Pertanyaan yang Membuat Mualaf Dawud Tersadar dari Hidupnya Lalu Memeluk Islam

Mualaf Dawud memeluk Islam setelah merenungkan makna dan tujuan hidup

Dok Istimewa
Dawud David Lynas. Mualaf Dawud memeluk Islam setelah merenungkan makna dan tujuan hidup
Rep: Ratna Ajeng Tejomukti Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Pria kelahiran Leeds, Inggris, Dawud David Lynas mengungkapkan rasa bahagianya setelah berhasil melakukan perjalanan ke kota suci Makkah untuk menunaikan umroh pertama kali dalam hidupnya, April 2022 lalu.

Baca Juga


“Saya melakukan umroh, wow itu benar-benar luar perkiraan kami. Tidak ada kata-kata yang bisa menggambarkan bagaimana perasaan Anda saat melihat Ka'bah,” katanya kepada Asian Image, Senin (10/4/2022).

Bagi Lynas yang 20 tahun lalu memeluk Islam, berumroh merupakan bagian pengalaman hidup yang luar biasa. "Sesuatu mengambil alih saya, saya tidak memiliki kendali atas perasaan saya atas seluruh keberadaan saya,"ujar dia.

Lynas pun terpana dan hanya fokus ketika melihat Ka'bah. “Hati saya tercurah saat kami mendekati Ka'bah," kata dia mengenang.

Sebagai seorang mualaf, dia dibuat merasa sangat diterima di kota suci Makkah. “Penduduk setempat sangat ramah. Setiap orang yang saya temui sangat gembira ketika mereka mendengar bahwa saya seorang mualaf," ujar dia. 

Lynas tak banyak membahas perjalanan spiritualnya hingga menemukan kedamaian dalam Islam. Kini dia lebih banyak fokus untuk mendukung komunitas mualaf di lingkungannya. 

Lynas mengatakan, dia melihat banyak mualaf kehilangan kontak dengan komunitas Muslim. Pengalaman negatifnya menuntunnya untuk membentuk kelompok pendukung mualaf.

Jaringan pendukung mualaf didirikan untuk memberikan dukungan bagi muslim baru yang tidak selalu tersedia di masjid. Kelompok ini merupakan ruang aman bagi mualaf untuk berbicara tentang masalah yang mempengaruhi kehidupan pribadi mereka.

Dewsbury New Muslims nama kelompoknya, memberikan nasihat dan dukungan yang praktis dan nyata kepada para mualaf, khususnya dalam menghadapi kesulitan yang dihadapi anggota keluarga. Dewsbury New Muslims bukanlah sebuah masjid, melainkan ini adalah lingkungan yang netral.

"Setiap masjid memiliki persuasi dan mazhab masing-masing. Kami menjaga lingkungan yang netral di mana para mualaf dapat fokus pada spiritualitas mereka,” kata dia.

Lynas menyayangkan komentar Muslim sejak lahir terhadap mualaf. Bahwa mualaf yang masih membutuhkan bimbingan Muslim lainnya adalah mereka yang tidak siap untuk pindah keyakinan.

"Sebagian orang bisa memandang rendah kami. Saya pikir para mualaf harus lebih toleran. Muslim harus menjadi duta sejati agama mereka sehingga mualaf dapat memahami Islam dalam esensi sejati," ujar dia.

 

Baca juga: Mualaf Prancis William Pouille, Kecintaannya kepada Arab Saudi Mengantarkannya ke Islam

Bukan berarti menjadi muslim harus berasal dari negara mayoritas Muslim seperti Arab, Pakistan, India atau Malaysia. 

“Ketika Anda menjadi seorang Muslim, tidak ada yang mencoba memberitahu Anda untuk menjadi orang Arab, Pakistan, India, atau Malaysia," ujar dia.

Setiap budaya memiliki kelebihan masing-masing yang dibawanya ke dalam Islam. Dawud mengatakan bahwa tantangan yang dia hadapi sebagai seorang muslim mendorongnya untuk meluncurkan Dewsbury New Muslims, sebuah jaringan pendukung bagi mualaf baru.

Awalnya didirikan di Al Huda Zawiya Center di Dewsbury pada 2010 dengan model yang sama diluncurkan di Manchester. “Saya telah melihat hingga 70 mualaf selama waktu itu. Saya ingin membantu para mualaf hari ini agar mereka tidak dikucilkan,"ujar dia. 

 

Lembaga ini memberikan dukungan yang tidak tersedia di masjid. “Ini termasuk hal-hal, seperti pacar, alkohol, narkoba, homoseksualitas, hal-hal yang tidak selalu bisa dibicarakan di masjid. Kenyataannya adalah begitu Anda memeluk Islam, anda tidak bisa tiba-tiba berhenti minum atau pasangan Anda atau semua aspek kehidupan Anda sebelumnya. Hal-hal ini bertahap dan membutuhkan waktu," ujar dia.

Lembaga ini bukan untuk berkhotbah, melainkan untuk menawarkan dukungan. Satu ketika ada seorang pemuda bersyahadat. Keesokan harinya dia terlihat keluar dengan seorang pacar. 

Dia ditegur sesama Muslim di jalanan dan membuatnya malu, baik dirinya maupun teman wanitanya. Pria itu tidak pernah kembali, ke tempatnya bersyahadat.

Dewsbury New Muslims memberikan nasihat dan dukungan yang praktis dan nyata kepada para mualaf, khususnya dalam menghadapi kesulitan yang dihadapi anggota keluarga.

“Ada seorang wanita berusia 60 tahun yang anak-anaknya berhenti berbicara dengannya setelah dia pindah agama dan dia tidak dapat melihat cucunya. Hari raya keluarganya adalah waktu yang sangat sensitif baginya," kata dia mengisahkan. 

Dia berjuang sendiri untuk biaya hidupnya, bahkan dia harus berjuang membayar tagihan dan tidak mampu memperbaiki mesin cucinya.

“Kami mengeluarkan pengumuman dan mendapatkan sumbangan hampir secara instan untuk membantunya. Kami menyadari bahwa mualaf tidak mewakili komunitas Muslim secara keseluruhan," ujar dia.

Baca juga: Ketika Sayyidina Hasan Ditolak Dimakamkan Dekat Sang Kakek Muhammad SAW

Komunitas ini berusaha untuk memelihara lingkungan dan tidak memihak mahzab mana pun, sehingga mualaf dapat berfokus pada spiritual mereka.

"Kamu bisa datang ke sini untuk mendapatkan makanan, perempuan yang tidak punya tempat untuk berdoa bisa datang ke sini, tunawisma diterima di sini," ujar dia.

Namun, Lynas merasa bahwa dukungannya masih terbatas. "Kami tidak pernah bisa berbuat cukup. Kami memberi mereka dorongan dan dorongan untuk melanjutkan jalan baru mereka," kata dia.

Perjalanan spiritual

Lynas menceritakan bahwa perjalanan bersama rekan tim rugby Universitas ke Belanda menjadi jalan bagi Dawud untuk mendalami Islam.

“Saya dulu bermain rugby semi-profesional. Saya pergi ke Belgia dan Belanda dengan tim saya. Saya melihat hal-hal yang belum pernah saya lihat sebelumnya. Saya belum pernah melihat distrik lampu merah sebelumnya,"ujar dia. 

Dia pun melihat bagaimana perempuan diperlakukan di sana dan dia bertanya pada diri sendiri, apakah hidup harus seperti itu. “Untuk apa kita diciptakan? Saat itulah saya memiliki titik balik memikirkan hidup," ujar dia.

Meski ada kekhawatiran dari keluarganya, Lynas mengatakan, dia menghadapi rintangan yang lebih besar ketika dia memeluk agama dari sesama Muslim.

“Beberapa Muslim menyarankan saya untuk memberikan segalanya dari kehidupan saya sebelumnya. Itu bukan saran yang bagus," ujar dia.

Awal memeluk Islam seperti masa bulan madu karena mualaf mempraktikkan agama dengan segala cara yang memungkinkan. Karena tidak mungkin tiba-tiba sholat lima waktu atau puasa sebulan penuh.

“Seorang mualaf tidak bisa menandingi orang Muslim lainnya dalam iman mereka. Bahkan para sahabat, ketika mereka bertobat, mereka memiliki ruang untuk berbalik, mereka punya waktu untuk berubah," ujar dia.

Para mualaf membutuhkan seorang mentor untuk membantu mereka melewati masa transisi setidaknya selama satu tahun.

Dawud berpendapat bahwa meskipun niat sesama Muslim tulus, nasihat yang diberikan kepadanya kadang-kadang lebih ditujukan untuk kepentingan pribadi.

Sering kali ketika orang memberi nasihat, mereka seperti mengumpulkan poin. Mualaf bisa mendapatkan 10 orang yang mengajar seorang mualaf bagaimana berdoa.

Seharusnya, hanya ada satu orang yang mengajarinya, tapi semua orang ingin memanfaatkan sistem hadiah, seperti prasmanan. Semua orang ingin memvalidasi diri mereka sendiri dengan berpikir bahwa mereka membawa orang yang masuk Islam ini membuat mereka terlihat baik, begitu juga mazhab mereka atau masjid mereka.

“Mualaf diarak di masjid-masjid, padahal kami benar-benar tidak membutuhkan perhatian seperti itu," ujar dia.

Terlepas dari perhatian yang tidak diminta, Dawud mengatakan bahwa orang yang masuk Islam menghadapi rintangan dalam hal pernikahan.

Orang Asia tidak begitu terbuka untuk menerima seorang mualaf yang menikahi putri mereka. Mualaf dipandang sebagai tidak cukup baik hanya karena perbedaan budaya.

 

 

 

Sumber: Asianimage  

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler