Masjid Bersejarah Turki Yeni Camii Ikut Hancur Diguncang Gempa
Masjid ini baru selesai dipugar dan dibuka untuk ibadah pada 2022.
REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Masjid bersejarah di Turki, Yeni Camii, hancur akibat gempa bumi yang mengguncang Turki dan Suriah pada Senin (6/2/2023) pagi. Gempa ini sendiri telah menewaskan lebih dari 1.500 orang, dan menyebabkan lebih dari 9.000 warga terluka dan hampir 3.000 bangunan hancur.
Masjid Yeni Camii terletak di pusat kota Malatya tenggara Turki. Dilansir Daily Sabah, Selasa (7/2/2023), masjid ini baru selesai dipugar dan dibuka untuk ibadah pada 2022. Dulu, tepatnya pada 3 Maret 1894, masjid tersebut pernah hancur juga akibat gempa bumi.
Warga Malatya saat itu menyebutnya sebagai "gempa bumi besar". Lalu masjid direkonstruksi dan proses rekonstruksinya dilanjutkan dengan bantuan masyarakat, serta diakhiri dengan sumbangan dari Sultan Abdulhamid II.
Kemudian, pada gempa yang terjadi pada 14 Maret 1964, masjid tersebut juga rusak parah. Ada retakan di kubah dan beberapa dindingnya serta batu bagian atas jatuh. Dengan pekerjaan pemugaran oleh Direktorat Jenderal Yayasan, masjid diperbaiki lagi, dan menara besar dipasang.
Sementara itu, pada bencana gempa kali ini, di Gaziantep, di mana banyak tempat kerja di Bazaar Tukang Tembaga bersejarah juga rusak. Hujan salju lebat yang terus menerus membuat tim penyelamat sulit bekerja.
Di Sanliurfa, Raziye Tanlap, seorang guru, kehilangan nyawanya setelah potongan menara masjid jatuh menimpanya saat gempa. Tanlap yang dibawa ke rumah sakit oleh tim medis tidak dapat diselamatkan meski telah dilakukan intervensi medis.
Dalam insiden terpisah, seorang wanita tewas ketika tembok sebuah masjid runtuh menimpanya di distrik Ceyhan, Adana. Ayse Ciftcier dan putrinya Sevinc Ciftcier, yang tinggal di rumah di Hurriyet Mahallesi, ketakutan dan meninggalkan rumah mereka setelah gempa besar kedua yang terjadi di Ceyhan sekitar pukul 13.30.
Saat mereka melarikan diri, dinding masjid runtuh, dan keduanya terjebak di bawah puing-puingnya. Belakangan, keponakan Ayşe Çiftçier, Ramazan Yildirim, bergegas membantu mereka. Yildirim menarik putrinya keluar dari bawah reruntuhan, tetapi ibunya meninggal karena luka-luka yang dialaminya.