Sidebar

Usulan Setoran haji dengan Standar Emas Diyakini tak Berdampak Signifikan

Friday, 24 Feb 2023 15:49 WIB
Usulan Setoran haji dengan Standar Emas Diyakini tak Berdampak Signifikan. Foto: Emas batangan (ilustrasi)

IHRAM.CO.ID, SURABAYA -- Pakar ekonomi Islam Universitas Airlangga (Unair) Imron Mawardi menilai, usulan setoran biaya haji dengan standar emas tidak menimbulkan dampak signifikan. Karena, kata dia, antara nilai emas dan uang tidak ada signifikan perbedaannya. Apalagi emas merupakan barang yang diperjualbelikan di pasar, sehingga harganya pun fluktuatif.

"Sejak 2011 emas pernah sampai 2.040 dolar AS per troy ons atau 31,10 gram. Sempat tur8n menjadi 1.100 dolar AS per troy ons, lalu naik lahi sampai sekarang sekitar 1.800 dolar AS per troy ons. Artinya emas juga fluktuatif. Cuma memang secara umum dalam jangka panjang masih naik (nilainya)" kata Imron kepada Republika, Jumat (24/2/2023).

Imron melanjutkan, dilihat dari sisi investasi, return investasi emas juga tidak lebih besar dari rupiah. Ia mencontohkan ketika saat ini kita membeli satu gram emas dengan harga Rp 1.000.000 nilai jualnya ada di angka Rp 880.000 per gram. Artinya selisih antara nilai jual dan belinya juga jauh, sehingga nilainya tetap tergerus.

"Jadi menurut saya itu tidak terlalu berbeda apakah dengan emas atau dengan uang. Jadi tidak terlalu relevan setoran haji diganti dengan emas," ujarnya.

Imron pun menyarankan solusi yang menurutnya bisa menjadi pilihan pemerintah terkait biaya haji. Yakini dengan menaikkan setoran haji. Ketika setoran haji naik, menurutnya akan banyak manfaatnya. Pertama, return hasil investasi setoran awal dana haji akan lebih banyak.

"Misalnya setoran awal Rp 40 juta, per tahun dapat 7 persen kan berarti dapat Rp 2.800.000 per tahun. Tahun nerikutnya lagi akan lebih banyak. Itu akan membantu memperoleh uang hasil investasi dari uang yang dia setorkan. Jumlahnya cukup besar. Jadi saat pelunasan membayarnya tidak terlalu besar," kata Imron.

Manfaat kedua, lanjut Imron, akan sedikit mengurangi pendaftar haji, yang nantinya berpengaruh terhadap waktu tunggu yang lebih pendek. Saat ini dengan kuota sekitar 221 ribu per tahun, daerah yang paling panjang masa tunggunya mencapau 48 tahun. "Mungkin dengan setiran yang lebih tinggi, bisa mengurangi antrean yang panjang," kata Imron.

Imron menambahkan, sistem pembiayaan haji selama ini memang sangat berisiko, karena sebenarnya jamaah yang berangkat mendapatkan subsidi dari manfaat investasi calon jamaah haji sampai puluhan tahun ke depan. Ia mencontohkan tahun lalu, dengan jumlah calon jamaah haji yang mencapai 5 juta orang, uang yang terkumpul sekitar Rp 160 triliun.

"Nah kalau kita lihat nilai manfaat atau return dari investasi dana haji itu kan sekitar 6 persen per tahun. Artinya sekitar Rp 9 triliun per tahun. Sementara untuk mensubsidi bisa menghabiskan Rp 6 hingga Rp 7 triliun. Artinya uang yang sebenarnya miliknya calon jamaah yang begitu banyak hanya digunakan untuk mensubsidi 200 ribuan jamaah yang berangkat. Ini terlalu berisiko," kata Imron.

Kalau mau lebih fair, lanjut Imron, sebenarnya ada cara sederhana. Ia mencontohkan jamaah haji yang berangkat tahun ini rata-rata masa tunggunya sekitar 12 tahun. Artinya mereka yang berangkat tahun ini kira-kira mendaftar pada 2011. Jika saat mendaftar mereka menyetir Rp 25 juta dan dalam satu tahun rata-rata uang setoran awap menghasilkan return 6 persen berarti selama 12 tahun mereka dapatnya sekitar 72 persen.

"Itu kira-kira dapatnya sekitar Rp 18 juta. Return dari investasi uangnya sendiri selama 12 tahun itu Rp 18 juta hasilnya. Kalau ditambah dengan uangnya yang Rp 25 juta kan dapatnya 43 juta. Nah kalau biaya real hajinya itu sekitar Rp 90 juta, berarti jamaah sekarang harusnya menambahnya sekitar Rp 50 juta. Menurut saya itu yang paling fair. Secara akad pun itu yang paling jelas dimana uang yang dia gunakan adalah uangnya sendiri," ujarnya.

Baca Juga


Berita terkait

Berita Lainnya