Kisah Habib Husein al-Haddad Memuliakan Sopir seperti Imam Besar
Siapa bertamu ke rumah Habib Husein al-Haddad, sopir sekalipun, akan dimuliakan.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kisah tentang al-‘Alim Habib Husein al-Haddad selalu menarik diketahui. Waliyullah kelahiran Geidun Yaman tersebut adalah pendakwah yang masyhur di Indonesia.
Beberapa hari lalu, banyak orang memperingati haulnya. Mereka mempelajari keteladanan sang alim.
Kisah tentang Habib Husein al-Haddad kali ini disampaikan oleh Prof Muhammad bin Hasan bin Muhammad Baharun, seorang guru besar sosiologi agama. Ayah Prof Muhammad adalah teman Habib Husein. Bahkan ketika istri Habib Hasan mengandung, Habib Husein sudah berpesan, nanti kalau si bayi lahir, namakan Muhammad. Habib Husein seakan sudah mengetahui bahwa bayi yang dikandung adalah lelaki. “Padahal era 40-an ketika itu belum ada alat USG,” imbuh Prof Muhammad.
Suatu hari, rumah Habib Husein di Jombang didatangi rombongan tamu. Mereka disambut oleh Habib Husein dengan penuh suka cita. Di tengah pembicaraan, Habib Husein bertanya, apakah semua rombongan tamu sudah masuk ke rumah. Kemudian ada tamu menjawab, semua sudah berada di dalam rumah, kecuali sopir. “Sopir sudah mendapatkan uang saku untuk beli makanan dan keperluan di luar sana ya habib,” kata seorang tamu.
Lalu Habib Husein tidak terima dengan penjelasan itu. Dia meminta si tamu untuk memanggil masuk si sopir. Setelah itu, pembicaraan dan ramah tamah berlanjut.
Namun, Habib Husein bertanya lagi, apakah si sopir sudah masuk ke dalam rumah bersama tamu yang lain. Setelah dicek ternyata belum. Habib Husein sampai bertanya, “Kamu atau saya sendiri yang akan memanggil dia ke sini.” Mendengar perkataan itu, jalanlah seorang tamu di dalam rumah memanggil sang sopir.
Si sopir yang sedang menunggu mobil terkejut ketika mengetahui dipanggil Habib Husein memanggilnya. Ada apa gerangan. Jalanlah dia ke dalam rumah Habib Husein.
Begitu sampai ke dalam rumah. Habib Husein menyambutnya, menyalaminya, dan menghormatinya seperti tamu yang lain. Kemudian Habib Husein memanggilnya ke dalam rumah. Di sana dia memberikan sabun, handuk, baju, dan sarung, kepada si sopir. Kemudian si sopir membersihkan diri.
Sementara itu, terdengarlah kumandang adzan, waktu shalat zuhur tiba. Semua orang di sana berdiri memenuhi ruang tengah.
Kemudian datanglah si sopir tadi masuk ke dalam ruang tamu bersama yang lain. Habib Husein memerintahkan seorang tamu mengumandangkan iqamah.
Lalu siapa yang jadi imam? Habib Husein memerintahkan si sopir yang baru saja membersihkan badan tadi untuk menjadi imam. Dia terkaget, tak terbayangkan dirinya menjadi imam shalat dengan makmum para majikan dan Habib Husein sang alim. Belum lagi kapasitas ilmunya yang terbatas. Si sopir menolak.
Namun Habib Husein tetap menyuruh si sopir untuk menjadi imam. “Ini shalat zuhur. Bacaan imam tidak keras. Kamu tetap jadi imam,” kata Habib Husein. Akhirnya si sopir mau mengimami mereka.
“Begitulah cara Habib Husein yang dikenal rendah hati dan enggan menampilkan diri (khumul) memuliakan tamu,” kata Prof Muhammad Baharun.
Tamu si sopir tadi, oleh Habib Husein, diposisikan sebagai orang mulia semisal imam besar yang memimpin ulama.