Mantap, Mahasiswa Undip Buat Sabun Cuci Antibakteri dari Ampas Kopi, Bagaimana Caranya?
Sabun cuci berbahan ampas kopi ini juga lebih ekonomis.
REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG--Ampas kopi jamak menjadi bagian dari sajian kopi seduh yang tidak ikut dikonsumsi dan selama ini hanya dibuang begitu saja. Namun di tangan mahasiswa Universitas Diponegoro (Undip), ampas kopi bisa diolah menjadi sabun cuci tangan.
Selain proses pembuatannya yang cukup mudah, sabun cuci berbahan ampas kopi ini juga lebih ekonomis untuk menggantikan sabun cuci kemasan yang banyak dijual kios-kios, warung kelontong hingga toko- toko moderen di tengah- tengah masyarakat.
Karena ekonomis, cara pembuatan sabun berbahan ampas kopi ini telah diajarkan kepada PKK dan para kader Posyandu melalui kegiatan Kuliah Kerja Nyata(KKN) Tim 1 Undip di Desa Pekauman Kulon, Kecamatan Dukuhturi, Kabupaten Tegal.
"Tujuannya agar PKK dan para kader Posyandu mampu memproduksi sendiri sabun untuk mendukung program kesehatan masyarakat," ungkap mahasiswi Fakultas Teknik Undip jurusan Teknik Kimia, Fidelia Anggita Lesmana, Ahad (5/2).
Ia mengungkapkan, ampas kopi merupakan salah satu limbah rumah tangga yang biasanya langsung dibuang. Melalui pemanfaatan ampas kopi menjadi sabun cuci tangan dapat meningkatkan nilai guna dari ampas kopi.
Sebab bahan- bahan yang dibutuhkan juga mudah dan cukup murah. Untuk membuat sabun cuci tangan sebanyak 1 liter cuma dibutuhkan bahan 3 sendok makan ampas kopi sebagai antibakteri dan antijamur alami.
Selain itu juga 5 gram etilendiamintetra asetat (EDTA) untuk pengawet sabun, 4 sendok makan garam sebagai pembentuk inti proses pemadatan atau pengentalan dan 6 sendok makan texapon sebagai pengangkat kotoran.
"Sedangkan peralatan yang digunakan juga cukup sederhana, berupa timbangan, sendok, corong, gelas ukur, baskom serta botol untuk wadah sabun cuci tangan yang sudah jadi," lanjutnya.
Fidel juga menyampaikan, jika dibandingkan dengan harga sabun cuci tangan bermerek yang dijual di pasaran dengan volume 1 liter, maka produksi sabun cuci tangan berbahan ampas kopi jauh lebih ekonomis.
Karena harga texapon 1 kilogram hanya sekitar Rp 28.000 dan untuk EDTA hanya sekitar Rp 15.000 untuk 1 ons, namun kuantitas bahan yang digunakan untuk membuat 1 liter sabun relatif sedikit. Sehingga dapat disimpulkan bahwa lebih ekonomis jika membuat sabun sendiri.
Maka dengan adanya pelatihan ini, ia berharap para ibu PKK dan kader Posyandu Desa Pekauman Kulon akan mampu memproduksi sabun cuci tangan secara mandiri dalam upaya mendukung program kesehatan di tengah masyarakat.
Sehingga efisiensi dari pembuatan sabun cuci tangan secara mandiri ini dapat dialokasikan untuk mendukung program kesehatan yang lain, seperti penanganan stunting, pemenuhan gizi tambahan maupun program posyandu yang lain.