Sarbumusi Kawal Manfaat, Akuntabilitas, dan Keterbukaan BPJS

Sarbumusi akan mempertahankan BPJS sebagai badan publik yang tetap di bawah Presiden.

istimewa/tangkapan layar
Irham Ali Syaifuddin terpilih secara aklamasi menjadi Presiden DPP Konfederasi Serikat Buruh Muslimin Indonesia (K-Sarbumusi) NU melalui Kongres Akbar ke-6 K-Sarbumusi NU, di Hotel Aston, Sidoarjo, Jawa Timur.
Red: Erdy Nasrul

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Sarikat buruh muslimin Indonesia (Sarbumusi) berkomitmen untuk mengawal pengelolaan, pemanfaatan, dan penyaluran dana jaminan social masyarakat. Hal tersebut dimaksudkan agar dana tersebut digunakan dengan baik.


“Kita pasti memonitor. Dana itu harus dikelola dengan maksimal dan dilaporkan langsung kepada presiden, bukan melalui menteri,” ujar Presiden Sarbumusi Irham Ali Syaifuddin dalam keterangannya pada Jumat (10/2/2023).

Pihaknya menjelaskan bahwa pelaporan dan garis struktur BPJS, baik itu kesehatan maupun ketenagakerjaan adalah langsung kepada preside. Bukan melalui menteri seperti dulu pada saat dikelola Jamsostek dan Askes yang berada di bawah naungan Kementerian BUMN.

Sarbumusi akan mempertahankan BPJS sebagai badan umum publik yang tetap di bawah Presiden. Lembaga tersebut mengelola keuangan publik yang jumlahnya besar, ratusan triliun rupiah. Karena jumlahnya besar, maka harus dikelola langsung oleh negara dengan garis struktur dibawah Kepala Negara, bukan di bawah pembantu presiden.

Maksudnya, kata Irham, agar pengelolaan dana itu memang sesuai dengan aturan. Kemudian presiden dapat langsung memantau, seperti yang selama ini berjalan. Irham menjelaskan, undang-undang jaminan sosial yang ada, sudah ideal, memosisikan BPJS baik itu kesehatan maupun ketenagakerjaan sebagai badan publik yang bertanggungjawab langsung kepada presiden. 

“Bentuk dan kedudukan BPJS harus terus dipertahankan seperti ini, yang melaksanakan tugas dan bertanggung jawab langsung kepada presiden. Sehingga dengan begitu punya independensi yang tinggi,” kata Irham.

Pihaknya menyayangkan adanya pihak yang mewacanakan BPJS diusulkan berada di bawah kementerian. Hal itu merupakan kemunduran, sebab membawa BPJS seperti Jamsostek dan Askes yang berada di bawah BUMN. 

Kalau direduksi kewenangannya menjadi di bawah menteri, maka tanggung jawab pengelolaan dana publik akan rentan diselewengkan dan menjadi masalah.  Irham menegaskan, jangan ada upaya mendegradasi BPJS, baik itu kesehatan maupun ketenagakerjaan. Badan tersebut harus dijaga dan dikawal untuk tetap mengelola dan menyalurkan manfaat dana jaminan sosial kepada masyarakat, seperti yang selama ini sudah berjalan.

“Segala upaya mengurangi independensi BPJS itu sama saja dengan mendegradasi amanat dari sistem jaminan sosial nasional,” tegas pria yang senang mempelajari Ushul Fikih ini.

Dia juga mengatakan, BPJS bukan lembaga swasta yang ditarget mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya. Ini merupakan badan usaha publik. Tujuan utamanya adalah perlindungan dan jaminan social untuk masyarakat luas.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler