Kasus Kekerasan Seksual Terus Berlanjut,  Anggota Dewan: Masyarakat Jangan Takut Melapor

Kasus kekerasan seksual yang dilaporkan hanyalah puncak gunung es

istimewa
Anggota Komisi VIII DPR Fraksi PKB, MF Nurhuda Y, mengecam keras pencabulan yang dilakukan oknum guru rebana di Kabupaten Batang, Jawa Tengah berinisial M (28 tahun) yang diduga telah menyodomi puluhan anak didiknya. Sebelumnya oknum guru agama berinisial AM (33 tahun) melakukan pencabulan terhadap 13 siswi sekolah menengah pertama (SMP) di Kecamatan Gringsing, Kabupaten Batang, Jawa Tengah.
Rep: Febrianto Adi Saputro Red: Ichsan Emrald Alamsyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi VIII DPR Fraksi PKB, MF Nurhuda Y, mengecam keras pencabulan yang dilakukan oknum guru rebana di Kabupaten Batang, Jawa Tengah  berinisial M (28 tahun) yang diduga telah menyodomi puluhan anak didiknya. Sebelumnya oknum guru agama berinisial AM (33 tahun) melakukan pencabulan terhadap 13 siswi sekolah menengah pertama (SMP) di Kecamatan Gringsing, Kabupaten Batang, Jawa Tengah. 


"Ini kejadian yang berulang, sebelumnya ada oknum Guru juga yang melakukan kejahatan seksual di Kabupaten Batang Jawa Tengah. Sekarang terjadi lagi, ini harus ditindak tegas," kata Nurhuda dalam keterangan tertulisnya, Ahad (8/1).

Ia mempertanyakan disahkannya UU TPKS beberapa waktu lalu yang dinilai tak membuat pelaku jera. Terlebih pelaku berada di lingkungan agama.

"Kenapa orang tidak jera juga? Lalu fungsinya UU TPKS apa? Pelakunya orang-orang yang berada di lingkungan agama pula," ungkapnya.

Ia meminta agar pemerintah segera mengimplementasikan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) Nomor 12 Tahun 2022. Demi melindungi perempuan dan anak korban kekerasan seksual di lingkungan sekolah maupun tempat pendidikan.

"Pemerintah seharusnya segera mengimplementasikan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dengan memberikan perlindungan serta pemulihan terhadap anak-anak korban kekerasan seksual," ujarnya.

"Termasuk membuat regulasi turunannya untuk melindungi perempuan dan anak korban kekerasan seksual di lembaga pendidikan," imbuhnya.

Nurhuda mengungkapkan, berbagai kasus kekerasan seksual yang dilaporkan merupakan puncak gunung es. Sebab, kata Nurhuda, umumnya kasus-kasus kekerasan di lingkungan pendidikan cenderung tidak diadukan. 

"Ada relasi kuasa yang timpang antara pelaku dan korban, sehingga korban cenderung diam atau tidak berani melaporkan kasusnya. Bisa jadi, si anak malu atau takut jika bercerita atau melapor maka gurunya mengancam tidak memberi nilai di rapor," tuturnya.

Kehadiran UU TPKS memberikan ruang yang lebih mudah bagi korban dan masyarakat untuk melaporkan jika terjadi tindak kekerasan seksual. Ia berpesan agar korban tak takut untuk melapor.

"Jangan takut melapor, laporkan saja. UU TPKS memberikan jaminan bagi korban dan pelapor untuk mendapatkan perlindungan dari aparat kepolisian. Selain itu ada jaminan melindungi korban dan pelapor dari kemungkinan ancaman dari pelaku maupun pihak-pihak lain yang ingin menghalang-halangi upaya pencarian keadilan," tegas Nurhuda.

Ia menuturkan dengan melapor, maka bisa memberi efek jera bagi pelaku sekaligus menjadi tindakan antisipatif bagi yang lain. 

Dengan melapor, korban akan mendapatkan hak-haknya, karena UU TPKS bukan hanya memberikan perlindungan tetapi juga upaya-upaya atau pemulihan bagi korban kekerasan seksual. Ia juga mendorong pemerintah memberikan perlindungan dan pemulihan kepada korban. 

"Negara harus memastikan ketersediaan layanan konseling dan psikologis bagi korban, anggaran untuk jasa konselor termasuk rehabilitasi sosial bagi korban," ungkapnya.

Diberitakan sebelumnya, jumlah korban pencabulan guru rebana di Kabupaten Batang Jawa Tengah hari ini bertambah menjadi 21 anak. Polisi menyebut 12 laporan telah mengaku disodomi oknum guru Rebana berinisial M (28) tersebut pada Ahad (8/1) kemarin. 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler