Sambut Hari Perempuan BKKBN Gelar Layanan KB Serentak

Pelayanan KB modern untuk mendukung penurunan stunting

Republika/Bowo Pribadi
Deputi Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi (KKBR) BKKBN, dr Eni Gustina saat meninjau pelaksanaan layanan KB Serentak di Puskesmas Guntur II, Kecamatan Guntur, Kabupaten Demak, Rabu (8/3).
Rep: S Bowo Pribadi Red: Ichsan Emrald Alamsyah

REPUBLIKA.CO.ID, DEMAK -- Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menjadikan Internasional Women's Day (Hari Perempuan Internasional) dengan Pelayanan KB Serentak, secara nasional.


Kegiatan ini tidak sekedar untuk mengejar indikator capaian pelayanan KB modern, dalam rangka mendukung upaya-upaya percepatan penurunan angka stunting. Lebih dari itu, kegiatan ini juga dilakukan untuk memberikan hak- hak kaum perempuan di Indonesia untuk sehat, dalam hal ini melalui  pelayanan kesehatan alat reproduksi yang baik .

Deputi Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi (KKBR) BKKBN, dr Eni Gustina menegaskan,  alat kontrasepsi bukan hanya untuk membatasi kehamilan, tapi juga alat untuk menjaga kesehatan reproduksi.

Perempuan memang melahirkan, tetapi melahirkan itu ada upaya kesehatannya supaya tidak terlalu banyak dan berjarak, caranya dengan menggunakan alat kontrasepsi. Apalagi BKKBN diberikan tugas sebagai koordinator pelaksana penurunan angka stunting, yang salah satu intervensinya dilakukan melalui penurunan '4 terlalu', terlalu muda, terlalu tua, terlalu banyak dan terlalu dekat.

Sehingga ini menjadi bentuk kami menghargai kaum perempuan di Indonesia serta pembelajaran bagi perempuan Indonesia, bahwa mereka punya hak untuk mendapatkan kesehatan reproduksi.

Punya anak adalah kebutuhan, tetapi juga harus ada batasannya dan ini harus dikomunikasikan dengan baik kepada para suami bahwa kesehatan reproduksi juga penting.

"Suami jangan menuntut anaknya harus tujuh, kapan nanti istrinya istirahat," tegasnya, di sela meninjau pelaksanaan layanan KB Serentak di Puskesmas Guntur II, Kecamatan Guntur, Kabupaten Demak, Rabu (8/3).

Eni juga menyarankan agar para akseptor KB yang berusia lebih dari 35 tahun, disarankan untuk menggunakan alat kontrasepsi untuk seterusnya, karena cukup berisiko untuk melahirkan.

Jadi sekali lagi hak-hak perempuan itu harus diberikan seluas-luasnya tidak hanya untuk pelayanan kontrsepsi, tetapi juga harus mendapatkan informasi, kapan melahirkan.

"Termasuk hak kesehatan ibu dan anak dan juga hak untuk kesehatan dirinya sendiri, sebagai kaum perempuan hingga pentingnya alat kontrasepsi," tandasnya.

Eni menambahkan, melalui kegiatan pelayanan KB serentak ini juga diharapkan mampu mendorong capaian pelaksanaan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP).

Sampai dengan saat ini, lanjutnya, capaian MKJP secara nasional baru 22,6 persen dari target 28 persen di tahun 2024 nanti. "Sebenarnya di tahun 2023 targetnya 26 persen, tapi baru 22 perse, sehingga kita menggeser," ucapnya.

Mengapa MKJP, masih jelas Eni, karena secara kualitas metode kontrasepsi jangka panjang ini jauh lebih efektif, efisien dan lebih ekonomis.

Sehingga BKKBN mengajak masyarakat untuk beralih kepada MKJP. Karena masyarakat akan lebih menghemat uangnya, menghemat tenaganya dan menghemat waktunya.

Masyarakat bisa berkonsentrasi untuk kebutuhan keluarga yang lain. "Bahkan uangbyang dihemat juga bisa digunakan untuk membantu pemrnuhan makanan bergizi anak- anaknya dengan baik," tutur Eni.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler