Orang Tua di Iran Gelar Protes Usai Ratusan Siswi Jadi Korban Serangan Racun
Pemerintah Iran yakin para siswi diracun dan menyalahkan musuh-musuhnya.
REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Orang tua yang khawatir menggelar aksi unjuk rasa di Teheran, Iran setelah ratusan siswi di lusinan sekolah sakit dalam insiden yang diduga serangan racun. Pemerintah Iran yakin para siswi diracun dan menyalahkan musuh-musuhnya.
Kementerian Kesehatan Iran mengatakan para siswi mengalami "serangan racun ringan". Beberapa politikus mengindikasi para siswi itu korban serangan kelompok Islam radikal yang menentang pendidikan untuk perempuan.
Kementerian Dalam Negeri Iran mengatakan, pemerintah sedang mempelajari "sampel mencurigakan" yang ditemukan dilapangan.
"Dalam studi lapangan, sampel mencurigakan telah ditemukan yang mana sedang dipelajari untuk mengidentifikasi penyebab sakit para siswa dan hasilnya akan segera dipublikasikan secepat mungkin," kata Menteri Dalam Negeri Iran Abdolreza Rahmanil Fazli dalam pernyataan yang dikutip kantor berita IRNA, Sabtu (4/3/2023).
Siswi di lebih dari 30 sekolah di 10 provinsi di Iran tiba-tiba sakit. Video di media sosial menunjukkan para orang tua berkumpul di sekolah-sekolah untuk membawa putri mereka pulang dan beberapa siswi dibawa ke rumah sakit dengan ambulan atau bus.
Dalam video yang tersebar di media sosial Sabtu kemarin terlihat para orang tua berkumpul di gedung Kementerian Pendidikan. Aksi unjuk rasa memprotes insiden ini berubah menjadi demonstrasi anti-pemerintah.
"Basij, Garda Revolusi, kalian Daesh (ISIS) kami," teriak para pengunjuk rasa menyamakan Garda Revolusi dan pasukan keamanan Iran lainnya dengan ISIS.
Aksi unjuk rasa serupa juga digelar di dua lokasi lain di Teheran dan beberapa kota lainnya, termasuk di Isfahan dan Rasht. Serangan racun ini terjadi saat penguasa Iran menghadapi aksi unjuk rasa anti-pemerintah, yang dipicu kematian seorang perempuan muda di tahanan polisi moral.
Unggahan media sosial beberapa hari terakhir menunjukkan foto dan video para siswi jatuh sakit, mual dan jantung berdebar-debar. Beberapa mengeluhkan sakit kepala.
Kantor Hak Asasi Manusia PBB meminta penyelidikan atas kasus ini digelar terbuka. Jerman dan Amerika Serikat sudah mengungkapkan kekhawatirannya.
Iran menolak apa yang mereka anggap sebagai campur tangan asing dan "reaksi tergesa-gesa." Pada Jumat (3/3/2023) lalu, Iran mengatakan sedang menyelidiki penyebab kasus ini.
"Salah satu prioritas utama pemerintah Iran adalah mengejar masalah ini secepat mungkin dan memberikan informasi terdokumentasikan untuk mengatasi kekhawatiran pada keluarga dan meminta pertanggung jawaban pelaku dan penyebabnya," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Nasser Kanaani.
Sejak September tahun lalu, siswi sekolah aktif menggelar aksi unjuk rasa anti pemerintah. Mereka membuka hijab yang wajib di luar keras, merobek foto Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei, dan menyerukan kematiannya.