Ahli Kembangkan Tes untuk Deteksi Autisme dari Sehelai Rambut

Alat tes ini diharapkan dapat mempercepat diagnosis dan intervensi autisme.

Edwin Dwi Putranto/Republika
Anak-anak melihat tembok bertuliskan Autism dalam rangka peringatan Hari Autis Sedunia (ilustrasi). Ilmuwan mengembangkan tes autisme lewat sehelai rambut.
Rep: Gumanti Awaliyah Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para peneliti telah mengembangkan tes untuk autisme yang diklaim bisa menemukan penanda risiko melalui sehelai rambut. Ini menjadi inovasi yang bisa membantu dokter mengidentifikasi autisme pada anak kecil sebelum mereka kehilangan masa pesat perkembangan.

Tes tersebut masih dalam tahap awal pengembangan oleh startup LinusBio dan masih proses persetujuan federal AS. Ini merupakan alat bantu diagnostik bagi dokter dalam mengidentifikasi autisme, bukan alat yang dapat digunakan secara mandiri.

Baca Juga


Mengingat rambut bisa menyimpan paparan logam dan zat lain, teknologi ini menggunakan algoritma untuk menganalisis pola logam tertentu yang menurut para peneliti terkait dengan autisme. Alat tes ini adalah yang pertama menganalisis jenis riwayat paparan tersebut dari waktu ke waktu.

"Analisis memprediksi autisme secara akurat, sekitar 81 persen," kata peneliti studi peer-review yang diterbitkan Desember 2022 di Journal of Clinical Medicine.

Para peneliti berharap teknologi tersebut dapat membantu anak-anak menerima perawatan intervensi lebih dini. Teknologi baru itu juga mengarah pada pengembangan obat baru atau model terapi bagi anak kecil.

"Teknologi ini sangat baru. Penggunaan rambut dan jenis pengukuran yang mereka lakukan dengan rambut sangat inovatif. Ini terobosan," kata profesor ilmu kesehatan lingkungan di Columbia University, Dr Andrea Baccarelli, seperti dikutip dari NBC, Ahad (5/2/2023).

Penyebab autisme masih tetap misterius. LinusBio mulai memasuki pembahasan tentang peran yang mungkin dimainkan oleh faktor lingkungan dan genetik.

Para peneliti telah menemukan banyak sekali faktor risiko yang terkait dengan autisme, termasuk infeksi selama kehamilan, polusi udara, hingga stres yang dialami sang ibu. Beberapa polusi dari logam, yang diketahui menyebabkan masalah perkembangan saraf, juga terkait dengan autisme.

"Semua faktor risiko tersebut berfungsi dengan pemicu risiko genetik. Dalam 15 tahun terakhir, semakin banyak peneliti yang mengalihkan perhatiannya ke faktor lingkungan," kata profesor di Departemen Kesehatan Mental di Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health, Heather Volk.

Namun demikian, beberapa ahli memilih tetap berhati-hati merespons temuan tersebut sekaligus menyarankan lebih banyak penelitian. Dokter spesialis saraf anak di Geisinger Autism & Developmental Medicine Institute, Scott Myers, mengungkapkan bahwa masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan sebelum menyimpulkan bahwa tes ini adalah ukuran yang valid dari risiko gangguan spektrum autisme.

Bagaimana cara kerja tes ini?

Manish Arora, salah seorang CEO Tes LinusBio, menjelaskan bahwa tes akan dimulai dengan menganalisis riwayat metabolisme, menjabarkan zat atau racun apa yang telah terpapar pada anak dari waktu ke waktu. Teknologi untuk tes dikembangkan dari penelitian yang dilakukan di Mount Sinai, di mana Arora juga menjabat sebagai profesor kedokteran lingkungan dan kesehatan masyarakat di Icahn School of Medicine at Mount Sinai.

Untuk bayi, rambut dapat memberikan gambaran sekilas pada saat-saat penting pada tahap perkembangan, seperti trimester ketiga kehamilan. Tes tersebut menjalankan laser sepanjang rambut, menggunakan energinya untuk berubah menjadi plasma yang kemudian akan dianalisis.

Menurut Arora, satu sentimeter rambut menangkap kira-kira data paparan selama sebulan. Seperti halnya cincin pohon yang bisa menggambarkan kondisi dan usia pohon, pertumbuhan rambut memungkinkan peneliti untuk memahami apa yang terjadi di tubuh seseorang pada saat-saat tertentu.

LinusBio mengatakan pengujiannya dapat mengungkapkan metabolisme logam dalam peningkatan empat hingga enam jam. Teknik ini menghasilkan data dalam jumlah besar.

Di situlah alogaritma machine-learning mengambil alih, ia dilatih untuk mencari pola disregulasi pada logam yang diyakini para peneliti sebagai biomarker autisme. "Kami dapat mendeteksi ritme autisme yang jelas hanya dengan sekitar satu sentimeter rambut," kata Arora.

Arora dan timnya berharap teknologi mereka dapat membantu anak-anak kecil, bahkan bayi yang baru lahir, menerima intervensi dini lebih cepat untuk autisme. Ia menyebut gangguan spektrum autisme rata-rata didiagnosis pada saat anak berusia empat tahun.

"Saat itu, sudah banyak perkembangan otak yang terjadi. Kami ingin mengaktifkan intervensi dini," kata Arora.

Hingga kini memang belum ada tes biologis untuk gangguan spektrum autisme. Sebaliknya, anak-anak sering didiagnosis setelah orang tua memperhatikan perbedaan perilaku, seperti menghindari kontak mata, keterlambatan berbicara, atau tidak mau menunjuk.

Tetapi perilaku ini sangat bervariasi. Autisme juga dapat terjadi bersamaan dengan kondisi lain seperti attention-deficit/hyperactivity disorder (ADHD), gangguan pemusatan perhatian/hiperaktivitas.

Dokter spesialis akan menggunakan pemeriksaan neurologis, penilaian bahasa, pengamatan perilaku, dan metode lain untuk mendiagnosis anak. American Academy of Pediatrics merekomendasikan pemeriksaan autisme pada usia 18 bulan hingga 24 bulan.

Intervensi dini untuk autisme biasanya melibatkan interaksi individu dengan instruktur terpercaya. Program-program ini diimplementasikan ketika gejala muncul untuk mengatasi kebutuhan perkembangan tertentu, dan seringkali terlihat seperti bermain.

"Bayi adalah ilmuwan cilik. Mereka mencoba berbagai hal dan mencari umpan balik. Anda benar-benar dapat mempercepat perkembangan pada semua anak," kata Annette Estes, direktur Pusat Autisme di University of Washington.

Para peneliti dari LinusBio telah melakukan evaluasi sampel rambut dari 486 anak di tiga negara, yakni Jepang, Swedia, dan Amerika Serikat. Dalam analisis terhadap 97 sampel rambut, algoritma ini mengidentifikasi dengan tepat kasus-kasus dimana gangguan spektrum autisme didiagnosis lebih dari 96 persen waktu itu.

Algoritma ini mengidentifikasi kasus negatif dengan benar sekitar 75 persen. Adapun kelompok yang diuji mencakup 28 kasus autisme, proporsi yang jauh lebih tinggi daripada populasi umum.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler