Pengamat: Ini 3 Manfaat yang Dinikmati Palm Co Setelah IPO
Ada 12 Pabrik Pengolahan Sawit (PKS) milik PTPN Group yang akan dikelola Palm Co.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peluang Palm Co meningkatkan kapasitas bisnis akan lebih kuat setelah menjadi perusahaan terbuka. Perusahaan akan mendapatkan dana segar dari investor dan wajib mengikuti standar tata kelola yang diawasi publik dan regulator pasar saham.
Pengamat BUMN dari Universitas Indonesia (UI) Toto Pranoto mengatakan, dengan menjadi perusahaan terbuka, Palm Co memiliki harapan untuk dapat tumbuh menjadi entitas bisnis BUMN yang lebih besar di masa mendatang.
"Jadi, Palm Co punya harapan tumbuh besar ke depan dengan status sebagai anak usaha BUMN," ujar Toto Pranoto, dalam keterangannya yang diterima Republika.co.id, merespons pertanyaan soal rencana IPO Palm Co, sub holding PTPN Group (BUMN Bidang Perkebunan) tahun ini, Jumat (6/1/2023).
Toto memaparkan, dengan menjadi perusahaan terbuka, ada tiga manfaat yang akan bisa dinikmati Palm Co. Pertama, mendapatkan dana segar dari penawaran saham perdana initial public offering atau (IPO) yang dibutuhkan untuk ekspansi bisnis.
"Dengan menjadi perusahaan terbuka, maka beberapa advantage bisa dinikmati BUMN atau anak BUMN. Pertama mendapatkan dana segar IPO yang dibutuhkan untuk ekspansi usaha," terangnya.
Kedua, setelah menjadi perusahaan terbuka, maka kualitas tata kelola perusahaan akan semakin baik karena ada standar transparansi dan pengawasan dari pemegang saham maupun dari regulator secara berkala.
Dengan demikian, Palm Co tidak akan mudah diintervensi oleh pihak manapun yang dapat menggangu dan membebani kinerja keuangan perusahaan.
"Menjadi perusahaan terbuka berarti akan meningkatkan kualitas governance perusahaan, sehingga intervensi dari pihak manapun bisa lebih diminimalisir," ujar Toto.
Manfaat ketiga, sebagai perusahaan terbuka kinerja Palm Co akan terus dituntut tetap prima agar tidak ditinggalkan investor. Kegiatan perusahaan dilakukan secara terbuka dengan melaporkan aksi korporasi dan laporan keuangan kepada publik secara berkala.
"Sebagai perusahaan terbuka akan dituntut performance yang prima, sehingga akan terus dilirik investor," tambahnya.
Dia mengatakan, Palm Co yang merupakan hasil konsolidasi dari unit bisnis sawit di anak usaha PTPN Group akan bekerja lebih lincah karena bisa mandiri, mulai dari perencanaan bisnis hingga pelaksanaannya.
"Pembentukan Palm Co adalah upaya percepatan langkah sub holding PTPN menjadi perusahaan yang lebih agile. Dengan kemandirian yang dimiliki maka banyak corporate action yang bisa dilakukan dengan lebih cepat dan dinamis," jelasnya.
Namun, dia menambahkan, Palm Co juga memiliki tantangan karena hanya memegang sekitar 10 persen saja total lahan sawit nasional. Namun, dana IPO dinilai dibutuhkan untuk melakukan penanaman kembali lahan yang sudah tidak produktif.
Selain itu, hasil IPO dapat digunakan untuk bisnis hilirisasi. Salah satu program hilirisasi Palm Co adalah mengembangkan Energi Terbaukan (ET) dari minyak sawit mentah (CPO), sejalan dengan arah kebijakan energi dan pembangunan berkelanjutan Pemerintah.
"Palm Co bukan pemain terbesar. Keperluan IPO tentu juga terkait rencana replanting tanaman produktif dan program hilirisasi. Perlu performa bagus, setelah jadi Tbk. Supaya dianggap semenarik emiten sawit lain, seperti Grup Salim, Sinarmas atau Wimar," tuturnya.
Sebelumnya, Wakil Menteri BUMN I Pahala Nugraha Mansury mengatakan, Palm Co, sub holding PTPN Group, akan mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia tahun ini. Target dana yang akan diperoleh dari IPO sekitar Rp 5 triliun hingga Rp 10 triliun.
Ke depan, kata dia, lahan sawit PalmCo ditargetkan meningkat menjadi 700 ribu hektare dan akan ditambah lagi menjadi 1,1 juta hektare. Saat ini, setidaknya ada 12 Pabrik Pengolahan Sawit (PKS) milik PTPN Group yang akan dikelola oleh Palm Co.