap kaligrafi jauh lebih tinggi dibandingkan jenis seni yang lain.
Meski karya kaligrafi identik dengan tulisan Arab, kata kaligrafi itu sendiri berasal dari bahasa Yunani (kalios: indah dan graphia: tulisan). Sementara itu, bahasa Arab mengistilahkannya dengan khatt (tulisan atau garis) yang ditujukan pada tulisan yang indah (al-kitabah al-jamilah atau al-khatt al-jamil).
Dibandingkan jenis tulisan lain, huruf Arab memiliki karakter huruf yang lentur dan artistik sehingga menjadi bahan yang sangat kaya untuk penulisan kaligrafi. Selain memiliki karakter yang unik, pada hakikatnya seni tulisan Arab bukan sekadar representasi sisi artistik budaya Arab-Islam, tetapi juga gabungan keindahan, abstraksi, kreativitas, serta pesan moral yang dikandungnya. Setiap garis, spasi, dan alur tulisan memiliki ciri khas dan falsafah sendiri.
Sifat unik huruf Arab ini baru tereksplorasi dengan baik di tangan kaum Muslim. Karena, pada masa sebelum datangnya Islam, orang Arab tidak memiliki seni tulis seperti yang dikembangkan oleh orang Arab Muslim. Beberapa sumber menyebutkan bahwa kerajaan Arab kuno, seperti Nabatea, Hira, dan kerajaan lain di Yaman, menggunakan huruf ini dalam bentuk arkais (corak kuno). Bentuk tulisan Arab corak kuno ini bisa kita lihat pada sejumlah inskripsi Nabatea, seperti tulisan pada makam penyair Imru al-Qays.
Ketika Nabi SAW lahir, tulisan Arab telah digunakan secara luas di Makkah, bahkan oleh para penyair Makkah. Salah satu contohnya adalah kumpulan syair terkenal, al-Muallaqat as-Sab'ah (tujuh yang tergantung), yang dipasang di dinding Ka'bah dengan menggunakan huruf Arab.
Tulisan Arab baru mendapat perhatian istimewa ketika Nabi SAW menerima wahyu. Para sahabat Nabi SAW berlomba-lomba menuliskan wahyu dalam berbagai media, misalnya di pelepah kurma, kulit binatang, dan lainnya. Kumpulan tulisan inilah yang kemudian menjadi Alquran.
Memang, sebelum kedatangan Islam, bangsa Arab kurang terbiasa membaca dan menulis. Mereka lebih menyukai tradisi menghafal. Syair-syair, nama-nama silsilah, transaksi, atau perjanjian disampaikan dari mulut ke mulut tanpa dicatat. Hanya sedikit kalangan tertentu, seperti kalangan bangsawan Arab, yang menguasai keterampilan membaca.
Kebangkitan minat tulis baca kaum Muslim baru terjadi pada tahun ke-2 Hijriyah. Ketika itu, Rasulullah SAW mewajibkan masing-masing tawanan Perang Badr yang tidak mampu memberikan tebusan untuk mengajari sepuluh pemuda Madinah membaca dan menulis. Kemudian, Rasulullah SAW memerintahkan para pemuda itu untuk mengajarkan pengetahuan mereka kepada kawan-kawan dan saudara-saudaranya sehingga dalam waktu relatif singkat pengetahuan tulis baca menyebar ke Madinah.
Di masa kekuasaan Khalifah Usman bin Affan, tulisan mushaf Alquran masih 'gundul' (tanpa harakat) dan tanpa tanda baca. Untuk menghindari salah baca, ahli bahasa Abu al-Aswad Zalim bin Sufyan ad-Duali merumuskan tanda-tanda baca harakat dan titik atas perintah Khalifah Ali bin Abi Thalib. Tugas ini dilanjutkan oleh dua murid Abu Aswad: Nasir bin Asim serta Yahya bin Ya'mur, yang kemudian disempurnakan oleh Khalil bin Ahmad bin Amr bin Tamim al-Farahidi al-Azdi. Sistem tanda baca ini telah memberikan nilai keindahan tersendiri pada corak ragam kaligrafi yang digarap oleh para khattat dan seniman.
Penulisan huruf Arab mengalami perkembangan yang luar biasa pada masa Daulah Umayyah (661-7450 M), khususnya pada masa Abdul Malik bin Marwan (685-705 M). Pada masa Abdul Malik inilah, untuk pertama kali, tulisan Arab digunakan sebagai tulisan resmi negara. Semua dokumen penting pada masa itu mulai ditulis dalam huruf Arab.
Pada awal berdirinya Kekhalifahan Bani Umayyah, tulisan kaligrafi mulai digunakan untuk keperluan administrasi negara. Pada perkembangan selanjutnya, tulisan indah juga digunakan di dinding istana, masjid, dan tempat lain. Selain pada bangunan, tulisan kaligrafi pada masa itu juga bisa ditemukan pada peralatan lain, seperti meja, lemari, pedang, dan keramik. Bahkan, beberapa buku khusus, seperti Alquran, mulai ditulis dengan seni kaligrafi.