Projo Tolak Penundaan Pemilu dan Jokowi Tiga Periode

Wacana penundaan pemilu dinilai merusak nama Jokowi.

republika/mardiah
.Pro Jokowi (Projo) tegas menolak isu penundaan pemilihan umum (Pemilu) 2024 dan perpanjangan masa jabatan presiden.
Rep: Nawir Arsyad Akbar Red: Indira Rezkisari

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Relawan Pro Jokowi (Projo) tegas menolak isu penundaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 dan perpanjangan masa jabatan presiden yang kembali bergulir dalam beberapa hari terakhir. Sebab, isu tersebut sangat berpotensi melanggar Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dan merusak nama Jokowi sebagai presiden.

"Hal tersebut proposal yang menjerumuskan Pak Jokowi. Kami lebih sayang, jangan sampai kerja Pak Jokowi jadi sia-sia hanya karena proposal penundaan pemilu," ujar Sekretaris Jenderal Projo, Handoko dalam konferensi persnya di Kantor DPP Projo, Jakarta, dikutip Sabtu (25/2/2023).

Ia juga menyoroti gugatan terhadap sistem proporsional terbuka yang saat ini berada di Mahkamah Konstitusi (MK). Sebab jika MK mengabulkan gugatan tersebut, ada peluang besar Pemilu 2024 akan menggunakan sistem proporsional tertutup.

Artinya masyarakat Indonesia tak akan lagi memilih calon legislatifnya, melainkan hanya mencoblos partai politiknya. Selanjutnya, partai politiklah yang akan menunjuk siapa kader yang akan menduduki kursi legislatif.

Jika hal tersebut terjadi, akan timbul kembali celah penundaan Pemilu 2024 yang tentunya akan berdampak kepada masa jabat Jokowi sebagai presiden. Karena, perubahan sistem proporsional terbuka ke tertutup tentu akan mengganggu tahapan Pemilu 2024 yang sudah berjalan dan kurang dari setahun lagi.

"Apabila ditetapkan dengan sistem tertentu, kemudian nanti dan harus melakukan perubahan terhadap undang-undang segala macam, maka itu menjadi pintu masuk atau celah, sehingga memungkinakan terjadinya penundaan pemilu, itu kekhawatiran," ujar Handoko.

"Terserah mau diputuskan terbuka atau tertutup, yang penting tidak mengganggu jadwal Pemilu 14 Februari 2024, tapi (perubahan) jangan 2024, nanti 2029 atau setelahnya. Sehingga tidak mengganggu proses pemilu yang sudah kita mulai jalankan tahapannya," sambungnya.

Sebelumnya, Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tandjung mengaku heran dengan kembali berembusnya isu penundaan Pemilu 2024. Bahkan sebelum isu itu, ada juga ribuan kepala desa yang tiba-tiba mengusulkan perpanjangan masa jabatannya dari enam tahun menjadi sembilan tahun.

"Itu yang saya katakan kemarin, sebetulnya saya lagi cari tahu ini kenapa kok akhir-akhir ini muncul isu-isu yang itu mendorong terjadinya perubahan regulasi, ya. Baik undang-undang teknis sampai Undang-Undang Dasar 1945," ujar Doli di Kantor DPP Partai Golkar, Jakarta, Selasa (7/2/2023).

Sementara itu, terdapat pula gugatan terhadap sistem proporsional terbuka dalam pemilu di MK. Lalu, baru-baru ini terdapat usulan yang meminta pemilihan gubernur (Pilgub) tak dilakukan secara langsung.

Menurutnya, semua isu dan usulan tersebut berkaitan dengan revisi undang-undang hingga mengamandemen UUD 1945. Di mana prosesnya harus melewati kajian yang komprehensif dan proses pembahasan yang sangat lama.

"Kalaupun misalnya kita menganggap ada masalah, itu juga tidak mudah karena harus ada perubahan undang-undang. Bukan hanya perubahan undang-undang biasa, tetapi juga UUD 1945," ujar Doli.

Karenanya, ia berharap semua pihak menjaga kondusivitas jelang Pemilu 2024. Ia mengimbau seluruh elemen masyarakat berpatokan terhadap konstitusi dan peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini.

"Kita harus tetap menjaga kondusivitas ya, apalagi saya kira kita semua punya kepentingan, lima tahun, 10 tahun yang akan datang semua partai politik memiliki kepentingan untuk membuat Indonesia ini akan semakin maju," ujar Doli.


Baca Juga


BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler