Kelelahan Terus-menerus Bisa Jadi Tanda Diabetes Tipe 1

Tak hanya genetik, faktor lingkungan juga 'terlibat' pada kondisi diabetes seseorang.

www.freepik.com
Lelah terus-menerus bisa jadi tanda diabetes tipe-1. (ilustrasi)
Rep: Desy Susilawati Red: Qommarria Rostanti

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Apakah Anda sering merasa kelelahan? Waspadalah, kelelahan yang terjadi terus-menerus bisa jadi tanda Anda menderita diabetes tipe 1.

Baca Juga


The American Diabetes Association menyatakan, pada 2019 hampir 1,9 juta orang Amerika menderita diabetes tipe 1 termasuk sekitar 244 ribu anak-anak dan remaja. Menurut data yang dirilis Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat (AS) pada 2020, angka diabetes tipe 1 terus meningkat.

Dr Jennifer Sherr dari Yale Medicine Pediatrics, Pediatric Endocrinology & Diabetes,  mengatakan, diabetes tipe 1 adalah kondisi autoimun. Artinya, tubuh menyerang sel beta pankreas yang memproduksi insulin. Hal ini membuat seseorang dengan diabetes tipe 1 bergantung pada insulin yang diberikan secara eksogen.

"Sebelumnya dikenal sebagai diabetes remaja, baik anak-anak maupun orang dewasa dapat didiagnosis dengan kondisi tersebut," ungkapnya seperti dilansir laman Eat This Not That, Senin (9/1/2023).

Dokter Sherr menjelaskan karena tubuh seseorang tidak membuat cukup insulin (tipe 1) atau memiliki resistensi insulin yang menyebabkan kadar glukosa darah tinggi (tipe 2), gejala serupa terlihat. Ini termasuk sering buang air kecil (termasuk kebutuhan untuk bangun semalaman untuk buang air kecil).

Gejala lainnya yakni meningkatnya rasa haus, kelelahan, penurunan berat badan, sakit perut, mual, atau muntah, serta meningkatnya rasa lapar dan sakit kepala. "Terutama jika seseorang mengalami peningkatan rasa haus atau buang air kecil, mereka harus dievaluasi untuk diabetes," ujarnya.

Chief Pharmacotherapy Officer di Tabula Rasa HealthCare, Robert Alesiani, mengatakan, tanda-tanda yang harus diperhatikan sebagai diabetes adalah meningkatkan rasa haus, peningkatan buang air kecil, meningkatnya rasa lapar, penglihatan kabur, penurunan berat badan, iritabilitas atau agitasi serta peningkatan perasaan sedasi.

Studi yang diterbitkan di National Library of Medicine menyatakan, faktor genetik saja tidak dapat menjelaskan peningkatan kejadian yang begitu cepat. Oleh karena itu, faktor lingkungan harus terlibat.

Faktor gaya hidup secara klasik dikaitkan dengan diabetes tipe 2. Namun, ada data yang mengimplikasikan obesitas dan resistensi insulin terhadap diabetes tipe 1 juga (hipotesis akselerator).

Kolesterol juga telah terbukti berkorelasi dengan kejadian diabetes tipe 1. Ini mungkin dimediasi oleh efek imunomodulator kolesterol.

Ada minat yang cukup besar pada faktor kehidupan awal, termasuk pola makan ibu, cara persalinan, pemberian makan bayi, pola makan masa kanak-kanak, paparan mikroba (hipotesis kebersihan), dan penggunaan antimikroba pada anak usia dini. Jarak dari laut baru-baru ini terbukti berkorelasi negatif dengan kejadian diabetes tipe 1. Kurangnya paparan sinar matahari dan kadar vitamin D yang rendah dipandang sebagai faktor yang berkontribusi terhadap peningkatan diabetes tipe 1.

Selain itu, mikrobioma usus juga menjadi perhatian. Studi tersebut menyatakan mikrobiom dipengaruhi oleh banyak faktor yang disebutkan di atas.

Memiliki diabetes tipe 1 berarti individu dengan kondisi tersebut dan keluarganya perlu mempertimbangkan berbagai faktor untuk menjaga kadar glukosa mereka tetap stabil. Makanan yang mereka makan, aktivitas fisik, dan stres; semuanya dapat membuat glukosa lebih bervariasi.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler