Bahlil: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Salah Satu yang Terbaik di G20
BPS mencatat ekonomi sepanjang 2022 sebesar 5,3 persen.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia merupakan salah satu capaian pertumbuhan ekonomi terbaik di antara negara-negara G20. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekonomi sepanjang 2022 sebesar 5,3 persen.
"Kemarin waktu kita mendengar data BPS di kuartal keempat, alhamdulillah pertumbuhan ekonomi kita 5,31 persen dan ini adalah salah satu pertumbuhan ekonomi terbaik di antara negara-negara G20," katanya dalam konferensi pers bertajuk "Investasi Penggerak Pertumbuhan Ekonomi" di Jakarta, Kamis (16/2/2023).
Menurut Bahlil, di antara negara-negara G20, Arab Saudi mencatat pertumbuhan ekonomi tertinggi sekitar 8,7 persen, disusul Spanyol sekitar 5,5 persen. Kemudian Indonesia dengan capaian 5,3 persen.
Mantan Ketua Umum Hipmi itu menambahkan capaian pertumbuhan ekonomi yang positif juga tidak terlepas dari peran investasi. Dalam catatan Kementerian Investasi/BKPM, realisasi investasi sepanjang 2022 mencapai Rp 1.207,2 triliun dengan tambahan investasi di sektor UMKM sebesar Rp318 triliun dengan penciptaan lapangan kerja hingga mencapai 1,3 juta orang.
"Kontribusi (investasi) terhadap pertumbuhan ekonomi itu hampir 30 persen. Ini menurut saya luar biasa sekali. Saya senang dan tidak hanya, itu distribusi lapangan pekerjaan dari sektor UMKM kita tinggi. Makanya konsumsi itu masih tetap di angka 51-52 persen," katanya.
Bahlil mengungkapkan investasi juga turut mendorong sektor konsumsi karena daya beli masyarakat hanya bisa terjaga jika ada kepastian pendapatan yang tercipta dengan adanya investasi.
"Jadi kalau ada yang mengatakan kemarin bahwa ada lapangan pekerjaan yang kena PHK sekian. Katakanlah data itu kalau itu benar, tapi juga ada lapangan pekerjaan yang diciptakan dari investasi Rp1.207 triliun sebesar 1,3 juta, dan dari sektor UMKM ada sekitar 7 juta orang. Jadi ada yang pergi, banyak juga yang datang," imbuhnya.
Kendati pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat masih positif begitu pula dengan tingkat inflasi yang terkendali, Bahlil mengingatkan bahwa tahun 2023 masih perlu dihadapi dengan sikap waspada. Ia menyebutkan tahun 2023 kerap dinilai sebagai tahun yang tidak menentu dan penuh wait and see.
Kondisi itu pun mulai terlihat dari kinerja ekspor yang tidak sebaik 2022. Demikian pula aliran investasi asing langsung (Foreign Direct Investment/FDI) yang penuh tantangan.
"Saya itu mau sharing sama teman-teman bahwa optimisme ekonomi 2023 akan baik kalau mampu kita jaga momentum. Kenapa? Karena FDI juga tidak sebaik 2022. Saya baru cek dengan tim saya, itu kecenderungan untuk di kuartal pertama, itu agak tidak sebaik dibanding kuartal keempat 2022," katanya.
Bahlil juga mengungkapkan perlu ada upaya lebih untuk bisa tetap menggaet dan mendorong realisasi investasi dari negara-negara yang sudah menyatakan komitmennya untuk menanamkan modal.
"Beberapa negara yang sudah menyatakan untuk investasi di negara kita, maupun di negara lain, ini masih dibutuhkan suatu pergerakan-pergerakan mental yang baik, kira-kira begitu. Saya nggak berani membuat kata-kata yang agak sedikit jelas tapi agak sedikit samar-samar saja," katanya.
Oleh karena itu, Bahlil mengajak semua pihak untuk bekerjasama menciptakan persepsi yang baik agar citra Indonesia di mata investor asing masih tetap memiliki daya tarik.
"Menurut saya tahun 2023 adalah tahun yang tidak main-main. Saya betul-betul nggak bisa membayangkan kalau ekonomi global yang kita sudah dapat datanya, potensi resesi tidak bisa kita hindari, cuma dalam resesinya saja yang masih kita hitung. Jangan sampai itu kemudian berdampak pada wait and see kita di tahun politik," kata Bahlil.