Memaknai Pergantian Tahun tanpa Sia-Sia: Apa yang Perlu Dilakukan Muslim?

Umat Islam diperkenankan bergembira menyambut tahun baru masehih.

ANTARA/Aji Styawan
Warga membeli balon untuk anak mereka saat malam pergantian tahun 2021/2022 di kawasan Simpang Lima Semarang, Jawa Tengah, Sabtu (1/1/2022) dini hari. Memaknai Pergantian Tahun tanpa Sia-Sia: Apa yang Perlu Dilakukan Muslim?
Rep: Imas Damayanti Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Umat Muslim telah sampai pada penghujung 2022. Untuk itu dalam menyambut 2023, sudah seyogyanya bagi umat Islam senantiasa memaknai pergantian tahun tanpa tindakan yang sia-sia.

Baca Juga


Momentum pergantian tahun memang tidak selalu harus dirayakan, namun bukan berarti umat Islam tidak diperkenankan bergembira dalam menutup hari-hari selama satu tahun ke belakang. Hanya saja dalam pergantian tahun, nilai selebrasi dan perayaan tak boleh bersifat sia-sia tanpa nilai substantif yang menyertai.

Bagaimana kiranya kita memahami momentum pergantian tahun? Apakah momentum tahun baru Masehi ini merupakan hari yang tepat untuk setiap individu melakukan muhasabah? Untuk menjawab itu semua, Republika.co.id berbincang dengan Ustadzah Nurlaila Thoyib dari Badan Kontak Majelis Taklim (BKMT) melalui sambungan telepon, Rabu (28/12/2022).

Kita sudah sampai di penghujung tahun, apa yang perlu dilakukan seorang Muslim?

Kita perlu bersyukur, alhamdulillah Allah masih memberikan kita kesempatan hidup untuk menjalani hari-hari selanjutnya. Kita bisa melewati tahun 2022 atas izin-Nya.

Bolehkah melewati momentum pergantian tahun Masehi dengan bermuhasabah?

Sebenarnya, muhasabah itu bisa dilakukan setiap hari, setiap waktu. Tapi kalau memang mau dilakukan pas di momentum pergantian tahun, tidak apa-apa. Bagus dan boleh-boleh saja.

Bagus bagi kita untuk bermuhasabah. Mengevaluasi diri, merenung, kira-kira apa saja yang telah kita perbuat? Apakah Allah berkenan dengan kita? Pertanyaan-pertanyaan tentang diri sendiri, mengevaluasi perjalanan kita sampai di titik ini. Fungsi merenungi itu adalah untuk bergerak memperbaiki (apa-apa) yang salah dari kita.

 

 

Apa makna pergantian tahun?

Ya kita berpikir, merenung, berterima kasih kepada Allah. Kita sudah diperkenankan hidup, diperkenankan mendapatkan nikmat-nikmatnya.

Dengan adanya pergantian tahun, kita jadi tahu bahwa ‘kontrak' hidup kita sudah berkurang. Itu bisa jadi perenungan untuk kita agar dapat menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Kita sudah diizinkan oleh Allah menikmati usia yang diberikan, menyongsong tahun yang berikutnya, untuk apa? Tentunya untuk terus menjadi hamba yang baik. Menatap hari esok dengan optimistis, tidak keluar dari pakem syariat.

Bolehkah melakukan selebrasi pergantian tahun dalam Islam?

Boleh-boleh saja. Asal jangan sampai melanggar aturan syariat, ya. Jangan sampai, misalnya, mau bakar ayam, ayamnya malah nyolong punya tetangga. Tidak boleh berlaku maksiat ataupun kejahatan.

Kalau mau bakar ayam, ayamnya harus dari hasil yang halal. Kumpul-kumpul dengan keluarga dan makan-makan saat tahun baru, boleh saja. Bagus, kan, untuk mengeratkan silaturahim. Asal, sekali lagi, tidak keluar dari syariat, ya.

Kita harus paham umat Islam tidak boleh mencampurkan antara urusan yang prinsipil (syariat) dengan urusan yang tidak prinsipil. Kalau sekiranya perayaan tahun baru itu mengandung unsur yang sia-sia, lebih baik kita tinggalkan. Daripada kita terjerumus ke dalam dosa, kita harus hindarkan diri dari aktivitas yang memicu dosa.

Adakah amalan-amalan ibadah yang dapat dilakukan pada pergantian tahun?

Kalau tahun baru Islam (Muharram), ada ya. Tapi kalau tahun baru Masehi, tidak ada amalan ibadah khusus untuk momentum ini. Tapi jika kita mau melakukan ibadah-ibadah sunnah yang harian, silakan saja. Sah-sah saja, tidak apa-apa.

Misalnya kita dzikir, beribadah berjamaah. Nah, itu lebih baik. Lebih bernilai di mata Allah dibanding kita melakukan selebrasi yang bersifat mubazir, insya Allah.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler