Rupiah Menguat Tajam Seiring Ekspektasi Pengenduran Kenaikan Bunga Fed
Rupiah diproyeksi bergerak di kisaran Rp 15 ribu- Rp 15.300 per dolar AS.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nilai tukar (kurs) rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Jumat (15/1/2023) pagi menguat tajam seiring ekspektasi pelaku pasar terhadap pengenduran kenaikan suku bunga bank sentral AS, Federal Reserve (Fed), usai rilis data inflasi Amerika Serikat (AS).
Rupiah pagi ini menguat 119 poin atau 0,77 persen ke posisi Rp15.220 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya Rp 15.339 per dolar AS.
"Rupiah berhasil melanjutkan penguatan didorong oleh laporan inflasi AS yang turun ke level 6,5 persen. Hal ini menguatkan sentimen pengenduran suku bunga The Fed," kata Analis Indonesia Commodity and Derivatives Exchange (ICDX) Revandra Aritama saat dihubungi di Jakarta, Jumat (13/1/2023).
Inflasi AS pada Desember 2022 melambat menjadi 6,5 persen (yoy) dari bulan sebelumnya 7,1 persen (yoy). Perlambatan itu sesuai dengan ekspektasi pasar. Selain itu inflasi inti juga melambat menjadi 5,7 persen (yoy) dibandingkan sebelumnya enam persen (yoy).
Macro Equity Strategist Samuel Sekuritas Lionel Priyadi dalam kajiannya mengatakan di satu sisi perlambatan tersebut menumbuhkan optimisme investor terhadap potensi pembalikan arah kebijakan The Fed dari saat ini akan mempertahankan suku bunga di 5,25 persen hingga awal 2024 menjadi pemangkasan suku bunga mulai kuartal IV 2023.
Akan tetapi di sisi lain investor khawatir perlambatan tersebut dapat kehilangan momentum karena inflasi sektor jasa yang masih tinggi.
"Secara keseluruhan kami melihat perlambatan inflasi sebagai momentum bagi The Fed untuk memperlambat laju kenaikan suku bunga menjadi 25 bps pada 1 Februari mendatang dari 50 bps pada Desember 2022," ujar Lionel.
Sementara itu inflasi China pada Desember 2022 naik menjadi 1,8 persen (yoy) dari bulan sebelumnya 1,6 persen (yoy). Inflasi PPI China tercatat berbalik menjadi nol persen dari sebelumnya deflasi 0,2 persen (yoy).
Menurut Lionel, naiknya tingkat inflasi di China merupakan pertanda positif bagi perekonomian negara yang sedang mengalami transisi hidup bersama COVID-19 dari sebelumnya menerapkan penguncian atau lockdown ketat.
Akan tetapi pernyataan dari pejabat-pejabat WTO mengenai under countingtingkat kematian akibat COVID-19 di China berpotensi mempersulit prediksi kapan proses transisi hidup bersama COVID-19 di China akan berakhir.
Selain itu tindakan retaliasi Pemerintah China kepada Jepang dan Korea Selatan karena mewajibkan tes COVID-19 negatif bagi pelancong dari China yang akan masuk ke kedua negara tersebut, berpotensi meningkatkan risiko bagi investor dan pebisnis asing yang berinvestasi di China.
"Kami berpandangan arus masuk modal ke China masih akan didominasi oleh para investor China yang sebelumnya mengalihkan kekayaan mereka ke Singapura. Investor asing masih akan bersikap hati-hati menyikapi peluang di China," kata Lionel.
Revandra memperkirakan hari ini akan bergerak di kisaran Rp 15.000 per dolar AS hingga Rp 15.300 per dolar AS.
Pada Kamis (12/1) lalu rupiah menguat 143 poin atau 0,92 persen ke posisi Rp 15.339 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya Rp 15.482 per dolar AS.