Cerita Naik Sepeda dan Pilihan Berwirausaha

Kewirausahaan dapat diajarkan, dilatih, dibiasakan, dan karenanya dapat disiapkan.

republika/faqih
Yoga Prasetya (baju merah) bersama mekanik Esta Garage sedang mengerjakan servis sepeda motor di bengkelnya di kawasan Canggu, Kabupaten Badung, Bali, beberapa waktu lalu.
Red: Dwi Murdaningsih

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Mansyur Faqih, wartawan Republika.co.id.

Baca Juga


Banyak yang menganggap bahwa berwirausaha (entrepreneurship) itu merupakan bakat sejak lahir. Hanya orang-orang tertentu saja yang dapat terjun dan sukses menjadi pengusaha. Namun, tidak demikian.

Berwirausaha merupakan sebuah pilihan. Setiap orang memiliki kesempatan dan pilihan yang sama untuk dapat menjadi entrepreneur. Seperti diakui oleh Yoga Prasetyo yang mendirikan Esta Garage di kawasan Canggu, Kabupaten Badung, Bali.

"Saya memilih untuk berusaha itu lebih karena ingin memberikan dampak yang lebih besar kepada lingkungan dan orang-orang sekitar," kata dia kepada Republika.co.id, Kamis (29/12/2022).

Apalagi, kata dia, menjalankan usaha sendiri bisa memberikan kebebasan yang lebih ketimbang harus bekerja dengan orang atau di perusahaan lain. Jika menjadi pekerja, dia merasa harus terikat dengan banyak aturan dan tak bisa leluasa mengatur waktu sendiri. 

Memang, kata dia, menjalani usaha sendiri terbukti memang bukan hal yang mudah untuk dilakukan. Pada awal-awal membuka usaha bengkel, pemuda berusia 22 tahun itu pun tidak mendapatkan hasil yang diinginkan. 

Yoga bercerita telah memulai usaha bengkel sejak duduk di bangku kelas XII SMK Muhammadiyah 2 Genteng, Banyuwangi pada 2018. Karena mengambil jurusan Teknik dan Bisnis Sepeda Motor (TBSM), maka membuka bengkel menjadi pilihannya ketika itu. Dengan bermodal Rp 15 juta, Yoga menjalani usaha bengkel sendirian.

"Awal buka itu hanya sendirian, karyawan, mekanik, pemilik juga, single fighter," ungkap dia. 

Setelah satu tahun memulai usaha, anak tunggal itu pun mulai bergabung dengan Astra Honda Youthpreneurship Program (AHYPP). Ini merupakan program yang dikembangkan oleh Yayasan Astra Honda Motor (AHM) yang bertujuan mendorong kemandirian ekonomi di kalangan generasi muda alumni SMK.

 

Perjalanan panjang dan tidak menyerah

Tiga tahun mengikuti program ini, Yoga belum juga merasakan nikmatnya menjadi pebisnis bengkel. Meski telah menjalankan standar operasional prosedur (SOP) dan ilmu dari pelatihan yang diberikan, pendapatan bengkel yang ketika itu bernama Yoga Motor masih belum memuaskan.      

"Awal itu sulit cari konsumen. Ketika di Jawa, paling cuma dapat Rp 1 juta. Paling mentok banget cuma Rp 3 juta sebulan," papar dia.  

Yoga tidak menyerah. Sesuai dengan bekal pelatihan yang diberikan, dia melihat kalau kondisi itu karena banyaknya bengkel pesaing di wilayah tersebut. Di satu kelurahan saja, ada 22 bengkel yang sudah berdiri lama dan memiliki konsumen loyal. Sehingga, menjadi lebih sulit untuk bengkel baru untuk dapat mencuri kue dari pangsa pasar yang telah ada.  

Dia pun kemudian memilih dan mengambil keputusan yang besar. Pindah dan membuka bengkel baru di Bali. Kebetulan, sang ibu telah lebih dulu tinggal di Pulau Dewata sehingga memudahkannya untuk pindah. 

"Di Bali, pertama buka langsung dapat Rp 6,8 juta. Sekitar 2-3 bulan masih sendiri dan konsumen bisa sampai 200-300 motor satu bulan. Makanya kemudian memanggil teman untuk membantu. Malah, konsumen nomor satu sampai sekarang masih balik lagi," papar dia. 

Ingin terus berkembang, Yoga pun kemudian menerima bantuan permodalan Rp 7,5 juta dari Yayasan AHM sebagai bagian dari pengembangan program AHYPP. Modal itu digunakan untuk merenovasi dan meningkatkan fasilitas serta layanan di bengkel.  

"Beberapa bulan kemudian, dapat tambahan bantuan modal lagi Rp 25 juta. Sekarang, income itu rata-rata sudah di angka Rp 23-26 juta. Malah, pernah sampai Rp 60 juta per bulan. Sekarang juga sudah ada tiga orang karyawan yang membantu," cerita Yoga.      

Dia menilai, pencapaian ini tidak lepas dari berbagai bekal yang telah diberikan dalam program AHYPP. Mulai dari manajemen keuangan dan pengelolaan bengkel. "Pembinaan itu terasa sekali. Ilmu keuangan dan manajemen bengkel. Itu yang paling penting. Karena terus melek, jadi kita diajari nyetir usaha," papar dia.

Tak kalah penting adalah dorongan semangat untuk terus berusaha dan konsisten. Semangat ini yang membuatnya terus mencoba dan meningkatkan diri. Dia pun berharap mendapatkan arahan untuk sistem yang lebih baik agar dapat mempercepat pekerjaan sehari-hari dan meningkatkan jumlah konsumen. 

Termasuk, kata dia, ingin membeli tanah dan membuat bengkel lagi. "Saya mau umrahkan orang tua. Makanya, usaha saja terus. Dijalani saja. Tetap cari jalan yang lain tapi arahnya tetap sama," tegas Yoga.

Pendampingan

CSR Manager AHM, Agus Subagja menjelaskan, menciptakan pengusaha memang bukan usaha yang mudah dan sebentar. Karenanya, AHYPP memberikan dukungan penuh para alumni TBSM SMK agar dapat melatih mereka untuk menjadi pengusaha bengkel yang sukses.

Dukungan ini antara lain melalui berbagai bekal pelatihan, hibah dana renovasi bengkel, hingga dana pinjaman tanpa bunga dan agunan dengan tenor sesuai dengan kemampuan peserta. 

"Peserta mendapatkan pelatihan bertingkat dari Honda. Mulai teknik perawatan, teknik pengelolaan bengkel, dan teknik promosi. Kami juga memberikan donasi tools yang susah ditemukan di pasar dan pinjaman modal. Di tahap selanjutnya, kami juga berkolaborasi dengan Fifgroup. Kalau masih kurang, Fifgroup memberikan peluang untuk memberikan pinjaman tanpa bunga juga," ungkap dia kepada Republika.co.id di Bali, belum lama ini. 

Tak hanya itu, kata dia, Honda melalui dealer utama, juga memberikan pendampingan setiap hari untuk para bengkel binaan dengan beragam kegiatan yang sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan usaha saat ini. Dengan begitu, diharapkan dapat mengantarkan mereka kepada sebuah kemajuan. 

Bahkan, untuk memudahkan monitoring, mentoring, dan evaluasi, Yayasan AHM mengembangkan platform digital khusus yang berbasis web. Platform itu yakni Digital Monitoring Mentoring & Evaluation System (DMMES) AHYPP. 

"Platform ini dirancang untuk para pemilik bengkel binaan dalam mengelola administrasi bengkelnya, mulai dari pengelolaan keuangan, pengelolaan ketersediaan suku cadang, hingga pembuatan invoice untuk para pelanggannya," papar dia.

Agus menjelaskan, ada beberapa syarat bagi lulusan SMK untuk dapat mengikuti AHYPP. Pertama adalah merupakan lulusan TBSM SMK binaan Honda dan mendapat rekomendasi dari sekolah. Kedua, sudah menjalani bisnis bengkel setidaknya selama 1 tahun. Hal lain yang jadi pertimbangan adalah berada rural area jadi tidak kanibalisme dengan bengkel resmi Honda, AHASS.

"Untuk sekarang ini sudah ada sekitar 300-400 peserta yang antre untuk dibina," papar dia.  

Memang, Agus mengakui, melatih dan menciptakan pengusaha memang bukan pekerjaan mudah. Dia menyebut, angkatan pertama AHYPP periode 2017-2018 menghasilkan sekitar 20 peserta. Akan tetapi, seiring perkembangan waktu, jumlah itu menyusut menjadi tujuh peserta. Sisanya, memilih untuk menjadi karyawan atau juga pegawai negeri sipil (PNS).

"Hambatannya itu banyak. Bisa dari luar, seperti hambatan bisnis keseluruhan. Tapi sering kali lebih ke hambatan dari dalam diri sendiri. Tidak mau untuk konsisten dan terus berusaha. Padahal kalau mau berusaha, peserta kita ada yang sekarang omzetnya mencapai Rp 125 juta sebulan," ungkap dia.

Karenanya, lanjut Agus, Honda pun melakukan sedikit perubahan untuk tes dalam menjaring peserta yang berhak mengikuti AHYPP. "Sekarang, selain administrasi kita juga ada tes psikologi. Jadi kami nilai juga potensi kewirausahaannya. Karena ini justru yang sulit. Harapannya, program ini dapat semakin berkontribusi untuk menciptakan pengusaha-pengusaha bengkel lain," papar dia.

Ketua Yayasan AHM Ahmad Muhibbuddin menambahkan, program hilirisasi vokasi AHM meliputi tiga sektor yang disingkat BMW. Tiga hal itu yakni bekerja, melanjutkan pendidikan, dan wirausaha. 

Dari tiga sektor itu, kata dia, wirausaha memang memiliki jumlah paling sedikit. Karena hingga saat ini lulusan SMK masih lebih banyak yang ingin langsung bekerja. "Untuk yang sejak awal punya passion ingin mengembangkan bengkel itu sangat minim. Makanya dari awal kami minta pihak sekolah untuk memantau dan melatih anak-anak yang memang punya passion untuk menjadi pengusaha bengkel. Anak muda itu biasanya masih gamang. Yoga ini termasuk yang konsisten," papar dia. 

Diajarkan dan Dilatih

Wakil Kepala SMK Negeri 3 Tangerang Selatan (Tangsel), Jafar Wahid menilai, masalah pola pikir (mindset) masih menjadi isu utama mengapa sedikit yang tertarik untuk berwirausaha. SMK Negeri 3 Tangsel merupakan salah satu sekolah binaan AHM yang bekerja sama dengan PT Wahana Makmur Sejati (WMS) sebagai dealer utama daerah Jakarta-Tangerang.

"Kita rutin buat survei ke kelas X. Biasanya, di atas 50 persen siswa itu bilang kalau wirausaha itu bakat. Biasanya bisa usaha karena sudah turun temurun di keluarga," kata dia kepada Republika.co.id di Tangsel, belum lama ini. 

Karenanya, dia pun kerap memberikan pemahaman kepada para siswa bahwa berwirausaha itu merupakan pilihan. Jafar menganalogikannya seperti halnya naik sepeda. Untuk dapat naik sepeda tidak dibutuhkan bakat. Yang penting adalah tidak takut jatuh dan terus berusaha.    

Suasana bengkel di SMK Negeri 3 Tangerang Selatan. - (republika/faqih)

Apalagi, kata dia, otomotif merupakan sektor usaha yang luas. Siswa bisa menjadi pengusaha mulai dari sektor hulu hingga hilir. Mulai dari menjual unit, suku cadang, hingga fokus ke bengkel sebagai layanan purnajual.  

"Di mata pelajaran Proses Bisnis di Bidang Otomotif saya selalu menjelaskan kalau berwirausaha saat ini sudah jauh lebih mudah dari dulu. Sekarang, semuanya bisa dilakukan dengan handphone. Jadi bisa dilakukan oleh semua orang," papar dia. 

Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Kiki Yuliati menjelaskan kewirausahaan dapat diajarkan, dilatih, dibiasakan, dan karenanya dapat disiapkan. Ini yang mendorong kementerian untuk memberikan memperkaya pengalaman belajar di SMK dengan kewirausahaan. Baik secara kurikuler, kurikulum, maupun secara ekstra, dan intrakurikuler.

Kementerian pun menilai SMK memiliki peran penting dalam menciptakan pengusaha. Ini karena konsep belajar di SMK memang 60 persen praktik langsung. Baru lalu sisanya konsep dan teori. 

Bahkan, ketika mereka mempelajari teori pun bisa dilakukan secara praktik langsung. Ini yang menjadi salah satu konsep teaching factory di SMK atau project based learning (PBL).   

Kementerian pun melakukan tracer study yang telah dikumpulkan Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi tahun 2022 dari 2200-an SMK secara nasional. Tujuannya, untuk memotret peran vokasi dalam membentuk alumninya pascapendidikan formal, termasuk yang menjadi pengusaha.     

Dia menjelaskan, berdasarkan data kementerian per 21 Desember 2002, baru sekitar 21,7 persen alumni SMK yang berwirausaha. Sisanya, 40,5 persen langsung bekerja, dan yang lainnya ada yang melanjutkan sekolah, menganggur, mengurus rumah tangga, dan sebagainya. 

"Sebagai catatan bahwa untuk komposisi melanjutkan studi sebanyak 22,7 persen juga ada komponen persentase melanjutkan studi sambil berwirausaha," ungkap dia. 

Kementerian, ungkap Kiki, menilai menciptakan pengusaha merupakan hal yang penting. Khususnya juga bagi SMK sebagai jalur pendidikan yang beririsan erat dengan dunia usaha dan industri. "Dunia usaha adalah co-creator bagi satuan pendidikan vokasi," tegas dia.  

Karenanya, pemerintah pun mencoba untuk meningkatkan dan mengakselerasi SMK terkait dengan wirausaha. Target ini diakselerasi dengan melaksanakan berbagai program transformasi SMK untuk memfasilitasi pengembangan produk kreatif dan kewirausahaan. 

Termasuk melalui skema teaching factory di sekolah masing-masing. "Ternyata banyak siswa SMK kita yang sejak sekolah sudah memiliki usaha dan memiliki omzet jutaan per bulan. Bahkan ada yang belasan, puluhan, ratusan juta, hingga ada juga yang mencapai angka Rp 1 miliar per bulan," ungkap Kiki. 

Pakar komunikasi dan branding Silih Agung Wasesa menilai bahwa membangun mental set, khususnya untuk menjadi pengusaha, merupakan hal yang dapat dilakukan. Caranya dengan mulai melakukan branding internal ke diri sendiri. Hal ini, misalnya, dengan memikirkan bahwa dampak bisnis yang dijalankan dapat menjadi solusi bagi lingkungan di sekitar. 

Kemudian, siap merasakan kegagalan dan berani mengukur risiko bisnis. "Seperti kita melakukan branding, yang paling penting juga adalah bahwa keyakinan kita dapat melakukan hal tersebut dan terus konsisten. Dengan me-branding diri sendiri seperti itu, kita akan dapat memiliki mental set yang tepat untuk menjadi seorang pengusaha. Begitu kita gagal dan berani mulai lagi, maka artinya mental set sebagai entrepreneur sudah terbentuk jadi," papar dia kepada Republika, belum lama ini.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler