Dugaan Setoran Ismail Bolong ke Petinggi Polri, KPK Lakukan Penelaahan
KPK mengharapkan setiap laporan masyarakat disertai bukti permulaan yang cukup.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan bakal memverifikasi dan menelaah dugaan keterlibatan petinggi Polri dalam kasus suap tambang ilegal di Kalimantan Timur yang menyeret nama Ismail Bolong. Langkah ini dilakukan ketika terdapat laporan dari masyarakat disertai dengan bukti permulaan yang cukup.
"Setiap penanganan perkara oleh KPK pasti diawali dari laporan masyarakat. Itu yang penting begitu ya, kami juga mendapatkan konfirmasi terkait dengan itu dan kami cek, misalnya, pihak tertentu dilaporkan ke KPK, tapi nyatanya belum ada gitu ya," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri kepada wartawan, Selasa (7/2/2023).
Ali menjelaskan, KPK memerlukan peran masyarakat dalam mengusut kasus ini. Dia pun meminta kepada masyarakat untuk segera melapor ke pihaknya jika memiliki bukti mengenai adanya tindak pidana korupsi.
"Oleh karena itu, silakan kami mengajak masyarakat bila kemudian menemukan dugaan tindak pidana korupsi, laporkan pada KPK pasti akan kami tindaklanjuti dengan verifikasi telaahan proses administratifnya," ujar dia.
"Ini perlu kami sampaikan ya, ketika melaporkan dengan data awal, kemudian uraian fakta dugaan tindak pidananya, itu aja cukup. Sehingga KPK akan proaktif melakukan pengayaan pada informasi awal itu," tambah Ali menjelaskan.
Sebelumnya, Bareskrim Polri menetapkan Ismail Bolong sebagai tersangka sejak Selasa (7/12/2022). Namun Bareskrim Polri baru mengumumkan status tersangka itu pada Senin (12/12/2022) bersamaan dengan pengumuman dua tersangka lainnya, BP dan RP.
Penetapan tersangka tersebut terkait dengan kasus pengelolaan tambang ilegal batubara. Padahal kasus tersebut, berawal dari adanya dugaan suap dan gratifikasi, serta bagi hasil bisnis tambang ilegal bersama para petinggi-petinggi Mabes Polri.
Lewat sebuah video berisi testimoninya, Ismail Bolong yang sebelumnya adalah anggota Sat Intel Polres Kota Samarinda dan memiliki bisnis tambang ilegal di delapan tempat di wilayah Kaltim, membeberkan adanya uang setoran dan bagi hasil kegiatan tambang batubara ilegal di Marang Kayu, Bontang kepada sejumlah perwira tinggi di Mabes Polri. Nama Kabareskrim Polri Komisaris Jenderal (Komjen) Agus Andrianto sempat terseret dalam kasus tersebut.
Dalam pengakuannya itu, Ismail Bolong menyebut menyetorkan uang setotal Rp 6 miliar pada 2021 untuk Kabareskrim. Namun setelah pengakuannya itu beredar muncul testimoni kedua yang meralat pernyataannya tentang uang setoran untuk Komjen Agus.
Ismail Bolong mengatakan testimoni pertama itu dibuat pada Februari 2022. Video tersebut kata dia dibikin dalam tekanan, dan atas perintah Brigadir Jenderal (Brigjen) Hendra Kurniawan yang saat itu menjabat sebagai Karo Paminal Divisi Propam Polri.
Setelah muncul testimoni Ismail Bolong, terungkap ke publik dua Laporan Hasil Penyelidikan (LHP) Propam Polri. Dua LHP Propam bertanggal 18 Maret 2022 dengan nomor Nota Dinas R/ND-13/III/WAS.2.4/2022/Ropaminal yang ditandatangani Brigjen Hendra Kurniawan, dan LHP 7 April 2022 bernomor R/1253/IV/WAS.2.4/2022/Divpropam yang ditandatangani Kadiv Propam Inspektur Jenderal (Irjen) Ferdy Sambo.
Dua LHP berisikan materi yang sama. Yakni tentang hasil penyelidikan Divisi Propam tentang tambang batubara ilegal di Kabupaten Kutai Kertanegara, Bontang, Paser, Samarinda, dan Berau.
Terkait dua LHP di Divisi Propam itu, Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto sudah memberikan bantahannya secara resmi. Jenderal bintang tiga kepolisian itu malah membalas tudingan Sambo dan Hendra Kurniawan dengan menilai kedua pecatan Polri itu sebagai tukang rekayasa kasus.
“Saya ini penegak hukum, ada istilah bukti permulaan yang cukup, dan bukti yang cukup. Maklumlah, kasus almarhum Brigadir Yoshua saja mereka tutup-tutupi,” kata Agus, Jumat (25/11/2022).
Agus malah balik menuding Sambo dan Hendra yang diduga menerima uang-uang setoran tambang ilegal. “Jangan-jangan mereka yang terima,” ujar Agus.
Agus juga mengatakan, aksi Sambo dan Hendra membuat LHP tersebut untuk menjadikannya sebagai target. Menurut Agus, isu tersebut kembali dimunculkan oleh Sambo dan Hendra untuk mengalihkan tentang proses pidana yang sedang menjerat keduanya saat ini.
“Mereka cuma melempar masalah untuk mengalihkan isu terhadap mereka saja,” kata Agus.