Media AS: Cina Pertimbangkan Kirim Artileri dan Amunisi ke Rusia

Jika Cina kirim artileri dan amunisi maka akan mempengaruhi jalannya perang

Wikimedia Commons
Bendera Cina dan Rusia.
Rep: Lintar Satria Red: Esthi Maharani

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Media Amerika Serikat (AS), NBC News melaporkan intelijen terbaru menunjukkan Cina mempertimbangkan mengirim artileri dan amunisi ke Rusia. NBC News mengklaim informasi itu berasal dari tiga sumber pemerintah AS.

NBC News mengatakan para pejabat itu tidak memberikan bukti spesifik yang mendukung klaim tersebut. NBC News mengatakan mereka mengkonfirmasi informasi ini ke mantan pejabat AS dan seorang pejabat negara Barat yang menerima pengarahan mengenai klaim tersebut.

Surat kabar Wall Street Journal yang pertama kali melaporkan klaim tersebut. NBC News menambahkan mereka mengontak Kementerian Luar Negeri Cina untuk meminta komentar tentang klaim yang muncul setelah Beijing mengajukan 12 poin rencana perdamaian pada Jumat (24/2/2023) lalu.

Cina mendorong Rusia dan Ukraina sepakat untuk melakukan de-eskalasi secara bertahap, menjaga fasilitas nuklir tetap aman, mendirikan koridor bantuan kemanusian dan mencegah serangan ke warga sipil. Pada awal bulan ini Beijing menolak tuduhan AS mengenai bantuan tak mematikan ke Rusia. Cina meminta AS tidak mencampuri hubungannya dengan Rusia.

Pengamat dari Foreign Policy Research Institute, Rob Lee mengatakan bila Cina benar mengirimkan senjata ke Rusia maka "dapat menjadi perkembangan signifikan."

"Ketersediaan amunisi artileri untuk Ukraina dan Rusia dapat disebut merupakan variabel terpenting yang dapat mempengaruhi jalannya perang," kata Rob Lee.  

Namun pakar Rusia dan peneliti senior lembaga think tank Chatham House, Keir Giles mengatakan asesmen dan prediksi sebelumnya Rusia kehabisan amunisi ternyata tidak terjadi di dunia nyata. Ia menambahkan bila Moskow beralih ke pemasok alternatif selain drone yang diterima dari Iran.

"Maka hal itu menunjukkan mereka kehabisan persediaan senjata dan amunisi pasca Perang Dingin di kecepatan yang mereka rasa tidak berkelanjutan," katanya.

Profesor kajian strategis di University of St. Andrews Phillips O’Brien mengatakan akan aneh bila Cina memilih mengirimkan pasokan ke Rusia. "(Sebab) akan menurunkan hubungan dengan kelompok pelanggan terbesar Cina, (AS dan Eropa)," katanya.

Baca Juga


BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler