Harga Saham Batu Bara Rontok, Lebih Baik Serok atau Jual?

Investor dapat mempertimbangkan untuk menunggu dan memperhatikan saham sektor energi.

Akbar Nugroho Gumay/ANTARA
Investor memantau perdagangan saham melalui gawainya di Jakarta, Jumat (13/11/2020). Saham di sektor energi mengalami tekanan yang cukup tinggi di awal tahun 2023.
Rep: Retno Wulandhari Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Saham di sektor energi mengalami tekanan yang cukup tinggi di awal tahun 2023. Pada perdagangan sesi pertama Kamis (5/1/2023), secara sektoral saham-saham energi kembali jatuh lebih dari 3 persen.

Baca Juga


Pelemahan disebabkan jatuhnya saham komoditas batu bara. Saham emiten milik Boy Thohir, ADRO dan ADMR, kompak terkoreksi lebih dari 5 persen. Kemudian disusul ITMG yang anjlok 3 persen dan PTBA turun 2 persen. 

Analis Phintraco Sekuritas Rio Febrian mengatakan sentimen utama berasal dari Cina yang mempertimbangkan untuk melonggarkan larangan impor batu bara dari Australia. Hubungan kedua negara membaik setelah larangan lebih dari dua tahun.

"Hal ini menjadi sentimen negatif bagi sektor energi, terutama coal producers karena supply untuk China, salah satu konsumen terbesar batubara di dunia, bertambah," jelas Rio kepada Republika.co.id, Kamis (5/1/2023).

Di sisi lain, Rio melihat, pemulihan aktivitas manufaktur di Eropa dan Amerika Serikat serta penurunan kasus baru Covid-19 di China yang dikatalisasi dengan rencana pelonggaran restriksi Covid-19 bisa menjadi sentimen positif untuk sektor ini. Jika kondisi ini tercapai sebelum April 2023, Rio yakin harga batu bara kemungkinan masih akan terjaga.

Dari sisi performa, lanjutnya, sejumlah emiten di sektor energi mencatatkan pertumbuhuan pendapatan dan laba yang tinggi hingga September 2022. Salah satunya adalah ADRO mencatatkan kenaikan pendapatan sebesar 145 persen yoy menjadi Rp 90,16 triliun 

Sedangkan laba bersih ADRO naik lebih tinggi yakni 381 persen yoy menjadi Rp 29,02 triliun. Secara rasio harga, ADRO diperdagangkan dengan PER sebesar 2,73x dan PBV sebesar 1,19x pada Rabu (4/1).

Emiten lainnya adalah ITMG yang membukukan pertumbuhan pendapatan sebesar 111 persen yoy menjadi Rp 39,89 triliun hingga September 2022. Sedangkan, laba bersih naik 251 persen yoy menjadi Rp 13,63 triliun pada periode yang sama. Sampai kemarin ITMG diperdagangkan dengan PER sebesar 2,33x dan PBV sebesar 1,43x.

"Secara sektoral, Sektor Energi mencatatkan PER sebesar 6,49x dan PBV sebesar 1,34x per November 2022. PER dan PBV Sektor Energi tersebut relatif rendah dibandingkan PER dan PBV mayoritas sektor yang ada di Bursa. PER dan PBV rendah tersebut didorong dari kenaikan laba bersih dari emiten di sektor energi," jelas Rio.

Menurut Rio, investor dapat mempertimbangkan untuk menunggu dan memperhatikan saham sektor energi, dengan mencermati sejumlah sentimen diatas. Sentimen diatas berpotensi mempengaruhi pergerakan harga batubata global, yang akan berdampak pada emiten energi.

Di sisi lain, harga batu bara berpotensi cenderung termoderasi pada tahun 2023. Mengingat efek commodity supercycle sejak 2020-2021, harga batu bara cenderung mulai mereda serta sejumlah negara sudah mulai fokus investasi dalam proyek energi terbarukan.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler