Asbisindo Optimistis Industri Perbankan Syariah Tumbuh Dua Digit
Asbisindo optimistis industri perbankan syariah tetap tumbuh dua digit.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo) optimistis industri perbankan syariah akan tetap tumbuh dua digit pada tahun ini. Hal tersebut sejalan dengan inklusi dan literasi perbankan syariah yang terus ditingkatkan.
“Kami optimistis industri perbankan syariah akan tumbuh double digit pada tahun ini, mengingat potensi Indonesia sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia. Terlebih lagi bila inklusi dan literasi makin ditingkatkan, maka industri perbankan syariah akan tumbuh positif,” kata Ketua Umum Asbisindo Hery Gunardi melalui siaran pers, Ahad (29/1/2023).
Sampai saat ini, tingkat literasi dan inklusi keuangan syariah di Indonesia tercatat mencapai 9,14 persen dan 12,12 persen. Angka ini masih jauh dibanding tingkat literasi dan tingkat inklusi keuangan nasional yang mencapai 49,68 persen dan 85,10 persen.
Di sisi lain, aktivasi produk dan layanan keuangan syariah di Indonesia sepanjang 2022 meningkat sejalan dengan peningkatan literasi yang dilakukan secara berkelanjutan. Hery menyampaikan, meski di tahun ini diprediksi memiliki banyak tantangan bagi sektor perbankan nasional, industri perbankan syariah terbukti resilient dan terus mengalami pertumbuhan positif serta solid di atas rata-rata industri perbankan nasional.
Per Agustus 2022, aset perbankan syariah mencapai Rp 745 triliun, tumbuh 17,31 persen secara year on year (yoy), sedangkan industri perbankan nasional tumbuh 9,14 persen. Dari sisi pembiayaan, industri perbankan syariah mencatat pembiayaan mencapai Rp 484 triliun, tumbuh 18,56 persen yoy, sedangkan industri perbankan nasional tumbuh 10,62 persen. Dari sisi perolehan dana pihak ketiga (DPK), industri perbankan syariah mencapai Rp 592 triliun, tumbuh 18,08 persen yoy.
Meski demikian, perbankan syariah harus berjuang lebih keras lagi untuk menghadapi tantangan di tahun ini karena menghadapi tingginya kenaikan bagi hasil serta likuiditas yang ketat. Tantangan lainnya yaitu keharusan konsolidasi dan digitalisasi.
“Berbagai tantangan tersebut harus dijawab dengan efisiensi proses bisnis, inovasi produk dan layanan sesuai kebutuhan masyarakat serta transformasi digital. Semua ini harus dikemas menjadi one stop solution yang mengakselerasi bisnis perbankan syariah di Indonesia,” ujarnya.
Seperti yang diamanatkan dalam UU P2SK, pengaturan terhadap perbankan dan perbankan syariah bertujuan untuk mempercepat proses konsolidasi sehingga perbankan Indonesia semakin berdaya saing. Selain itu, UU P2SK juga memperkuat pengaturan terkait bank digital dan pemanfaatan teknologi informasi oleh perbankan, memperkuat peran BPR/BPRS dalam menggerakkan perekonomian daerah dan mendukung pengembangan UMKM, serta memperluas cakupan kegiatan usaha perbankan syariah untuk menggerakkan ekonomi nasional.
Keadaan pascapandemi memberikan salah satu dampak positif, di antaranya perilaku masyarakat yang mulai shifting dan beralih ke digital untuk aktivitas ekonomi, di mana transaksi digital dari berbagai platform menjadi sebuah kebutuhan. Hal ini mendorong kanal elektronik bank-bank syariah untuk mampu bersaing dan berkolaborasi dengan berbagai platform transaksi digital, guna menunjang sistem pembayaran yang makin cepat dan efisien.
Menurut Hery yang juga Direktur Utama PT Bank Syariah Indonesia Tbk, digitalisasi menuntut sektor perbankan syariah untuk mengikuti perkembangan teknologi dengan menyediakan aplikasi e-channel yang bisa menjadi sahabat finansial, sahabat sosial, dan sahabat spiritual. Selain melayani transaksi finansial, di antaranya dapat melayani layanan Islami seperti jadwal shalat, penunjuk arah kiblat, dan ayat Alquran. Sementara sebagai sahabat sosial, harus dapat melayani pembayaran zakat, infak, sedekah, dan wakaf.
Transaksi keuangan melalui kanal elektronik saat ini rata-rata di atas 95 persen, dan hanya sekitar 5 persen melalui kanal konvensional. Penelitian Bank Indonesia selama masa pandemi menunjukkan kenaikan 21 juta transaksi e-channel di seluruh Indonesia, dengan 72 persen pengguna baru berasal dari kota-kota suburban.
“Perubahan perilaku konsumen ini menjadi pekerjaan besar Bank Syariah Indonesia untuk membangun sistem hybrid layanan syariah sehingga nasabah dapat mengakses BSI di mana pun dan kapan pun. Untuk itu, diperlukan superapps dengan engine yang tepat sehingga mampu menjangkau nasabah di seluruh Indonesia dan di mancanegara ke depannya,” ujar Hery.
Untuk meraih kinerja bisnis yang tumbuh, seimbang dan berkelanjutan, Bank Syariah Indonesia khususnya, pada tahun ini akan terus mendorong penetrasi dan inklusi pertumbuhan bisnis melalui optimalisasi BSI Mobile, bisnis model yang mampu menjangkau seluruh segmen dan pertumbuhan bisnis yang sehat dan berkualitas serta berkelanjutan.