Bawaslu: Parpol Dilarang Pakai Politik Identitas dalam Kampanye

Bawaslu menegaskan partai politik dilarang memakai politik identitas dalam kampanye.

Prayogi/Republika.
Ketua Bawaslu Rahmat Bagja. Bawaslu menegaskan partai politik dilarang memakai politik identitas dalam kampanye.
Rep: Febryan A Red: Bilal Ramadhan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu RI) kembali menegaskan, partai politik dilarang menggunakan politik identitas untuk berkampanye maupun sosialisasi. Parpol yang terbukti mengusung politik identitas, maka akan dijatuhi sanksi.

Baca Juga


"Jika ada partai politik yang menggunakan politik identitas atau politisasi SARA, maka akan berhadapan langsung dengan Bawaslu," kata Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja kepada wartawan di Jakarta, Jumat (17/2/2023).

Bagja menjelaskan, parpol yang terbukti menggunakan politik identitas atau mempolitisasi isu Suku, Agama, Ras dan Antargolongan (SARA) akan dijatuhi sanksi secara bertahap. Sanksi pertama adalah teguran agar parpol itu berhenti menggunakan narasi identitas dan SARA. Namun, Bagja tak menjelaskan sanksi lanjutnya dalam bentuk apa apabila parpol tidak mematuhi teguran.

Pernyataan tegas Bagja ini merupakan respons atas sikap resmi Partai Ummat yang ingin menggunakan politik identitas Islam dan berpolitik dari masjid untuk memenangkan Pemilu 2024. Bagja pada Selasa (14/2) malam sebenarnya telah menyampaikan teguran terbuka kepada Partai Ummat.

Bagja mengatakan, Bawaslu sangat menyesali sikap partai besutan Amien Rais itu. Pasalnya, gelaran Pemilu 2019 sudah menunjukkan betapa besarnya masalah yang muncul ketika politik identitas digunakan. Masyarakat bisa saling bersitegang dan terpecah.

Menurut Bagja, politisasi identitas merupakan cara berpolitik yang pada akhirnya berubah menjadi politisasi SARA. "Oleh sebab itu, kami dari sejak awal Bawaslu berdiri adalah lembaga yang anti terhadap politisasi SARA," kata Bagja menegaskan.

Penggunaan tempat ibadah untuk berpolitik juga merupakan persoalan besar. Jangan sampai nanti pada saat kampanye kita melihat tempat ibadah A capresnya A, tempat ibadah B capresnya B.

"Apa yang akan terjadi dengan kerukunan kita ke depan kalau banyak orang yang melakukan kampanye melalui politisasi identitas, politisasi SARA, dan politisasi lain-lain," ujar Bagja.

Senada, Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari juga tegas menyatakan bahwa parpol dilarang menggunakan politik identitas untuk berkampanye maupun sosialisasi. Menurutnya, penggunaan politik identitas untuk kampanye berarti sama saja dengan mempolitisasi isu SARA demi meraup suara pemilih.

Padahal, UU Pemilu jelas melarang penggunaan unsur SARA dalam kampanye karena dapat memecah belah masyarakat. "Di dalam Undang-Undang Pemilu kan sudah jelas ada larangan menggunakan instrumen SARA atau dalam bahasa lain politik identitas sebagai sarana atau alat untuk mensosialisasikan diri atau mengkampanyekan diri," kata Hasyim dalam kesempatan sama.

Dia pun meminta Bawaslu melayangkan teguran resmi kepada parpol yang menggunakan politik identitas. Dalam kesempatan itu, Hasyim juga mengingatkan semua parpol peserta Pemilu 2024 agar tidak menggunakan kegiatan sosialisasi sebagai kedok untuk berkampanye. Sebab, masa kampanye baru dimulai pada 28 November 2023.

Jika terbukti berkampanye, kata Hasyim, maka pihak partai akan dijatuhi sanksi, sebagaimana diatur dalam Pasal 276 UU Pemilu. Sanksinya adalah pidana penjara maksimal satu tahun dan denda maksimal Rp 12 juta terhadap pengurus partai yang bertanggung jawab atas kegiatan yang mengandung unsur kampanye itu. Penjatuhan sanksi dilakukan oleh Bawaslu.

Hasyim menjelaskan, kegiatan sosialisasi boleh dilakukan partai politik sebelum masa kampanye. Bentuknya adalah pemasangan bendera dan nomor urut parpol, serta memberikan pendidikan politik kepada kalangan internal parpol dengan metode pertemuan terbatas di ruang tertutup. Semua kegiatan sosialisasi itu wajib diberitahukan kepada KPU dan Bawaslu maksimal satu hari sebelum acara.

Namun, lanjut Hasyim, semua kegiatan sosialisasi itu dilarang mengandung unsur kampanye. Unsur kampanye yang dimaksud adalah mengungkapkan citra diri, identitas, ciri-ciri khusus atau karakteristik parpol dengan menggunakan metode penyebaran bahan kampanye kepada masyarakat umum secara langsung ataupun melalui media sosial, media cetak, dan media elektronik. Pemasangan alat peraga kampanye (APK) di tempat umum juga masuk kategori kampanye.

Sebelumnya, Ketua Umum DPP Partai Ummat, Ridho Rahmadi menyatakan, partainya mengusung politik identitas dan akan menggunakan masjid untuk berpolitik. Berpolitik dengan mengusung identitas Islam merupakan salah satu strategi partai besutan Amien Rais itu untuk memenangkan Pemilu 2024.

"Kita akan secara lantang mengatakan, ya kami Partai Ummat, dan kami adalah politik identitas," kata Ridho dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) I Partai Ummat di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta, Senin (13/2/2023).

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler