Pembiayaan Wholesale Syariah Masih Sangat Jarang

Pembiayaan wholesale BSI mencapai Rp 57,18 triliun tumbuh 15,80 persen.

Republika/Putra M. Akbar
Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo (tengah) berbincang dengan Direktur Utama PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) Hery Gunardi (kanan) saat pembukaan BSI Global Islamic Finance Summit (GIFS) 2023 di Jakarta, Rabu (15/2/2023). Acara internasional summit keuangan syariah yang pertama kali digelar oleh bank syariah di Indonesia ini diharapkan memberikan kontribusi kemajuan keuangan syariah dalam pengembangan sektor riil di Indonesia.
Rep: Dian Fath Risalah Red: Lida Puspaningtyas

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Wakil Menteri BUMN II Kartika Wirjoatmodjo atau yang akrab dipanggil Tiko, mengatakan di Indonesia pembiayaan wholesale dengan skema syariah masih jarang ditemukan. Padahal skema ini sudah umum terjadi di negara-negara lainnya seperti di di London Inggris, Dubai Uni Emirat Arab, dan Malaysia.

Baca Juga


“Kita ingin melakukan sosialisasi bahwa struktur syariah itu sebenarnya yang paling tepat untuk pembiayaan-pembiayaan infrastruktur atau pembiayaan jangka panjang pemerintah, seperti BUMN. Jadi contohnya jalan tol, perkeretapian, pembangkit listrik itu sebenarnya paling cocok di BSI, dengan struktur syariah,” ujar Tiko dalam pidatonya di acara BSI Global Islamic Finance Summit 2023 (GIFS) yang digelar oleh BSI pada Rabu (15/2/2023).

Oleh karena itu, lanjut Tiko, pada acara GIFS ini, Kementerian BUMN mengapresiasi BSI untuk terus meningkatkan literasi dan sosialisasi kepada para pelaku usaha, CFO-CFO, direktur keuangan maupun investor juga paham bahwa struktur syariah itu cocok untuk pembiayaan pembangunan Indonesia yang tepat di sektor-sektor rill. Tiko menyebut pembiayaan di sisi wholesale memiliki banyak keuntungan bagi BSI, salah satunya adalah Dana Pihak Ketiga (DPK) yang lebih berkelanjutan dan jangka panjang ketimbang DPK yang didapat dari sisi retail.

Menurut Tiko, saat ini BSI memiliki potensi yang besar untuk menggarap sisi wholesale karena pembiayaan tersebut membukukan nilai mencapai Rp 57,18 triliun tumbuh 15,80 persen secara year on year. Pencapaian ini menjadikan wholesale sebagai segmen terbesar kedua setelah segmen konsumer. Ini menunjukkan bahwa BSI berada pada posisi yang baik untuk memanfaatkan potensi pertumbuhan sektor riil di Indonesia.

BSI saat ini, lanjutnya, mampu menjadi katalis pertumbuhan perbankan syariah yang lebih tinggi daripada perbankan nasional. Hal ini menjadikan diversifikasi bisnis syariah yang mendorong dari personal banking menuju kolaborasi perbankan wholesale-retail sebagai sumber pertumbuhan bisnis baru,” tutur Tiko.

Untuk merealisasikan potensi keuangan syariah secara maksimal dalam mendukung pengembangan sektor riil di Indonesia, lanjut Tiko, BSI harus terus fokus mengembangkan produk perbankan syariah yang inovatif dan kompetitif. Tentunya sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan industri, serta tetap sesuai dengan prinsip syariah.

Kementerian BUMN berkomitmen mendorong pertumbuhan ekonomi syariah nasional dengan memperkuat dan memperluas ekonomi keuangan syariah. Optimalisasi seluruh potensi pengembangan bisnis syariah memerlukan inovasi dan transformasi model bisnis dan proses bisnis untuk memberikan daya tarik yang lebih tinggi kepada nasabah dan calon nasabah.

"BSI diharapkan tumbuh beyond banking, organik, dan beyond Indonesia untuk mengoptimalkan potensi tersebut," ujarnya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler