Kaum Muda India Berburu Baju Bekas untuk Kelestarian Lingkungan

Pasar pakaian bekas di India diperkirakan mencapai 9,7 miliar dolar AS pada 2032.

Antara/Noveradika
Pedagang menata pakaian bekas impor yang dijual di arena pasar malam. (ilustrasi).
Rep: Rizky Jaramaya Red: Nidia Zuraya

REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI -- Tumbuh di perbukitan Darjeeling di India timur, Neha Butt sering pergi ke pasar barang bekas bersama ayahnya untuk berburu segala sesuatu mulai dari mantel besar hingga topi wol dan sarung tangan. Butt dan ayahnya pergi ke toko barang bekas atau untuk membeli pakaian hangat ketika musim dingin.

Baca Juga


"Kami mengalami musim dingin yang parah, jadi mendapatkan pakaian hangat agak sulit bagi kami.  Kami akan pergi ke pasar loak untuk mendapatkan pakaian bekas dan kemudian saya akan memberikan pakaian saya kepada saudara perempuan saya," ujar Butt, dilaporkan Nikkei Asia, 12 Maret 2023.

Kini, Butt telah membuka toko barang bekasnya sendiri di distrik ibu kota negara yang ramai dan trendi, New Delhi. Butt mengatakan, dia siap untuk memanfaatkan permintaan yang meningkat karena semakin banyak anak muda yang sadar lingkungan mulai meninggalkan "fast fashion".

Toko barang bekas menjamur di jalan-jalan kota besar di India. Toko barang bekas juga marak dijumpai secara online. India's Future Market Insights memperkirakan pasar pakaian bekas negara itu akan membengkak menjadi 9,7 miliar dolar AS pada akhir 2032 dari sekitar 1,8 miliar dolar AS tahun lalu.

Kenaikan terjadi karena banyak pembeli Generasi Z dan milenial memprioritaskan keberlanjutan daripada pakaian sekali pakai yang disesuaikan dengan selera konsumen dan berubah dengan cepat.  Mereka ingin menghentikan pakaian lama berakhir di tempat pembuangan sampah akhir dan mendorong kembali emisi karbon oleh perusahaan tekstil.

Menurut sebuah laporan dari konsultan Fashion for Good yang berbasis di Amsterdam. India menghasilkan 7,8 juta ton limbah tekstil setiap tahunnya. Hal ini menjadikan India sebagai sumber limbah padat terbesar ketiga di dunia. Sementara itu, sekitar 165 perusahaan, sebagian besar merek fashion cepat menyumbang 24 persen dari emisi karbon sektor tekstil dan pakaian jadi.

Pada suatu Jumat sore di bulan Januari, para pembelanja muda menjelajahi rak warna-warni di toko Butt, yang disebut Huckleberry Hangers.  Toko yang dinamai dari karakter sastra favoritnya, Huckleberry Finn, juga menjual secara online melalui Instagram dan memiliki lebih dari 8.000 pengikut.

Seorang produser kreatif di sebuah perusahaan kecantikan dan perawatan pribadi yang bernama Shradha RC mengatakan, dia adalah pelanggan tetap toko barang bekas. Dia lebih memilih belanja di toko barang bekas karena menawarkan lebih banyak pilihan untuk menata lemari pakaiannya sambil tetap menjaga kesinambungan dan biaya.

"Ada tradisi memberi dan menerima barang bekas di keluarga saya, dan saya pikir kecintaan saya pada barang bekas berasal dari sana. Seluruh pengalaman itu menggembirakan. Saya telah menjalin hubungan yang baik dengan orang-orang yang memiliki kecintaan yang sama pada penghematan," ujar Shraddha RC.

Toko barang bekas lainnya, The Bombay Closet Cleanse yang terletak di Mumbai berkembang cukup pesat. Toko barang bekas ini dibuka oleh dua bersaudara  Alfiya dan Sana Khan. Awalnya mereka membuat toko barang bekas di sebuah garasi kecil pada 2018. Alfiya dan Sana mengklaim tokonya adalah toko barang bekas pertama di Mumbai. Ketika pandemi covid-19, The Bombay Closet Cleanse menjual dagangannya secara online melalui Instagram. 

Sana dan Alfiya berencana untuk membuka toko kedua di Mumbai. Mereka mengatakan, orang-orang muda telah menghilangkan stigma yang pernah diasosiasikan dengan mengenakan pakaian bekas.

Kepala Fashion Revolution India, Shruti Singh, mengatakan, orang sekarang menyadari bahwa mereka tidak perlu membeli sesuatu yang baru untuk isi lemari pakaian mereka. "Ada rasa nostalgia dan cerita yang terkait dengan pakaian. Kami bekerja dengan perguruan tinggi yang menyelenggarakan pertukaran pakaian. Jadi, ketika orang bertukar pakaian, mereka tidak hanya bertukar pakaian, mereka juga bertukar cerita," ujarnya.

Seorang mahasiswa berusia 21 tahun Anushka Gera menyukai pakaian vintage. Dia sering melihat-lihat unggahan toko barang bekas di Instagram. Manajer Senior di Future Market Insights, Sneha Varghese, mengatakan, konsumen di India, terutama generasi muda membeli pakaian bekas dari pengecer online karena banyaknya pilihan merek, barang unik, dan layanan pelanggan yang lebih baik.

"Generasi saya ingin terlihat berbeda dan unik. Saya pikir tren ini akan tetap ada. Nyaman, bergaya, dan ramah lingkungan," ujar Gera.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler