Kepala BPPSDMP Kementan Minta Jajaran Laksanakan Permentan Nomor 7/2022
Kepala BPPSDMP ingatkan Permentan No 7/2022 mengusung semangat Reformasi Birokrasi
REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Seluruh jajaran Kementerian Pertanian RI khususnya Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian Kementan (BPPSDMP) di pusat hingga ke daerah harus memahami serta memiliki kesadaran dalam penerimaan dan pelaporan gratifikasi, yang berakibat pada terjadinya benturan kepentingan.
Seruan tersebut dikemukakan Kepala BPPSDMP Kementan Dedi Nursyamsi pada jajarannya di pusat dan daerah mengenai ´benang merah´ dari Peraturan Menteri Pertanian RI (Permentan) Nomor 7 Tahun 2022 tentang Penanganan Benturan Kepentingan, Pengendalian Gratifikasi, dan Pengelolaan Pengaduan Masyarakat Lingkup Kementerian Pertanian´.
"Untuk itu, seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN) yang dinyatakan memiliki potensi benturan kepentingan, wajib melaporkan kepada atasan langsung," kata Dedi Nursyamsi dalam arahannya pada Workshop Sistem Pengendalian Intern Pemerintah [SPIP] di Bogor di Bogor, Jawa Barat, Selasa petang (21/2).
Dia menambahkan, ASN wajib melaporkan kepada atasan langsung, tujuannya untuk penelaahan potensi benturan kepentingan, atau bisa melalui sistem pengaduan masyarakat dengan melampirkan bukti terkait.
Arahan Dedi Nursyamsi dikemukakan pada Workshop SPIP yang dihadiri lebih 60 peserta secara tatap muka (offline) dan daring (online) dari unit kerja (satuan kerja/Satker) di pusat dan unit-unit pelaksana (UPT) lingkup BPPSDMP Kementan di seluruh Indonesia.
"Permentan No 7/2022 mengusung semangat Reformasi Birokrasi. Tujuannya menciptakan birokrasi pemerintah yang profesional, berintegritas, bebas dan bersih KKN serta mampu melayani publik, sesuai nilai-nilai dasar dan kode etik ASN," kata Dedi Nursyamsi.
Komitmen jajaran BPPSDMP Kementan, katanya, sejalan instruksi Menteri Pertanian RI Syahrul Yasin Limpo terkait Permentan No 22/2022 bagi Reformasi Birokrasi di Kementan.
"Tujuan Permentan tersebut agar seluruh program Kementan dapat berjalan dengan baik dan sesuai peraturan perundang-undangan," kata Mentan Syahrul.
Menurutnya, Satuan Pelaksana Pengendalian Internal Pemerintah (Satlak SPIP) dan seluruh petugas pelaksana kegiatan harus bekerja transparan dan akuntabel.
"Penuh loyalitas terutama dalam pengelolaan aset dan anggaran negara serta mampu bekerja dalam tim yang saling mendukung dan melengkapi baik pusat maupun daerah," kata Mentan Syahrul.
Turut hadir Sekretaris BPPSDMP Siti Munifah didampingi Koordinator Evaluasi dan Pelaporan (Evalap) BPPSDMP Septalina Pradini dan Sub Koordinator Evaluasi Evalap, Revo Agri Muis.
Hadir sejumlah narasumber pada workshop tiga hari, 21 - 23 Februari, di antaranya Inspektur Investigasi pada Inspektorat Jenderal (Itjen) Kementan, Mangasi Situmeang dan Penyuluh Utama Antikorupsi pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Muhammad Indra Furqon.
Mangasi Situmeang mengingatkan, dengan terbitnya Permentan No 7/2022 mengenai 'penanganan benturan kepentingan, pengelolaan gratifikasi dan pengelolaan pengaduan masyakarat lingkup Kementan.
"Dharapkan seluruh lini memahami serta memiliki kesadaran dalam penerimaan dan pelaporan gratifikasi yang berakibat pada terjadinya benturan kepentingan," katanya.
Permentan menjadi acuan pelaksanaan SPIP, kata Mangasi, sebagai proses integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus-menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai."Artinya, untuk memberi keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan," katanya lagi.
Ruang lingkup SPIP Terintegrasi menurut Peraturan Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan RI [BPKP] Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penilaian Maturitas Penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah Terintegrasi pada Kementerian/Lembaga/ Pemerintah Daerah.
Sementara Penyuluh Utama KPK, MI Furqon menyoroti frasa 'benturan kepentingan' maka setiap ASN Kementan wajib melaporkan kepada atasan langsung untuk dilakukan penelaahan potensi benturan kepentingan melalui Unit Pengendalian Gratifikasi (UPG) pada masing-masing Satker atau melalui sistem aplikasi Gratifikasi Online (GOL) milik KPK berupa pengaduan masyarakat dengan melampirkan bukti terkait maksimal 30 hari setelah kejadian gratifikasi.
"Gratifikasi terjadi karena adanya pemikiran rasionalisasi atau pembenaran, tekanan, dan kesempatan," katanya.
Pengelolaan gratifikasi, kata MI Furqon, terdiri atas gratifikasi yang wajib dilaporkan dan gratifikasi yang tidak perlu dilaporkan, dengan dasar tidak ada konflik kepentingan dan diukur tingkat kewajarannya bahkan gratifikasi juga dilakukan dengan pendekatan agama.