Pemerintahan Baru Israel Mulai Bekerja 

Pemerintahan baru Netanyahu prioritaskan perluasan permukiman di Tepi Barat.

AP Photo/ Maya Alleruzzo
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.
Rep: Rizky Jaramaya Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Benjamin Netanyahu kembali menjabat sebagai perdana menteri Israel pada Kamis (29/12/2022). Netanyahu menggandeng mitra dari partai ultranasionalis untuk membetuk koalisi.

Baca Juga


Pemerintahan baru Netanyahu telah berjanji untuk memprioritaskan perluasan permukiman di wilayah pendudukan Tepi Barat. Termasuk memberikan subsidi besar-besaran kepada ultra-Ortodoks sebagai sekutu, dan mendorong reformasi besar-besaran sistem peradilan yang dapat membahayakan institusi demokrasi Israel.

“Saya mendengar teriakan terus-menerus dari oposisi tentang akhir negara dan demokrasi,” kata Netanyahu setelah naik podium di parlemen menjelang pengambilan sumpah resmi pemerintah pada Kamis sore. 

Pidatonya berulang kali disela oleh ejekan dari oposisi. Bahkan ada berteriak, "lemah" ketika Netanyahu berpidato.

"Anggota oposisi; kalah dalam pemilihan bukanlah akhir dari demokrasi, ini adalah inti dari demokrasi," kata Netanyahu.

Netanyahu adalah perdana menteri terlama Israel. Dia menjabat dari 2009 hingga 2021. Dia digulingkan dari jabatannya pada tahun lalu setelah menemui jalan buntu dari empat kali pemilihan. Koalisi delapan partai bersatu untuk menentang pemerintahan Netanyahu saat dia diadili karena kasus korupsi.

Koalisi itu pecah pada Juni. Netanyahu beserta sekutu ultranasionalis dan ultra-Ortodoks mendapatkan mayoritas kursi di parlemen dalam pemilihan November.

Netanyahu memimpin pemerintahan yang terdiri dari partai ultranasionalis agama garis keras yang didominasi oleh pemukim Tepi Barat, dua partai ultra-Ortodoks, dan Partai Likud yang nasionalis.

Sekutu Netanyahu mendorong perubahan dramatis yang dapat mengasingkan sebagian besar masyarakat Israel. Termasuk meningkatkan risiko konflik dengan Palestina, dan menempatkan Israel pada jalur yang bertentangan dengan beberapa pendukung terdekatnya, termasuk Amerika Serikat dan komunitas Yahudi Amerika.

Pemerintahan Netanyahu menyatakan bahwa, orang-orang Yahudi memiliki hak eksklusif dan tak terbantahkan atas keseluruhan wilayah Israel dan Palestina. Orang-orang Yahudi juga akan memajukan pembangunan permukiman di wilayah pendudukan Tepi Barat, serta melegalkan pemukiman Yahudi dan  komitmen untuk mencaplok seluruh wilayah Palestina.  

Pemerintahan Netanyahu sebelumnya telah menjadi pendukung kuat perusahaan di permukiman Israel di Tepi Barat. Hal itu diperkirakan akan meningkat pesat di bawah pemerintahan baru.

 

Israel merebut Tepi Barat pada 1967 bersama dengan Jalur Gaza dan Yerusalem timur. Ketiga wilayah ini diinginkan oleh Palestina untuk menjadi negara masa depan.  Israel telah membangun puluhan permukiman Yahudi yang menampung sekitar 500.000 warga Israel yang tinggal berdampingan dengan sekitar 2,5 juta warga Palestina.

Sebagian besar komunitas internasional menganggap permukiman Israel di Tepi Barat adalah ilegal dan menjadi penghalang perdamaian dengan Palestina. Amerika Serikat telah memperingatkan pemerintahan baru Netanyahu agar tidak mengambil langkah-langkah yang dapat merusak harapan untuk negara Palestina merdeka.

Mantan Perdana Menteri Yair Lapid mengatakan kepada parlemen bahwa, dia menyerahkan kepada pemerintahan baru sebuah negara dalam kondisi sangat baik, ekonomi yang kuat, kemampuan pertahanan yang lebih baik dan pencegahan yang kuat. Lapid berpesan kepada Netanyahu agar tidak merusak tatanan negara Israel yang sudah baik.

"Ini salah satu dari klasemen internasional terbaik yang pernah ada. Cobalah untuk tidak menghancurkannya. Kami akan segera kembali," kata Lapid yang kini sebagai oposisi.

Pemerintah baru Netanyahu iuga telah menyuarakan keprihatinan tentang pelanggaran hak minoritas dan LGBTQ. Di luar parlemen, ribuan pengunjuk rasa mengibarkan bendera Israel dan Pride. Mereka meneriakkan, "kami tidak ingin fasis di Knesset."  

 

Awal pekan ini, dua anggota partai Religious Zionism mengatakan, mereka akan memajukan amandemen undang-undang antidiskriminasi negara yang akan memungkinkan bisnis dan dokter mendiskriminasi komunitas LGBTQ atas dasar keyakinan agama. Pernyataan tersebut telah menimbulkan ketakutan komunitas LGBTQ bahwa pemerintahan Netanyahu yang baru akan mengekang hak-hak mereka yang terbatas. Netanyahu telah mencoba menghilangkan kekhawatiran tersebut dengan berjanji tidak akan merugikan hak-hak LGBTQ. 

sumber : AP
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler