Menag Soroti Keberlangsungan Nilai Manfaat Dana Haji
IHRAM.CO.ID,JAKARTA -- Pemerintah dan Komisi VIII DPR telah menyepakati besaran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) 1444 H/ 2023 M dengan rata-rata Rp 90.050.637 per jamaah haji reguler.
Angka ini terdiri atas dua komponen, yaitu Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) yang ditanggung jamaah dengan rata-rata Rp 49.812.700 (55,3 persen) dan penggunaan nilai manfaat per jamaah sebesar Rp 40.237.937 (44,7 persen). Dengan skema ini, penggunaan dana nilai manfaat keuangan haji secara keseluruhan sebesar Rp 8.090.360.327.213.
Kesepakatan ini diperoleh setelah Panitia Kerja (Panja) BPIH 1444 H/ 2023 M melakukan serangkaian diskusi panjang, membahas usulan biaya haji pemerintah. Pada 19 Januari 2023, pemerintah mengajukan usulan BPIH dengan rata-rata sebesar Rp 98.893.909 dengan komposisi Bipih sebesar Rp 69.193.734 (70 persen) dan nilai manfaat (optimalisasi) sebesar Rp 29.700.175,11 (30 persen).
"Hari ini kita telah menyepakati biaya haji reguler. Rata-rata jamaah akan membayar Rp 49,8 juta dengan penggunaan dana nilai manfaat mencapai Rp 8,090 triliun. Kesepakatan ini sebagai hasil pembahasan atas skema usulan pemerintah dengan jamaah membayar Rp 69 juta dan penggunaan nilai manfaat Rp 5,9 triliun," kata Menteri Agama (Menag), Yaqut Cholil Qoumas di Jakarta, Rabu (15/2/2023).
Menag mengatakan, disepakati juga adanya afirmasi khusus bagi jamaah lunas tunda tahun 2020 dan dibutuhkan tambahan nilai manfaat mencapai Rp 845 miliar. Sehingga, dana nilai manfaat yang dibutuhkan mencapai Rp 8,9 triliun.
Dijelaskan Menag, usulan awal pemerintah berangkat dari pentingnya memperhatikan aspek keadilan dan kesinambungan pengelolaan dana haji dalam kebijakan pemanfaatan hasil pengembangan dana haji atau nilai manfaat. Karenanya, besaran penggunaan nilai manfaat yang diusulkan saat itu hanya berkisar 30 persen.
Namun, setelah melalui serangkaian pembahasan, muncul sejumlah alternatif pemikiran yang perlu dielaborasi dan didiskusikan. Antara lain efisiensi dalam pengelolaan BPIH serta peningkatan Bipih secara gradual untuk mencapai konsep istitha’ah.
"Dinamika yang terjadi selama proses pembahasan dengan perbedaan pendapat di antara kita merupakan cerminan dari wujud demokrasi, sekaligus menunjukkan betapa besar keinginan dan harapan kita untuk senantiasa berupaya meningkatkan pelayanan kepada jamaah haji. Komitmen untuk terus memperjuangkan peningkatan pelayanan kepada jamaah haji ini semoga dapat terus dipertahankan dan ditingkatkan di masa-masa mendatang,” ujarnya.
Menag bersyukur dengan adanya kebijakan politik bahwa prosentase Bipih lebih besar dari nilai manfaat, meski komposisinya belum sepenuhnya ideal.
"Saya kira ini menjadi momentum kita untuk mengarah pada skema perhajian yang lebih proporsional,” ujarnya.
Menag bersyukur dengan adanya kebijakan politik bahwa prosentase Bipih lebih besar dari nilai manfaat, meski komposisinya belum sepenuhnya ideal.
"Saya kira ini menjadi momentum kita untuk mengarah pada skema perhajian yang lebih proporsional,” ujarnya.
Menag bersyukur, setelah melalui serangkaian pembahasan ada sejumlah efisiensi yang disepakati. Misalnya, nilai kurs Dolar dan Riyal disepakati ada penurunan. Usulan DPR untuk mengurangi layanan katering jamaah dari yang awalnya tiga kali hanya menjadi dua kali makan juga disepakati. Dalam rapat panja juga disepakati besaran living cost di angka 750 Riyal.
“Dari proses diskusi dan pembahasan itu, jamaah tahun ini akan membayar biaya haji rata-rata Rp 49,8 juta. Untuk yang jamaah lunas tunda tahun 2020 tidak usah menambah biaya pelunasan. Hasil kesepakatan ini selanjutnya akan diusulkan kepada presiden untuk diterbitkan Keputusan Presiden tentang Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji,” jelas Menag.
Terkait penggunaan nilai manfaat, Menag mendorong Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) untuk melakukan optimalisasi pengelolaan dana haji pada tahun-tahun mendatang. Langkah progresif BPKH sangat diperlukan untuk memastikan dana nilai manfaat yang juga menjadi hak lebih 5 juta jamaah haji yang masih mengantri bisa terus berkesinambungan dan bisa digunakan oleh mereka pada saat keberangkatannya.
“Kesinambungan nilai manfaat perlu menjadi perhatian kita bersama. Penyelenggaraan haji akan terus berlangsung di masa-masa mendatang. Ada antrean lebih 5 juta jamaah yang juga berhak atas nilai manfaat dari hasil pengelolaan dana setoran awal mereka,” jelasnya.
Saat ini, kata Menag, kemampuan BPKH mengalokasikan nilai manfaat maksimal hanya Rp 7,1 triliun. Beruntung BPKH punya saldo Rp 15 triliun hasil pengelolaan tahun 2020 dan 2021 saat tidak ada penyelenggaraan ibadah haji. Tahun 2022, saldo itu sudah digunakan untuk menutup pembayaran kenaikan biaya Masyair dan kekurangan lainya hingga hampir Rp 2 triliun. Tahun ini, saldo yang ada juga akan terambil hampir Rp 2 triliun.
“Hal ini perlu menjadi perhatian bersama. BPKH harus lebih produktif. Jika skema defisit Rp 2 triliun per tahun ini terus berjalan, saldo BPKH bisa habis dalam lima tahun ke depan. Inilah pentingnya mulai memperhatikan keberadilan dan keberlanjutan nilai manfaat. Sebab, anggaran nilai manfaat juga hak jutaan jamaah yang masih antre,” tegasnya.
Di banding tahun sebelumnya, proses pembahasan BPIH tahun ini bisa berlangsung lebih awal. Sehingga baik Kemenag maupun Komisi VIII DPR memiliki cukup waktu untuk melakukan telaah atas usulan biaya yang disampaikan.
“Kami sampaikan apresiasi dan penghargaan kepada pimpinan dan anggota Komisi VIII DPR RI yang terus memberikan perhatian dan dukungan terhadap upaya peningkatan kualitas penyelenggaraan ibadah haji dari tahun ke tahun,” kata Menag.