BI Bali Minta Waspadai Inflasi Akibat Cuaca Ekstrem
Cuaca ekstrem berpotensi mengganggu pasokan pangan.
REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI) Provinsi Bali mengingatkan untuk mewaspadai tekanan inflasi karena risiko rendahnya pasokan komoditas pangan akibat cuaca ekstrem tingginya curah hujan dan gelombang laut di Pulau Dewata.
"Pada Januari 2023, sesuai pola historisnya, tekanan inflasi di Bali dipengaruhi tingginya curah hujan dan gelombang laut," kata Kepala KPwBI Provinsi Bali Trisno Nugroho di Denpasar, Selasa (3/1/2023).
Selain itu, datangnya Hari Raya Galungan dan Kuningan pada awal Januari 2023 juga berpotensi menyebabkan kenaikan permintaan untuk komoditas canang sari, daging babi, daging ayam, dan buah-buahan.
Menurut Trisno, Tim Pengendali nflasiDaerah (TPID) Provinsi Bali dan Kabupaten/Kota se-Bali telah melakukan rapat koordinasi persiapan pengendalian pasokan dan harga menjelang Galungan dan Kuningan, yaitu melalui kegiatan operasi pasar yang lebih sering dengan skala yang lebih luas.
Kemudian pemberian subsidi ongkos angkut komoditas pangan, peningkatan kerja sama antar daerah (KAD) untuk memenuhi kebutuhan pasokan pangan. Selanjutnya pemanfaatan anggaran dari Biaya Tak Terduga (BTT) APBD untuk program pengendalian inflasi di Provinsi Bali.
"Untuk memperkuat pelaksanaan operasi pasar, seluruh Perusda Pangan se-Bali melakukan kerja sama untuk saling melakukan jual beli komoditas pangan sesuai keunggulan tiap daerah," ujarnya.
Trisno menambahkan, inflasi di Provinsi Bali juga dapat dipicu karena peningkatan cukai rokok sebesar 10 persen yang berpotensi ditransmisikan pada harga rokok.
Berdasarkan rilis BPS Provinsi Bali pada Desember 2022, Provinsi Bali mengalami inflasi sebesar 0,48 persen (mtm) atau 6,20 persen (yoy). Secara bulanan, inflasi Desember 2022 meningkat dibandingkan bulan sebelumnya (0,28 persen, mtm), namun lebih rendah dibandingkan rata-rata inflasi Desember selama lima tahun terakhir (0,80 persen, mtm).
Terkendalinya inflasi Desember 2022 tidak terlepas dari upaya Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam menjaga kecukupan pasokan dan stabilitas harga di Bali.
Secara disagregasi, kelompok pangan bergejolak mengalami inflasi sebesar 2,10 persen (mtm), meningkat dibandingkan November sebesar 0,26 persen (mtm). Inflasi pangan bergejolak terutama disebabkan oleh kenaikan harga beras, cabai rawit, tomat, dan telur ayam ras.
Kelompok inflasi inti mengalami inflasi 0,18 persen (mtm) melambat dibandingkan bulan November sebesar 0,42 persen (mtm) yang bersumber dari kenaikan harga emas seiring kenaikan harga emas dunia. Selanjutnya kenaikan harga canang sari seiring dengan kenaikan permintaan untuk upacara keagamaan, dan kenaikan harga nasi beserta lauk akibat kenaikan harga beras dan telur ayam.
Sementara itu, kelompok administered prices (AP) mengalami inflasi sebesar 0,17 persen (mtm), meningkat dibandingkan bulan sebelumnya yang mengalami deflasi sebesar -0,22 persen (mtm). Inflasi pada administered prices terutama disebabkan oleh kenaikan tarif angkutan udara pada periode libur sekolah akhir tahun dan perayaan hari libur Natal dan Tahun Baru.