China Minta AS tak Politisasi Pandemi
AS sebut China tidak transparan dalam memberikan data perkembangan terbaru COVID-19.
REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- China meminta Amerika Serikat (AS)menghentikan politisasi pandemi COVID-19 yang terjadi di negara berpenduduk terbanyak di dunia itu dalam beberapa waktu terakhir.
"Akhir-akhir ini kami mengamati beberapa orang di AS berkomentar tentang penyesuaian kebijakan anti pandemi di China," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri ChinaMao Ning di Beijing, Rabu (4/1).
Pernyataan diplomat China tersebut disampaikan untuk menanggapi juru bicara Kementerian Luar Negeri AS Ned Price yang menyatakan bahwa China tidak transparan dalam memberikan data perkembangan terbaru COVID-19.
Menjelang akhir Desember 2022, otoritas China memang memutuskan untuk tidak mengumumkan data perkembangan kasus COVID-19 seiring dengan dicabutnya aturan-aturan pembatasananti pandemi.
"Kami juga memperhatikan banyak orang mengatakan jika AS tidak mempolitisasi pandemi dan memperlakukannya secara bertanggung jawab serta mengutamakan keselamatan masyarakat seperti yang dilakukan pemerintah China, mungkin situasi COVID di AS dan seluruh dunia tidak akan menjadi seperti sekarang ini," ucap Maoyang balik menuduh.
Mao menegaskan bahwa pemerintah China telah mengambil kebijakan dan melakukan tindakan yang bertanggung jawab dengan memprioritaskan keselamatan nyawa warganya dan mendukung solidaritas global melawan pandemi guna memulihkan perekonomian dunia.
"Kami sangat berharap fokus terhadap penanggulangan virus daripada mempolitisasi masalah COVID dan berharap negara-negara lain dapat meningkatkan solidaritas dan melakukan upaya bersama memerangi pandemi sejak dini," katanya.
Menurut dia, PemerintahChina juga telah melakukan lebih dari 60 kali pertemuan teknis dengan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), bahkan dua di antaranya dilakukan setelah China melonggarkan kebijakan anti pandemi pada 7 Desember lalu.
Pihaknya juga terus menginformasikan data genom virus pada Global Initiative on Sharing Avian Influenza Data (GISAID) secara berkala.
Beberapa negara, seperti AS, Jepang, Korea Selatan, dan Malaysia mewajibkan para pelaku perjalanan dari China untuk menunjukkan hasil tes negatif PCR.
"Pakar kesehatan dari berbagai negara justru mengatakan bahwa membatasi orang yang masuk suatu negara dengan menargetkan warga China seharusnya tidak perlu dilakukan," kata Mao menanggapi kebijakan berbagai negara tersebut.