Cina Geram AS Larang Aplikasi TikTok pada Perangkat Federal

Cina menilai AS menyalahgunakan kekuasaan negara untuk menekan perusahaan asing.

Pixabay
(Foto: ilustrasi aplikasi TikTok). Cina mengkritik dan menentang keputusan Pemerintah Amerika Serikat (AS) memerintahkan penghapusan aplikasi berbagi video TikTok dari semua perangkat federal.
Rep: Kamran Dikarma Red: Nidia Zuraya

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING – Cina mengkritik dan menentang keputusan Pemerintah Amerika Serikat (AS) memerintahkan penghapusan aplikasi berbagi video TikTok dari semua perangkat federal. Beijing menilai, Washington telah menyalahgunakan kekuasaan negara untuk menekan perusahaan asing.

Baca Juga


“AS telah memperluas konsep keamanan nasional dan menyalahgunakan kekuasaan negara untuk menekan perusahaan asing. Kami dengan tegas menentang tindakan yang salah itu,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Cina Mao Ning dalam pengarahan pers, Selasa (28/2/2023), dikutip laman resmi Kemenlu Cina.

Mao menekankan, Pemerintah AS harus menghormati prinsip ekonomi pasar dan persaingan yang adil. AS, kata dia, mesti berhenti menekan perusahaan asing dan menciptakan lingkungan terbuka, adil, dan tidak diskriminatif untuk perusahaan-perusahaan asing di negara tersebut.

Gedung Putih telah memberi waktu 30 hari kepada semua agen federal untuk menghapus TikTok dari semua perangkat pemerintah. TikTok dipandang menimbulkan risiko keamanan nasional bagi negara tersebut.

Kepala petugas keamanan informasi federal AS, Chris DeRusha, mengatakan, pemerintahan Joe Biden-Kamala Harris telah banyak berinvestasi dalam mempertahankan infrastruktur digital negara tersebut dan membatasi akses musuh asing ke data warga Amerika. “Panduan ini (pelarangan TikTok) adalah bagian dari komitmen berkelanjutan pemerintah untuk mengamankan infrastruktur digital kita serta melindungi keamanan dan privasi rakyat Amerika,” ujarnya.

Pada Desember tahun lalu, Kongres AS mengesahkan No TikTok on Government Devices Act sebagai bagian dari paket pendanaan pemerintah. Undang-undang memang mengizinkan penggunaan TikTok dalam kasus-kasus tertentu, termasuk untuk keamanan nasional, penegakan hukum, dan tujuan penelitian.

Juru bicara TikTok Brooke Oberwetter mengatakan, larangan TikTok pada perangkat federal disahkan Desember 2022 lalu tanpa pertimbangan apa pun. “Sayangnya, pendekatan itu telah berfungsi sebagai cetak biru bagi pemerintah dunia lainnya. Larangan ini tidak lebih dari teater politik,” ujarnya.

Pekan lalu Komisi Eropa telah melarang jajaran stafnya untuk menggunakan aplikasi berbagi video, TikTok. Keputusan itu diambil dengan alasan untuk melindungi data dan meningkatkan keamanan siber.

“Tindakan tersebut (pelarangan penggunaan TikTok untuk staf) bertujuan melindungi Komisi (Eropa) dari ancaman serta tindakan keamanan siber yang dapat dimanfaatkan untuk serangan siber terhadap lingkungan korporat komisi,” kata juru bicara Uni Eropa Sonya Gospodinova, Kamis (23/2/2023), dikutip laman BBC.

Para staf Komisi Eropa juga dilarang menggunakan TikTok di perangkat pribadi yang menginstal aplikasi resmi. Proses penghapusan aplikasi TikTok harus dilakukan sesegera mungkin dan paling lambat hingga 15 Maret mendatang.

Mereka yang tak mematuhi tenggat waktu tak akan bisa memanfaatkan aplikasi Dewan Manajemen Korporat Komisi Eropa, seperti email komisi dan Skype for Business. Komisi Eropa memiliki sekitar 32 ribu pegawai tetap dan kontrak.

Parlemen Eropa mengungkapkan, mereka mengetahui keputusan yang diambil Komisi Eropa dan menjalin kontak dengannya. “Layanan-layanan terkait juga memantau dan menilai semua kemungkinan pelanggaran data terkait aplikasi dan akan mempertimbangkan evaluasi Komisi Eropa sebelum merumuskan rekomendasi kepada otoritas parlemen Eropa,” kata seorang juru bicara Parlemen Eropa.

TikTok mengaku menyesalkan keputusan Komisi Eropa. Menurutnya, langkah pelarangan penggunaan didasarkan pada gagasan yang salah tentang platformnya.

“Kami percaya penangguhan ini salah arah dan didasarkan pada kesalahpahaman mendasar. Kami telah menghubungi Komisi (Eropa) untuk meluruskan dan menjelaskan bagaimana kami melindungi data 125 juta orang di seluruh Uni Erpa yang mengunjungi TikTok setiap bulan,” ujar seorang juru bicara TikTok.

Perusahaan induk TikTok, ByteDance, menghadapi peningkatan pengawasan Barat dalam beberapa bulan terakhir. Hal itu karena kekhawatiran tentang seberapa banyak besar kewenangan Pemerintah Cina untuk mengakses data-data pengguna yang dimiliki perusahaan tersebut.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler