Terjebak dalam Majelis Ghibah, Apa yang Harus Dilakukan?
Ghibah merupakan akhlak tercela yang merusak silaturahim.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Saat sedang ikut berkumpul bersama orang-orang, sering kali pembicaraannya berisi ghibah atau menggunjing. Lantas bagaimana sikap sebaiknya seorang Muslim dalam merespons perkumpulan yang sedang melakukan ghibah atau pergunjingan itu?
Ulama Imam Nawawi dalam Al-Adzkaar Al-Nawawiyyah menyampaikan, ghibah tidak hanya haram bagi yang membicarakannya, tetapi juga bagi yang mendengarnya atau menyetujuinya. Maka, ketika mendengar orang yang sedang ghibah, wajib mencegahnya selama tidak ada kekhawatiran menimbulkan mudharat akibat pencegahan yang dilakukannya.
Jika merasa khawatir, maka wajib mengingkari dengan hati dan meninggalkan perkumpulan atau majelis tersebut bila memang bisa meninggalkannya. Kalau mampu mengingkari pembicaraan ghibah dengan lisan, misalnya dengan mengalihkan pembicaraan, maka itulah yang harus dilakukan.
Namun, kalau pun sudah mencegah perbuatan ghibah dengan lisan tetapi sebetulnya dalam hati terdapat keinginan agar ghibah itu terus berlangsung, maka ia tidak lepas dari dosa, sebagaimana pendapat Abu Hamid Al-Ghazali.
Dalam kondisi di mana seorang Muslim tidak bisa meninggalkan pembicaraan ghibah karena terpaksa, dan tidak mampu mencegah atau sudah dicegah tetapi tidak diterima, maka cara untuk mengelaknya adalah dengan berzikir kepada Allah SWT dalam hati, atau memikirkan hal lain supaya tidak mendengarnya. Ketika datang kesempatan untuk keluar dari perkumpulan yang masih melakukan ghibah, maka wajib meninggalkannya.
Allah SWT berfirman, "Apabila engkau (Muhammad) melihat orang-orang memperolok-olokkan ayat-ayat Kami, maka tinggalkanlah mereka hingga mereka beralih ke pembicaraan lain. Dan jika setan benar-benar menjadikan engkau lupa (akan larangan ini), setelah ingat kembali janganlah engkau duduk bersama orang-orang yang zalim. (QS Al An'am ayat 68)
Imam Nawawi dalam penjelasannya juga mengutip sebuah syair yang berisi nasihat untuk menjaga telinga dari sesuatu yang buruk. Sebagaimana berikut ini:
"Peliharalah telingamu dari hal-hal yang buruk, seperti memelihara lisan dari ucapan-ucapan buruk. Sungguh di kala mendengar hal buruk maka tak beda dengan si pengucapnya. Camkan baik-baik!"