Israel Ubah Menara Waduk Palestina Menjadi Pos Pengamatan Militer
Tentara Israel mendobrak pintu utama menara dan mengambil alih atapnya.
REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Pasukan pendudukan Israel mengubah atap menara waduk utama di Desa Khirbet Jubara, dekat Tulkarem di wilayah pendudukan Tepi Barat menjadi pos pengamatan militer. Kantor berita Wafa pada Senin (9/1/2023) melaporkan, kepala dewan desa, Raed Mahmoud, mengatakan, tentara Israel mendobrak pintu utama menara dan mengambil alih atapnya.
Mahmoud mengatakan, pasukan Israel memantau pergerakan pekerja Palestina yang mencoba mencapai tempat kerja mereka di Israel selama tiga jam. Langkah ini mengikuti serangan tentara di pinggiran Kota Shweika di Tulkarem, saat fajar, di mana Siddeeq Abu Shaham yang berusia 17 tahun diculik dari rumahnya.
Penduduk setempat mengatakan, tentara Israel juga menyerang mereka dengan gas air mata yang mengakibatkan beberapa orang mengalami luka serius.
Selama beberapa bulan terakhir terjadi peningkatan jumlah serangan Israel di wilayah pendudukan Tepi Barat oleh pasukan keamanan maupun pemukim Yahudi. Bahkan terkadang pemukim Yahudi berbalik melawan pasukan keamanan Israel.
Pasukan pendudukan Israel menghancurkan 950 rumah Palestina dan menyita lebih dari 113.000 dunam (113 kilometer persegi) tanah sepanjang 2022. Langkah ini dilakukan dalam upaya untuk memperluas permukiman ilegal Yahudi di wilayah pendudukan Tepi Barat dan Yerusalem Timur.
Berdasarkan laporan The Land Research Centre yang beroperasi di Palestina, pasukan Israel telah membakar, merusak, atau menyerang 18.900 pohon, kebanyakan pohon zaitun milik Palestina. Laporan tersebut mencatat bahwa 65 rumah dihancurkan oleh pemiliknya atas perintah pasukan pendudukan Israel. Sementara seeekitar 66 sumur juga dihancurkan selain 3.707 dunum (3,7 kilometer persegi) tanah dan padang rumput.
"Pendudukan Israel mengeluarkan 114 rencana pemukiman baru di tanah Palestina, serta memulai pembangunan lebih dari setengahnya dan membangun sekitar 2.220 unit rumah baru untuk para pemukim," ujar laporan itu.
The Land Research Centre memperingatkan, semua tindakan ini mengkonfirmasi bahwa pemerintah Israel telah memutuskan untuk menghancurkan semua perjanjian dan memaksakan realitas baru di lapangan. Israel membuat solusi dua negara tidak mungkin tercapai.