Komisi X Mengaku Kecewa Terkait Korupsi yang Dilakukan Petinggi Peguruan Tinggi

Anggota Komisi X ingatkan pemerintah agar segera benahi institusi pendidikan tinggi

Antara/Fikri Yusuf
Rektor Universitas Udayana Bali I Nyoman Gde Antara (kanan) berjalan meninggalkan ruangan usai diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi dengan tersangka tiga orang stafnya di Kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali, Denpasar, Bali. Anggota Komisi X DPR RI, Mustafa Kamal, mengungkapkan kekecewaannya terhadap sejumlah petinggi perguruan tinggi yang tersandung kasus korupsi. Dia menyayangkan hal itu karena para petinggi tersebut seharusnya menjadi sumber teladan moralitas bangsa, tapi malah lebih memilih untuk terlibat dengan kasus tercela.
Rep: Ronggo Astungkoro Red: Ichsan Emrald Alamsyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi X DPR RI, Mustafa Kamal, mengungkapkan kekecewaannya terhadap sejumlah petinggi perguruan tinggi yang tersandung kasus korupsi. Dia menyayangkan hal itu karena para petinggi tersebut seharusnya menjadi sumber teladan moralitas bangsa, tapi malah lebih memilih untuk terlibat dengan kasus tercela.


“Saya merasa heran dengan fenomena KKN yang terjadi belakangan ini pada pendidikan tinggi di Indonesia. Sebelumnya, Rektor Universitas Negeri di Lampung terkena operasi tangkap tangan oleh KPK, sekarang ada kasus baru lagi rektor Universitas Negeri di Bali menjadi tersangka Kasus korupsi uang sumbangan pengembangan institusi (SPI)," ujar Mustafa dalam keterangan tertulisnya, Kamis (16/3/2023).

Beberapa waktu lalu, Kejaksaan Negeri Bali menetapkan I Nyoman Gede Antara selaku rektor Universitas Udayana Bali sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi dana SPI mahasiswa baru seleksi jalur mandiri tahun akademik 2018/2019-2022/2023. Dari alat bukti, saksi-saksi, dan hasil pemeriksaan yang dilakukan kejaksaan, tersangka merugikan keuangan negara Rp 105,39 miliar dan Rp 3,94 miliar dengan total kerugian mencapai lebih dari Rp 100 miliar.

Tidak ingin larut dalam kekecewaan, dia mengingatkan kepada semua pihak, karakter bangsa merupakan hal yang krusial untuk memperbaiki pendidikan di Indonesia. Menurut Mustafa, hanya bangsa yang berkarakter yang mampu bersaing dalam panggung global.

Dia juga menyebutkan, pembentukan karakter pada pendidikan di Indonesia telah diamanatkan dalam UU Nomor 20 Tahun 2003. Di mana, tujuan pendidikan yang ditetapkan, di antaranya mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berakhlak mulia.

“Kasus seperti ini jangan sampai terulang lagi. Pemerintah harus memperbaiki pendidikan Indonesia. Karena seharusnya institusi pendidikan sebagai institusi yang membentuk karakter anak bangsa dan sumber teladan moralitas bangsa, ini malah pimpinan penyelenggaranya melakukan tindakan tercela," ujar dia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler