Haedar Nashir: Penetapan Awal Ramadhan Muhammadiyah Jadi Panduan Ibadah Masyarakat
Umat Muslim diajak menyambut Ramadhan dengan spirit ibadah.
REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah telah menetapkan awal Ramadhan 1444 H jatuh pada 23 Maret 2023.
Muhammadiyah juga menetapkan Idul Fitri pada 1 Syawal jatuh pada 21 April 2023. Sedangkan, Idul Adha pada 10 Dzulhijjah 1444 H jatuh pada 28 Juni 2023.
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir mengatakan dengan sudah ditetapkannya hari besar tersebut, hal ini dapat menjadi panduan bagi masyarakat melaksanakan ibadah. Masyarakat pun sudah bisa merancang berbagai aktivitas maupun merencanakan kegiatan ibadah sejak dini melalui penetapan yang sudah dilakukan.
"Dengan keputusan ini, khusus bagi warga Muhammadiyah akan punya rujukan yang pasti dan jauh sebelumnya akan mengikuti, mempedomani apa yang sudah jadi keputusan PP Muhammadiyah. Kepada warga masyarakat, umat Islam monggo ini jadi rujukan dalam mengambil keputusan untuk awal Ramadhan, 1 Syawal dan Dzulhijjah sesuai dengan keyakinan dan ijtihad yang mereka ambil," kata Haedar di Kantor Pusat PP Muhammadiyah, Kota Yogyakarta, Senin (6/2/2023).
Haedar berpesan kepada seluruh umat Muslim menyambut Ramadhan, Idul Fitri, dan Dzulhijjah dengan spirit ibadah dalam rangka semakin mendekatkan diri kepada Allah.
"Sambutlah Ramadhan, Idul Fitri dan Dzulhijjah dengan spirit ibadah untuk membuat diri sebagai muslim di Indonesia, sebagai muslim yang habluminallah-nya, hubungan dengan Tuhan semakin dekat, dan semakin melahirkan kesalehan. Itu hal yang sangat hakiki," ujar Haedar.
Terkait dengan penetapan hari-hari besar tersebut, Haedar menuturkan sudah berdasarkan hasil hisab hakiki wujudan hilal yang dipedomani oleh Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah. Hal ini sesuai dengan dasar Alquran, hadis Nabi yang kuat, ditambah ijtihad.
Dengan begitu, katanya, pengambilan keputusan dalam penetapan tersebut memiliki dasar keagamaan yang kuat. Jadi tidak hanya berdasarkan atas rasionalitas ilmu semata, sehingga dapat dipertanggungjawabkan.
"Jadi kuat dasar keagamaannya tetapi, tapi juga kuat dalam ilmu dan penggunaan rasionalitas, serta berbagai aspek keilmuan lainnya. Dengan demikian ijtihad yang diambil Muhammadiyah adalah ijtihad yang dapat dipertanggungjawabkan secara keagamaan, secara keilmuan, bahkan dalam kepentingan kemaslahatan umum," jelasnya.
Penetapan jatuhnya awal Ramadhan pada 23 Maret kemungkinan akan sama di seluruh wilayah Indonesia. Namun, Haedar menuturkan untuk 1 Syawal dimungkinkan akan mengalami perbedaan.
Hal ini dikarenakan adanya perbedaan metoda yang dipakai. Meski begitu, kata Haedar, perbedaan tersebut bukan merupakan hal yang baru dan seluruh umat harus saling menghargai dan menghormati atas perbedaan yang ada.
"Maka selalu yang jadi komitmen Muhammadiyah, kita saling menghargai, menghormati, toleran dengan perbedaan. Sehingga, perbedaan itu jangan dianggap sebagai sesuatu yang baru. Artinya kita sudah terbiasa dengan perbedaan dan timbul penghargaan dan kearifan," lanjut Haedar.
Dengan adanya perbedaan, Haedar juga berpesan, jangan dijadikan sebagai sumber perpecahan yang membuat umat Islam dan warga bangsa menjadi retak. Dengan begitu, melalui penetapan-penetapan tersebut, diharapkan dapat dijadikan sebagai momentum untuk meningkatkan ibadah dan semakin mendekatkan diri kepada Tuhan.
"Jangan dianggap sebagai sumber perpecahan, sebagai sumber yang membuat kita retak. Karena ini menyangkut ijtihad yang menjadi bagian dari denyut nadi perjuangan perjalanan sejarah umat Islam, yang satu sama lain saling paham, saling menghormati, dan saling menghargai. Lebih jauh lagi inti dari semuanya ibadah," kata Haedar.