PPATK Ungkap 7 Modus Pelanggaran Dana Kampanye Capres Hingga Caleg
Capres-cawapres hanya boleh menerima dana sumbangan Rp 2,5 miliar - Rp 25 miliar.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkap tujuh modus pelanggaran aturan pengumpulan dana kampanye yang biasa dilakukan kontestan pemilu. Modus-modus ini melanggar Peraturan KPU (PKPU) Nomor 34 Tahun 2018 tentang Dana Kampanye.
“Modus pertama adalah, adanya penerimaan dana kampanye yang melebihi batasan sumbangan dana kampanye dari pihak lain perseorangan dengan memecah-mecah transaksi sumbangan,” ujar Deputi Pelaporan dan Pengawasan Kepatuhan PPATK, Maimirza, dalam Rapat Koordinasi Tahunan PPATK di sebuah hotel di Jakarta, Kamis (19/1/2023).
Untuk diketahui, PKPU 34 menyatakan, capres-cawapres hanya boleh menerima dana sumbangan dari perseorangan maksimal Rp 2,5 miliar, dan maksimal Rp 25 miliar dari kelompok atau perusahaan. Ketentuan sama berlaku bagi calon anggota DPR dan DPRD.
Sedangkan calon anggota DPD hanya boleh menerima dana sumbangan dari perseorangan maksimal Rp 750 juta, dan maksimal Rp 1,5 miliar dari kelompok atau perusahaan. Semua dana kampanye yang diterima capres-cawapres, caleg, dan calon anggota DPD itu harus melalui Rekening Khusus Dana Kampanye (RKDK).
Modus kedua adalah menerima dana sumbangan melalui rekening pribadi, bukan melewati RKDK. Transaksi via rekening pribadi ini dilakukan agar dana yang diterima bisa melebihi batas maksimal.
Ketiga, penyumbang dana menyerahkan uang secara tunai kepada kontestan pemilu. Dengan begitu, profil penyumbang tidak bisa diidentifikasi.
Keempat, modus pemanfaatan sarana rekening lainnya yang tidak terdaftar sebagai RKDK, tetapi digunakan untuk menampung dan menggunakan dana. “Mayoritas kondisi RKDK hanya untuk sarana penampungan dan kamuflase transaksi,” kata Maimirza.
Kelima, modus memanfaatkan koperasi untuk menghimpun dana kampanye memindahkan dana kampanye. Keenam, modus menggunakan petugas partai atau pihak ketiga di luar tim pemenangan sebagai pengelola dana, sehingga dananya tak tercatat sebagai sumbangan.
Ketujuh, modus penjualan valas dalam jumlah signifikan dari peserta pemilu maupun petugas partai. "Modus yang digunakan berupa Cash to Cash maupun Cash to Account," kata Maimirza.
Komisioner KPU RI Idham Holik mengatakan, pihaknya akan berupaya mencegah aliran dana ilegal masuk kepada kontestan Pemilu 2024 untuk kegiatan kampanye. Pihaknya juga berupaya mencegah praktik pencucian uang hasil kejahatan lewat peserta pemilu.
Upaya pencegahan kejahatan keuangan itu, kata Idham, dilakukan dengan cara bekerja sama dengan PPATK. KPU dan PPATK saling bertukar informasi terkait dana kampanye peserta pemilu.
"Kerja sama dengan PPATK dalam rangka untuk terus memastikan pemilu di Indonesia adalah pemilu berintegritas," ujarnya dalam kesempatan sama.