Pengusaha Minyak Goreng tak Sepakat Beli Minyakita Pakai KTP
Sistem pembelian minyak KTP dinilai terlalu rumit.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengusaha minyak goreng tak sepakat jika konsumen yang ingin membeli Minyakita harus menggunakan Kartu Tanda Penduduk (KTP). Sistem itu dinilai terlalu rumit dan menyulitkan konsumen.
Plt Ketua Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) Sahat Sinaga menyarankan agar Minyakita tak lagi dijual di toko retail modern. Dengan begitu, seluruh pasokan dapat dialihkan ke pasar tradisional sehingga lebih tepat sasaran dan menyasar masyarakat menengah ke bawah.
"Jangan jual melalui pasar modern, jadi tidak perlu pakai KTP seperti yang diusulkan Mendag Zulhas itu terlalu ribet. Jual saja semua Minyakita melalui pasar tradisional," kata Sahat dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (7/2/2023).
Di sisi lain, ia pun mengimbau masyarakat menengah ke atas yang biasa mengonsumsi minyak goreng premium untuk tidak beralih ke Minyakita. Menurut Sahat, karena harga Minyakita yang murah Rp 14 ribu per liter dan banyak tersedia di retail modern, masyarakat jadi memilih Minyakita.
"Shifting itu terjadi sekarang. Itu saudara-saudara kita yang punya duit dia beli Minyakita daripada yang premium," katanya.
Secara terpisah, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengaku telah menginstruksikan produsen agar pendistribusian diprioritaskan ke pasar tradisional sehingga bisa dinikmati oleh masyarakat menengah ke bawah.
"Tetap diutamakan pasar rakyat, kalau sudah berlebih baru masuk retail modern. Jadi kalau ada kekurangan pasokan Minyakita di retail modern ya maklum," katanya.
Plt Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Kemendag, Kasan Muhri, menjelaskan, Minyakita maupun minyak goreng curah merupakan bagian dari program Minyak Goreng Rakyat. Produksinya dihasilkan dari kebijakan domestic market obligation (DMO).
"Program Migor Rakyat diperuntukkan untuk konsumen rumah tangga yang tentu kebutuhannya terbatas karena tingkat pendapatannya juga level tertentu. Jadi mohon teman-teman media juga menyampaikan ke masyarakat," katanya.
Kasan menjelaskan, sesuai ketentuan Kemendag setiap konsumen dibatasi maksimal 10 kilogram per hari membeli Minyakita. Hal tersebut biasa diterapkan untuk menghindari kemungkinan praktik penimbunan sekaligus pemerataan.
Soal penjualan Minyakita, ia menegaskan penjualan Minyakita sejatinya tidak bebas. Sebab, sudah melalui jalur distribusi tertentu yang sudah ditentukan dan terdata melalui Sistem Informasi Minyak Goreng Curah atau Simirah.