Profesi Ini Terancam Tergusur Teknologi Kecerdasan Buatan

Ada 20 pekerjaan yang paling berisiko ditiadakan dengan kehadiran AI.

UNM
Sebuah studi dari Universitas Princeton di New Jersey, Amerika Serikat, mengungkapkan 20 pekerjaan yang paling berisiko ditiadakan dengan kehadiran AI./ilustrasi
Rep: Rahma Sulistya Red: Natalia Endah Hapsari

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA---Kecerdasan buatan (AI) dalam beberapa sisi memang mengesankan dengan kemampuannya untuk melakukan tugas-tugas rumit yang sebelumnya dianggap hanya mampu dilakukan oleh manusia. ChatGPT juga merupakan revolusioner yang telah digunakan untuk beberapa kegiatan.

Baca Juga


Namun bagi sebagian orang, teknologi ini menimbulkan pertanyaan yang menakutkan seperti, ‘Akankah mereka mengambil pekerjaan saya?’ Sebuah studi dari Universitas Princeton di New Jersey, Amerika Serikat, mengungkapkan 20 pekerjaan yang paling berisiko ditiadakan dengan kehadiran AI.

Di posisi teratas adalah operator call center, lalu diikuti profesi guru dari berbagai disiplin ilmu, termasuk bahasa, sejarah, hukum, dan agama. Efek AI pada pekerjaan kemungkinan besar akan beragam. Dalam beberapa kasus, AI dapat menggantikan pekerjaan yang sebelumnya dilakukan oleh manusia, dan dalam kasus lain, AI dapat melengkapi pekerjaan yang dilakukan oleh manusia.

“Contoh menonjol tentang kemampuan AI yang terus meningkat adalah peningkatan terbaru dalam pemodelan bahasa AI. Secara khusus, ChatGPT, pembuat model bahasa yang dirilis oleh OpenAI pada akhir 2022, telah menarik banyak perhatian dan kontroversi,” ungkap para penulis studi tersebut, dilansir dari Daily Mail, Rabu (8/3/2023).

Untuk studi yang dipublikasikan di arXiv ini, para peneliti pertama-tama membangun sebuah algoritma yang mengukur sejauh mana 800 pekerjaan dapat diotomatisasi oleh AI.

Mereka melakukan ini dengan menghubungkan 10 aplikasi bertenaga AI, seperti terjemahan, pemodelan bahasa, dan pembuatan gambar, ke 52 kemampuan manusia, seperti pemahaman lisan dan kemantapan tangan. Hasilnya mengungkapkan 20 pekerjaan teratas yang dapat memiliki proporsi beban kerja terbesar diambil alih oleh teknologi AI.

Banyak dari pekerjaan ini adalah peran bergaji tinggi yang membutuhkan tingkat pendidikan yang tinggi, termasuk aktuaris, analis anggaran, akuntan, dan hakim.

Tetapi ketika penulis studi menyesuaikan algoritma untuk memperhitungkan kemajuan signifikan dalam pemodelan bahasa yang telah dilihat selama beberapa bulan terakhir, hasilnya memberikan daftar pekerjaan berisiko yang berbeda.

Pekerja call center digolongkan sebagai yang paling berisiko yang mungkin tidak mengejutkan, karena banyak perusahaan saat ini menggunakan chatbot bertenaga AI untuk posisi ini.

Lyft, Spotify, dan Mastercard, adalah beberapa di grup besar yang meminta pengguna mengajukan pertanyaan ke chatbot untuk mengarahkan pertanyaan mereka dengan lebih baik.

Banyak orang membayangkan bahwa telemarketer manusia bisa mendapatkan keuntungan dari pemodelan bahasa yang digunakan untuk menambah pekerjaan mereka. Misalnya, respons pelanggan dapat dimasukkan ke dalam mesin pemodelan bahasa secara real time, dan permintaan khusus pelanggan yang relevan dengan cepat dimasukkan ke telemarketer.

Atau, orang mungkin membayangkan bahwa telemarketer manusia diganti dengan bot yang mendukung pemodelan bahasa.

Namun, 14 dari 20 pekerjaan lainnya adalah guru pendidikan tinggi dalam berbagai disiplin ilmu, termasuk Sejarah, Geografi, Agama, Sosiologi, dan Bahasa Inggris. Tim mencatat bahwa pekerjaan di bidang pendidikan cenderung relatif lebih dipengaruhi oleh kemajuan pemodelan bahasa daripada pekerjaan lainnya.

Studi tersebut muncul tak lama setelah para peneliti dari Ecole Polytechnique Fédérale de Lausanne, mengungkapkan pekerjaan mana yang menurut mereka paling banyak dan paling tidak mungkin diambil oleh robot.

Temuan mereka menunjukkan bahwa pengemas daging, pembersih, dan pekerja bangunan, menghadapi risiko tertinggi digantikan oleh mesin, sementara guru, pengacara, dan fisikawan masih aman.

“Tantangan utama bagi masyarakat saat ini adalah bagaimana menjadi tahan terhadap otomatisasi,” kata Prof Rafael Lalive, yang ikut memimpin penelitian Ecole Polytechnique Fédérale de Lausanne.

Mereka hanya memberikan saran karier yang mendetail bagi pekerja yang menghadapi risiko tertinggi otomatisasi, yang memungkinkan mereka mencari lagi pekerjaan yang lebih aman sambil menggunakan kembali banyak keterampilan yang diperoleh di pekerjaan lama.

Berdasarkan temuan tersebut, para peneliti mengembangkan alat yang mengungkap risiko otomatisasi pekerjaan, dan bagaimana menggunakan kembali kemampuan yang sudah dimiliki seseorang.

Selain itu, menurut sebuah studi yang dipimpin oleh University of Oxford, pekerjaan rumah tangga juga akan diotomatisasi. Berbelanja bahan makanan adalah tugas terbesar yang diperkirakan akan mengalami pengurangan input manusia, dengan 59 persen upaya dialihkan ke algoritma dan robot.

Namun dalam hal pengasuhan anak secara fisik, manusia masih harus memikul sebagian besar tanggung jawab, dengan teknologi diprediksi hanya akan mengambil alih 20 persen pekerjaan.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler