Polisi Diminta Segera Cabut Status Tersangka Kecelakaan Hasya

Penyidik diminta menjalankan instruksi Kapolri agar bersikap profesional.

Republika/Putra M. Akbar
Polisi melakukan rekonstruksi ulang kecelakaan di Jalan Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta, Kamis (2/2/2022). Polda Metro Jaya menggelar rekonstruksi ulang kecelakaan yang menewaskan Mahasiswa Universitas Indonesia M. Hasya Attalah Syahputra dan melibatkan terduga penabrakan purnawirawan Polri AKBP Eko Setio Budi Wahono. Rekonstruksi tersebut menghadirkan sembilan saksi dan sembilan adegan.
Rep: Wahyu Suryana Red: Agus raharjo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR, Taufik Basari (Tobas) meminta, kepolisian melihat kasus kecelakaan mahasiswa UI yang ditabrak pensiunan Polri secara komprehensif. Tobas meminta polisi tak sekadar gelar perkara ulang, rekonstruksi ulang, dan soal-soal kecelakaan.

Ia menekankan, kepolisian harus mampu melihat lebih luas mulai dari bagaimana peristiwa terjadi, pascaperistiwa, sesaat setelah peristiwa dan penanganan. Termasuk, bagaimana perlakuan kepada korban yang sampai meninggal dunia itu.

Sebab, ia mengingatkan, korban dan keluarga korban merupakan pihak yang meminta bantuan, meminta pertolongan kepada aparat penegak hukum agar mereka mendapatkan keadilan. Mereka berharap mendapat keadilan sebagai pihak yang paling dirugikan.

"Berharap ada pertolongan itu agar mendapatkan keadilan tapi malah dijadikan tersangka, malah kembali kepada mereka, ini yang menjadi soal, ini peristiwa ironis," kata Tobas, Kamis (2/2/2023).

Tobas menekankan, aparat kepolisian harus menyadari sesuai dengan instruksi kapolri, tiap penanganan perkara, setiap anggota polri harus menerapkan rasa kemanusiaan di dalamnya. Artinya, tidak semata hanya diterapkan menggunakan kaca mata kuda.

Maka itu, Tobas meminta penyidik menjalankan instruksi Kapolri tersebut agar bersikap profesional menangani kasus ini. Salah satu yang bisa segera dilakukan untuk menunjukkan itikad baik yaitu dengan mencabut status tersangka dari Hasya.

"Status tersangkanya cabut dulu karena inilah yang tidak pas dan bisa dikatakan menyakitkan hati, yang membuat keluarga korban semakin tersakiti karena mereka sudah kehilangan anggota keluarga, malah dijadikan tersangka," ujar Tobas.

Tobas menekankan, keliru kalau ada ahli-ahli hukum yang mengatakan mencabut SP3 harus dengan gugatan praperadilan. Sebab, sudah jelas penetapan tersangka keliru karena semestinya tanpa penetapan gugur otomatis ketika korban meninggal dunia.

"Jadi, cabut dulu, setelah cabut baru kita lakukan langkah-langkah," kata Tobas.

Terlepas dari nanti hasil rekonstruksi ulang ditemukan apapun itu harus bisa dibuktikan posisi motil benar atau posisi motor benar. Termasuk, untuk dapat membuktikan apakah memenuhi unsur perbuatan lalai yang menyebabkan kematian.

Artinya, lanjut Tobas, nantinya diselidiki dari sisi pelaku yang melakukan penabrakan, bukan malah dari sisi korban. Sehingga, bisa dipastikan apakah orang yang menabrak nanti bisa dimintakan pertanggungjawaban pidana atau tidak.

"Dari sisi ini, bukan di sisi yang meninggal. Kelirunya di situ, kalau korban meninggal sudah selesai, sudah, tidak perlu kita tambahkan beban lagi," ujar Tobas.

Baca Juga


Baca juga : Sembilan Adegan Rekonstruksi Kecelakaan Hasya, Salah Satunya Terlindas Dua Ban

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler