Menkes: 90 Persen Kanker Dapat Dikendalikan, tapi...

Menkes sebut deteksi dini meningkatkan kesempatan hidup penderita kanker

ANTARA FOTO/Khalis Surry
Warga mencukur rambutnya sebagai bentuk kepedulian kepada penderita kanker di Banda Aceh, Aceh. Menteri Kesehatan Budi G. Sadikin mengatakan, sekitar 90 persen kanker sebenarnya bisa dikendalikan. Namun demikian, pihaknya menyebut semua lapisan masyarakat perlu melakukan deteksi dini atau skrining kesehatan secara berkala.
Rep: Zainur Mahsir Ramadhan Red: Ichsan Emrald Alamsyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Kesehatan Budi G. Sadikin mengatakan, sekitar 90 persen kanker sebenarnya bisa dikendalikan. Namun, pihaknya menyebut semua lapisan masyarakat perlu melakukan deteksi dini atau skrining kesehatan secara berkala.


“Kanker itu dapat dikendalikan, angka survival rate-nya tinggi, tapi syaratnya harus deteksi dini. Sekitar 90 persen bisa dikendalikan, kalau ditemukan pada stadium lanjut, 90 persen akan meninggal,” kata Menkes Budi dalam keterangannya di Jakarta, dikutip pada Senin (20/2).

Deteksi dini, lanjut Menkes, berpeluang besar untuk meningkatkan kesempatan seseorang menjadi penyintas untuk penyakit tidak menular seperti kanker. Dengan demikian, biaya perawatan, tingkat keparahan, kecacatan, bahkan kematian bisa dikendalikan. 

Banyaknya penderita kanker yang tidak tertangani di Indonesia, menurut dia, karena beragam penyebab. Pertama, masyarakat takut untuk melakukan pemeriksaan karena khawatir keterbatasan dana, kedua keterbatasan peralatan sehingga belum banyak fasilitas kesehatan utamanya di daerah yang mampu melakukan skrining kanker dan ketiga, kurangnya tenaga kesehatan yang berkompeten. 

“Ketiga faktor tersebut kini tengah menjadi fokus Kementerian Kesehatan untuk direformasi,” katanya.

Dari sisi pembiayaan, Menkes Budi menyebutkan bahwa saat ini skrining kanker sudah ditanggung BPJS Kesehatan, sehingga masyarakat bisa memanfaatkanya secara gratis di fasilitas pelayanan kesehatan. 

“Misalnya untuk kanker kolorektoral, sekarang untuk laki-laki usia diatas 50 tahun sudah bisa melakukan deteksi dini gratis di fasyankes,” ucap Menkes. 

Sementara itu, Ketua Umum Perhimpunan Onkologi Indonesia (POI), Cosphiadi Irawan mengatakan, pada tahun 2020 setidaknya ada sekitar 10 juta penduduk dunia yang meninggal akibat kanker. Dari tahun ke tahun, jumlah ini dilaporkan terus meningkat dan di tahun 2023 diperkirakan ada sekitar 13 juta kematian akibat penyakit berbahaya ini. 

Cosphiadi membeberkan, tingginya angka kematian kanker tersebut disebabkan oleh pola hidup yang kurang sehat. Utamanya, seperti konsumsi makanan cepat saji, kurang aktivitas fisik, merokok, dan minum alkohol. 

“Kebiasaan ini menyumbang hingga 30 persem, karena itu deteksi dini sangat penting untuk pencegahan,” katanya.

Sebelumnya, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyatakan dari 10 juta kematian akibat kanker yang ada di dunia, sekitar 70 persen kematian di antaranya ditemukan terjadi di negara berkembang. Salah satu negara yang dimaksud, termasuk Indonesia.

"Itu 70 persen kematiannya disebabkan oleh kanker terjadi di negara berkembang termasuk Indonesia," kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes Eva Susanti.

Di Indonesia, kanker payudara menjadi yang paling banyak diderita. Dokter spesialis bedah kanker dari Rumah Sakit Dharmais Jakarta, Rian Fabian Sofyan, mengatakan penderita kanker payudara dari tahun ke tahun terus meningkat di Indonesia. Mengutip data Global Cancer Observatory, pada 2020 dia sebut ada sekitar 65.858 kasus baru kanker payudara sepanjang tahunnya.

“Artinya 182 kasus per hari dan 7,6 kasus per jam atau satu pasien baru setiap delapan menit,” kata Rian dalam diskusi daring yang diadakan Kemenkes ‘Peringatan Hari Kanker Sedunia 2023’ di Jakarta, Kamis (2/2/2023).

Dia menambahkan, risiko dari kanker payudara juga tergolong besar, sekitar 25 persen dari 10 penyintas yang meninggal dunia. Hal itu, ia sebut karena tes dini yang kerap dihindari dan mencakup beberapa faktor penyebab.

“Pertama ketakutan, lalu tidak memiliki biaya, padahal ada BPJS, yang dipermasalahkan mungkin biaya tinggal dan ke lokasi yang mahal. Terakhir informasi yang kurang atau pengaruh sosial dan tetangga,” ucapnya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler