Sertifikasi Halal Mensyaratkan Fatwa, Apa Fungsinya?

MUI memperoleh mandat untuk penetapan kehalalan produk.

Republika/Edwin Dwi Putranto
Kepala Bidang Pengawasan Jaminan Produk Halal Kementerian Agama Harjo Suwito (kiri) bersama CEO Eatwell Culinary Indonesia Fransiscus Sumampow memasang logo halal saat seremoni acara penyerahan Sertifikat Halal dengan predikat A di Jakarta, Selasa (8/11/2022). Eatwell Culinary Indonesia yang menaungi Brand Ta Wan, Dapur Solo dan Icbiban Sushi berkomitmen untuk terus berbenah dan berinovasi.
Red: Erdy nasrun

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyebutkan bahwa fatwa halal yang dikeluarkan merupakan upaya pemberian kepastian hukum kepada umat Islam di Indonesia akan kehalalan suatu produk.


"Melalui fatwa inilah, MUI hadir memberikan panduan bagi umat dalam menggunakan atau mengkonsumsi suatu produk," kata Ketua MUI Bidang Fatwa Asrorun Niam di Jakarta, pekan lalu.

Pernyataan itu disampaikan Niam dalam Catatan Laporan Tahunan Komisi Fatwa MUI Tahun 2022: Peran MUI dalam Mendukung Percepatan Sertifikasi Halal, di Jakarta.

Niam menjelaskan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, MUI memperoleh mandat untuk penetapan kehalalan produk. Penetapan kehalalan produk yang dikeluarkan oleh MUI terealisasi dalam bentuk keputusan penetapan halal produk.

Tak hanya memberikan panduan bagi umat, dia menyebut langkah yang dilakukan oleh MUI juga sebagai dukungan terhadap tekad pemerintah dalam mengakselerasi pelayanan sertifikasi halal terhadap produk pangan, obat-obatan, dan kosmetika di kalangan pelaku usaha.

"Data Komisi Fatwa MUI sampai 28 Desember 2022 tercatat sebanyak 105.326 laporan pelaku usaha terkait hasil audit dan hasil pendampingan sertifikasi halal," kata dia.

Jumlah tersebut, menurut dia, berdasarkan permohonan pembahasan sidang halal, baik dari jalur LPH maupun dari jalur pernyataan pelaku usaha (self declare). Angka ini merupakan 100 persen dari hasil pengajuan pada tahun 2022.

Niam menegaskan data tersebut sekaligus menjawab spekulasi serta tuduhan bahwa MUI tidak memiliki kapasitas dalam upaya percepatan sertifikasi halal terhadap produk pangan, yang berjumlah kurang lebih 64 juta produk.

"Faktanya, hingga tahun 2022 produsen yang mendaftar untuk pengajuan sertifikasi halal, dari kuota 324 ribu, belum tercapai, dan MUI baru menerima sekitar 105 ribu produk yang siap disidangkan," katanya.

Ia berharap gerakan akselerasi sertifikasi halal tak hanya gencar dilakukan oleh MUI saja. "Perlu adanya dukungan dari seluruh pemangku kebijakan terkait serta masyarakat untuk terus meningkatkan literasi dan kesadaran para pelaku usaha terhadap pentingnya sertifikasi halal," katanya.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler