Iklim El-Nino Ancam Produksi Beras
Bulog telah diminta secara masif menyerap beras milik petani.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pangan Nasional (NFA) mengungkapkan kemampuan produksi beras nasional tahun ini dihadapkan pada tantangan iklim kemarau ekstrem atau El Nino setelah musim penghujan panjang sejak awal tahun ini. Kepala NFA, Arief Prasetyo Adi menuturkan, masalah perubahan iklim tak hanya dihadapi oleh Indonesia sendiri. Pembahasan soal antisipasi climate change menjadi isu global yang juga harus dihadapi negara-negara produsen pangan.
Lebih lanjut, ia mengungkapkan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) pun telah memproyeksikan kemungkinan 50 persen hingga 60 persen kondisi cuaca tahun ini akan dilalui oleh badai El Nino.
"El Nino ini kebalikannya La Nina, kalau La Nina kita diberi kesempatan untuk tanam lebih banyak karena hujan. Kalau El Nino artinya (air) berkurang, padi kalau tidak ada air tidak bisa," kata Arief di Pasar Kramat Jati, Jumat (17/3/2023).
Lebih lanjut, Arief menyampaikan telah meminta Perum Bulog untuk secara masif melakukan penyerapan produksi beras dalam negeri dari para petani di musim panen raya.
Sejauh ini, total cadangan beras pemerintah (CBP) yang tersisa di Bulog hanya 280 ribu ton. Padahal, pemerintah telah menugaskan Bulog untuk mengelola 2,4 juta ton CBP tahun ini. Di mana 1,2 juta ton disiapkan untuk kebutuhan operasi pasar sepanjang tahun dan 1,2 juta sebagai persiapakan stok untuk awal tahun 2024.
Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan, NFA, I Gusti Ketut Astawa, menyampaikan, puncak panen di bulan ini diperkirakan jatuh ada akhir Maret hingga awal April. Namun, dari proses panen gabah hingga menjadi beras membutuhkan waktu karena harus melalui penggilingan.
Data Kerangka Sampel Area (KSA) Badan Pusat Statistik mencatat, potensi produksi periode Januari-April 2023 mencapai 13,79 juta ton. Adapun khusus Maret diproyeksi tembus 5,27 juta ton sedangkan April sebanyak 3,51 juta ton. Adapun rata-rata konsumsi bulanan sekitar 2,5 juta ton.
Setiap tahun, volume produksi pada musim panen Maret-April memang menjadi yang tertinggi karena bertepatan dengan musim penghujan. Sementara, panen raya periode kedua di semester kedua jauh lebih kecil karena merupakan musim panas.