Boikot Israel, Laga Prancis Vs Israel di Stade de France Sepi Penonton

AP mencatat hanya 16.500 ribu tiket terjual dari kapasitas 80 ribu Stade France.

AP Photo/Michel Euler
Pendukung sepak bola Israel membentangkan bendera dalam pertandingan Nations League Prancis melawan Israel di stadion Stade de France, Kamis, 14 November 2024 di Saint-Denis.
Rep: Fitriyanto Red: Israr Itah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dukungan terhadap kemerdekaan Palestina terus digemakan dari arena olahraga. Terbaru datang dari Prancis, saat laga Les Bleus kontra Israel di Stade de France, Jumat (15/11/2024) dini hari WIB.

Baca Juga


Sebelumnya ramai seruan agar masyarakat Prancis tidak datang langsung ke stadion dalam laga ini. Seruan boikot terhadap duel lanjutan Grup A2 tersebut berlangsung sukses. Stadion kebanggaan Prancis yang berkapasitas 80 ribu tempat duduk, Stade de France sepi penonton.

Dilansir dari laman Reuters, penonton tak mencapai 20 ribu, atau hanya seperlimanya saja. AP mencatat penjualan tiket sebesar 16.600. Laga tersebut sempat diwarnai dengan cemoohan terhadap lagu kebangsaan Israel serta keributan kecil yang dipicu satu fan Israel.

Di media sosial juga ramai dibagikan foto betapa sepinya Stade de France semalam. Salah satunya dibagikan oleh Freddie Fonton di akun X.

Dalam foto tersebut disertai keterangan Pertandingan Prancis vs Israel. Masyarakat Prancis telah memutuskan untuk tetap berada di rumah sebagai bentuk protes atas kejahatan perang Israel di Gaza.

Postingan ini kemudian mendapat tanggapan yang hampir semuanya memberikan dukungan atas aksi boikot pertandingan Prancis melawan Israel tersebut. Mereka berharap Israel dilarang tampil di ajang kompetisi olahraga khusus sepak bola.

Akun Stop Genosida mengomentari foto tersebut dengan menulis, "Mengapa orang Israel berkompetisi di kompetisi Eropa? Karena mereka adalah orang yang paling beruntung di dunia; mereka selalu memiliki hak untuk duduk di dua kursi. Ketika mereka ingin tampil di Eurovision, atau di kompetisi olahraga, mereka adalah orang Eropa, dan ketika mereka ingin mengusir orang-orang Palestina dari rumah mereka dan mengambil tanah mereka, mereka adalah "penduduk asli Timur Tengah".

"Mereka melakukan genosida, dan mereka masih dianggap sebagai korban. Mereka memiliki tentara terbesar di Timur Tengah, tetapi mereka adalah satu-satunya yang "keberadaannya dalam bahaya," tulisnya.

"Faktanya, mereka adalah makhluk menjijikkan yang tidak menghormati siapa pun, tidak menghormati aturan, tidak menghormati hukum, dan tidak memiliki moralitas," pungkasnya. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler