Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Anjlok, Bagaimana Negara Lain?
Respon terhadap praktik korupsi di Indonesia cenderung lambat bahkan terus memburuk
REPUBLIKA.CO.ID, SINGAPURA – Dari 180 negara dunia, Indonesia menduduki posisi posisi 110 pada Indeks Persepsi Korupsi (CPI) 2022, dengan nilai skor 34 dari 100.
"Skor ini turun 4 poin dari tahun 2021 lalu yang berada pada skor 38/100. Ini merupakan penurunan paling drastis sejak 1995.” ungkap Deputi Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia, Wawan Suyatmiko.
Dengan hasil ini, Indonesia hanya mampu menaikkan skor CPI sebanyak 2 poin dari skor 32 selama satu dekade terakhir sejak tahun 2012. Situasi ini memperlihatkan respon terhadap praktik korupsi masih cenderung berjalan lambat bahkan terus memburuk akibat minimnya dukungan yang nyata dari para pemangku kepentingan.
Situasi Indonesia pada CPI 2022 juga semakin tenggelam di posisi 1/3 negara terkorup di dunia dan jauh di bawah rata-rata skor CPI di negara Asia-Pasifik yaitu 45. Indonesia harus berbagi posisi dengan Bosnia dan Herzegovina, Gambia, Malawi, Nepal dan Sierra Leone dengan skor 34.
Sementara posisi Indonesia di Kawasan Asia Tenggara menduduki peringkat 7 dari 11 negara, jauh di bawah sejumlah negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, Timor Leste, Vietnam dan Thailand.
Menurut Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia, J Danang Widoyoko, turun drastisnya skor CPI Indonesia tahun 2022 ini membuktikan bahwa skor CPI Indonesia tahun 2022 yang turun drastis ini membuktikan bahwa strategi dan program pemberantasan tidak efektif.
"Revisi UU KPK pada tahun 2019 sesungguhnya merupakan perubahan strategi pemerintah untuk mengurangi penegakan hukum dan menggeser ke pencegahan korupsi," kata Danang.
Berbagai program pemberantasan korupsi dalam pelayanan publik dan pelayanan bisnis, seperti digitalisasi pelayanan publik dan bahkan UU Cipta Kerja diklaim sebagai strategi besar untuk memberantas korupsi melalui pencegahan. Tetapi merosotnya skor CPI menunjukkan strategi tersebut tidak berjalan.
Lalu bagaimana dengan negara lain?
Pengawas antikorupsi global Transparency International menempatkan Singapura sebagai negara Asia paling tidak korup. Negara itu juga menempati posisi kelima dunia secara keseluruhan, dengan poin 83 dari 100 dalam CPI bersama dengan Swedia. Mereka berada di belakang Denmark (90), Finlandia (87), Selandia Baru (87) dan Norwegia (84).
Di kawasan Asia Tenggara, Singapura berada di posisi pertama sebagai negara terbersih dari tindakan korupsi. Sementara di kawasan Asia Pasifik, Singapura berada di posisi ke dua. di belakang Selandia Baru (87). Kemudian diikuti oleh Hong Kong (76), Australia (75) dan Jepang (73).
Laporan itu juga mengatakan kawasan Asia-Pasifik mengalami stagnasi selama empat tahun berturut-turut, dengan rata-rata 45 poin. Berikut daftar 10 negara tertinggi skor anti korupsi di kawasan Asia Pasifik 2022.
1. Selandia Baru (87)
2. Singapura (83)
3. Hong Kong (76)
4. Australia (75)
5. Jepang (73)
6. Bhutan (68)
7. Taiwan (68)
8. Korea Selatan (63)
9. Fiji (53)
10 Vanuatu (48)
CPI menyurvei para pakar dan pelaku bisnis, dan menilai 180 negara dan teritori pada skala 0 hingga 100 berdasarkan persepsi tingkat korupsi sektor publik.
Dalam laporannya yang dirilis pada hari Selasa, Transparency International mengatakan CPI 2022 menganalisis hubungan antara konflik, keamanan, dan korupsi – melihat secara mendalam bagaimana kekerasan dan korupsi berdampak satu sama lain di seluruh dunia.
Laporan tersebut mencatat pandemi Covid-19, krisis iklim, dan meningkatnya ancaman keamanan di seluruh dunia memicu gelombang ketidakpastian baru, dimana banyak negara-negara yang gagal mengatasi korupsi semakin memperburuk dampaknya.
Skor rata-rata global untuk CPI 2022 adalah 43, dengan dua pertiga yurisdiksi mendapat skor di bawah 50. Ketua Transparency International, Delia Ferreira Rubio mengatakan korupsi telah membuat dunia kini menjadi tempat yang lebih berbahaya.
“Karena pemerintah secara kolektif gagal membuat kemajuan melawan korupsi, mereka juga memicu peningkatan kekerasan dan konflik saat ini – dan membahayakan orang di mana pun,” katanya yang juga seorang pengacara.
“Satu-satunya jalan keluar adalah negara melakukan kerja keras, membasmi korupsi di semua tingkatan untuk memastikan pemerintah bekerja untuk semua orang, bukan hanya segelintir elit.”