Bahlil: Soal Gugatan WTO, Kita Bukan Bangsa yang Bisa Digertak
Indonesia tidak akan mundur dari kebijakan yang melarang kegiatan ekspor biji nikel.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Investasi Bahlil Lahadalia menegaskan bahwa Indonesia tidak akan mundur dari kebijakan yang melarang kegiatan ekspor biji nikel meskipun telah digugat oleh sejumlah negara ke World Trade Organization (WTO). Ia menegaskan Indonesia bukan bangsa yang bisa digertak
"Perintah Presiden jelas, setiap apa yang sudah kita putuskan terkait kedaulatan bangsa kita, ketika mereka bawa ke WTO kita hadapi, kita lawan juga karena negara kita sudah merdeka, tidak boleh diintervensi oleh negara lain, apalagi pengusaha mengatur negara," ujarnya saat Rapat Kerja dengan Komisi VI DPR RI di Jakarta, Senin (6/2/2023).
Menteri Bahlil mengaitkan gugatan ke WTO dengan G20 dan menyatakan bahwa pada saat itu memang tidak semua negara di G20 menyetujui hilirisasi karena dampaknya menyetop ekspor bahan baku. Namun, katanya, setelah melakukan perdebatan yang konstruktif dan menjelaskan bahwa hilirisasi juga menyangkut pemberdayaan ekonomi, maka pada komunike poin 37 memuat komitmen dan kesepakatan di bidang perdagangan dan investasi.
"Di situ dinyatakan hilirisasi dan nilai tambah adalah bagian yang disetujui bersama. Sebelumnya itu tidak ada kesepakatan ini, makanya kita dibawa ke WTO," jelasnya.
Mengenai Uni Eropa yang menggugat ke WTO, Bahlil menyebut bahwa setiap negara berhak untuk mengajukan gugatan ke WTO. Sebaliknya, begitu juga dengan Indonesia yang berhak melawan gugatan tersebut dan memberikan pembelaan. Ia menegaskan bahwa Presiden Jokowi tidak main-main dengan komitmen hilirisasi dan bahkan Indonesia akan melarang ekspor biji bauksit dan tembaga di tahun ini.
"Kita tidak boleh dari siasat-siasat yang ingin mengganggu pertumbuhan ekonomi nasional lewat salah satu instrumen yang namanya hilirisasi. Jadi kita komitmen, jalan terus," tegasnya.
Jika seandainya banding Indonesia atas putusan WTO yang menyatakan kebijakan larangan eskpor dan hilirisasi nikel melanggar aturan perdagangan internasional, maka Indonesia akan memikirkan strategi lain.
"Ini tergantung pimpinannya juga, kalau pimpinannya nyalinya becek, ya becek juga barang ini, mundur. Tapi kalau Bapak Presiden Jokowi mana bisa Bapak itu digertak-gertak sama negara lain, konsisten barang ini," tutur Bahlil.
Adapun pada Desember 2022 lalu, Indonesia telah memberitahu Badan Penyelesaian Sengketa tentang keputusan untuk mengajukan banding atas laporan panel dalam kasus yang dibawa oleh Uni Eropa dalam 'Indonesia-Tindakan Terkait Bahan Baku' usai dinyatakan melanggar aturan perdagangan internasional oleh WTO pada November 2022 lalu.