Warga di Sekitar Titik Longsor Jalan Arjuna Harus Tetap Waspada

Fenomena pergerakan tanah hingga kemarin masih terjadi.

Bowo Pribadi
Kepala Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Jawa Tengah, Sujarwanto Dwiatmoko (tengah), saat meninjau lokasi longsor Jalan Arjuna, di wilayah Dusun Bandungan, Desa Kalongan, Kecamatan Ungaran Timur, Kabupaten Semarang, Sabtu (28/1).
Rep: Bowo Pribadi Red: Yusuf Assidiq

REPUBLIKA.CO.ID, UNGARAN -- Warga yang bermukim dekat ‘mahkota’ longsor dan memutuskan Jalan Arjuna, di wilayah Dusun Bandungan, Desa Kalongan, Kecamatan Ungaran Timur, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, diminta tetap waspada.

Meski hasil pemantauan geologi di lokasi longsor belum ditemukan retakan-retakan baru yang mengarah ke permukiman mereka, namun fenomena geologi yang terjadi masih bisa menjadi ancaman di kemudian hari.      

Hal ini diungkapkan Kepala Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Jateng, Sujarwanto Dwiatmoko, saat meninjau lokasi longsor di Dusun Bandungan, Desa kalongan, Sabtu (28/1).

Ia mengatakan, Dinas ESDM Jateng telah melakukan upaya pengamatan dan penelitian. Setelah sekian kali melakukan pengamatan hampir setahun lalu untuk melihat pemicunya, tenyata jauh di kaki lereng longsoran ini ada sungai.

Maka penelitian diminta difokuskan ke lokasi tersebut. Namun fenomena pergerakan tanah hingga kemarin masih terjadi, sehingga Dinas ESDM minta agar diturunkan tim geolistrik air tanah.

Demikian halnya tim Departemen Geologi Undip juga diturunkan dengan metode pendugaan bawah tanah yang lebih presisi (tiga dimensi). Tetapi setelah didapatkan penampang pendugaan geolistrik nampak tingkat batuan dan lapukannya itu jenuh air.

Yang kedua, kejenuhan itu kemudian memunculkan air di permukaan batuan. “Itulah yang kemudian masih terus terjadi pergerakan tanah,” jelasnya.

Tetapi, lanjut Sujarwanto, setelah melihat ke arah kampung, maka target berikutnya setelah jalan memang sulit diselamatkan karena kondisinya masih seperti ini, mengamati jangan sampai terjadi ancaman kepada permukiman di sekitarnya.

Setelah diamati di permukiman terdekat di atas mahkota longsoran, tidak ada retakan. Artinya tidak ada pertumbuhan mahkota baru ke atasnya (arah permukiman). Ini bukan berarti safe (aman), tetapi ancaman terhadap wilayah permukiman di selatan longsoran ini rendah

“Makanya, tadi saya minta agar masyarakat berhati-hati untuk menjaga drainasenya agar tidak banyak mengimbuh air dan sekaligus tetap waspada karena ancaman longsor bisa saja terjadi,” tegasnya.

Untuk selanjutnya, tambah Sujarwanto, langkah yang akan dilakukan adalah mencari ketebalan dari tubuh longsoran dan akan dilakukan dewatering agar air tidak berhenti di tengah-tengah tubuh lereng yang sudah longsor.

“Itu yang sedang kita diskusikan bagaimana mengambil langkah penanganan di tubuh longsoran dan itu yang membutuhkan effort di sini,” jelasnya.

Disinggung kemungkinan Jalan Arjuna bakal putus permanen, ia menuturkan, jika penelitian ini sudah mengenali propertisnya lereng yang longsor, baik dari tipikal susunan stratigrafi, karakter dari masing-masing batuannya, akan bisa menentukan keberanian untuk memperbaiki kembali.

Tetapi kalau ternyata teknologinya terlalu tinggi, biayanya terlalu mahal, dan seterusnya, boleh jadi mencari alternatif jalur menjadi solusi yang lebih laik.

“Karena teknologi itu sebenarnya hanya pilihan, kita mau bayar mahal atau kalau memang sulit ditangani maka jalannya yang kita pindah, itu saja sebenarnya,” kata dia.


BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler