CIPS: Subsidi Logistik Pangan tak Selesaikan Masalah Harga
Kebijakan subsidi logistik dinilai hanya kebijakan jangka pendek.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menilai, kebijakan subsidi logistik untuk transportasi pangan hanya merupakan kebijakan jangka pendek dan tidak menyelesaikan persoalan tingginya harga pangan.
“Memitigasi tingginya harga pangan dengan subsidi logistik tidak bisa dilakukan secara terus menerus. Pemerintah perlu menyasar solusi jangka panjang yang lebih efektif,” kata Peneliti CIPS, Mukhammad Faisol Amir, dalam keterangan tertulisnya, Kamis (12/1/2023).
Ia melanjutkan, kebijakan pemerintah dengan memberikan subsidi logistik pangan memang membantu mengurangi beban kenaikan harga pangan pada level konsumen sehingga harga akan cenderung stabil. Namun yang perlu diingat kebijakan itu hanya dapat dilakukan dalam jangka pendek, mengingat masih banyak pekerjaan rumah dalam persoalan logistik di Indonesia. Kebijakan subsidi logistik juga tidak bisa dilakukan terus-menerus, selain membebani anggaran pemerintah, terlebih, pemerintah pusat telah meminta kontribusi pemerintah daerah dari dana APBD sebesar 2 persen, akan menimbulkan masalah lain. Misalnya, daerah-daerah dengan APBD kecil akan cenderung memilih menyuplai bahan makanan dengan ongkos logistik yang lebih murah.
"Konsekuensinya, diversifikasi pangan akan sulit dicapai dan hal ini dapat memicu kelangkaan pada komoditas-komoditas tertentu di daerah-daerah yang tidak menjadi sentra produksi," ujarnya.
Padahal, diversifikasi pangan memungkinkan konsumen mengakses berbagai komoditas pangan dan hal ini diharapkan turut serta dalam memperbaiki status gizi konsumen dalam jangka panjang. Ia menjelaskan, struktur harga pangan di Indonesia dipengaruhi oleh biaya logistik yang masih cukup besar. Tercatat, biaya logistik pangan di Indonesia menyumbang hingga 41 persendari total harga pangan di level konsumen, terutama untuk bahan makanan impor.
Faisol menyebut, pembangunan infrastruktur yang menghubungkan daerah-daerah di Indonesia merupakan sebuah solusi jangka panjang yang dapat berkontribusi untuk mengurangi biaya logistik. Selain itu, tantangan geografis Indonesia yang merupakan negara kepulauan dengan risiko cuaca ekstrim juga turut menghambat distribusi pangan.
Ia menyarankan beberapa langkah yang dapat dilakukan pemerintah dalam kapasitasnya sebagai regulator, investor infrastruktur, dan pembuat kebijakan. Pertama adalah dengan menyediakan infrastruktur dengan peningkatan konektivitas antar daerah di Indonesia perlu dilakukan dalam jangka panjang, sehingga dapat menciptakan rantai pasok yang resilience. Selanjutnya adalah mendorong investasi dalam pengelolaan pelabuhan yang modern juga perlu dipikirkan untuk membuat biaya logistik menjadi efisien.
Pembangunan infrastruktur sendiri juga akan meningkatkan daya tarik investasi pada sektor pertanian. Memperbaiki dan menyediakan infrastruktur yang memadai, termasuk jalan raya, pelabuhan, dan akses listrik, di luar Pulau Jawa, dalam jangka panjang dapat memunculkan peluang investasi, baik pada sektor pertanian maupun sektor strategis lainnya.
Lahan berskala besar untuk usaha pertanian hanya tersedia di luar Jawa, dimana infrastruktur masih sangat kurang. Tidak semua investor bersedia untuk membangun sendiri infrastruktur yang dibutuhkan untuk mendukung usaha mereka.